Apa Itu Iktikaf – Mendekati bulan Ramadhan seperti ini, akan lebih baik apabila kita memperbaiki amalan baik supaya mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Sebenarnya, amalan-amalan baik itu dapat dilaksanakan kapan saja, tidak harus pada bulan Ramadhan. Namun, amalan tersebut akan lebih utama apabila dilakukan ketika bulan Ramadhan, terutama pada malam-malam sepuluh hari terakhir Ramadhan atau saat Lailatul Qadar.
Salah satu amalan baik yang dapat dilaksanakan ketika bulan Ramadhan adalah I’tikaf. I’tikaf ini sangat dianjurkan dan bahkan kerap dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW di masjid.
Lalu, apa itu I’tikaf? Bagaimana pula hukumnya dalam agama Islam? Apakah ibadah I’tikaf dapat dilaksanakan di rumah terutama ketika terjadi pandemi Covid-19 seperti saat ini?
Nah, supaya Grameds dapat memahami hal-hal mengenai I’tikaf tersebut. Yuk simak ulasan berikut!
Daftar Isi
Pengertian I’tikaf
Secara etimologi, kata “I’tikaf” berarti ‘menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada pada-Nya’. Sementara itu, menurut pengertian syariat makna, “I’tikaf” berarti ‘berdiam diri di masjid jami’ dengan niat beribadah kepada Allah SWT’.
Dalam I’tikaf ini, kita akan duduk “berduaan” dengan Allah SWT dan senantiasa berdzikir dengan mengiba permohonan ampun serta rahmatNya. Jadi, I’tikaf itu tidak hanya sekadar berdiam diri saja, tetapi juga sambil melafalkan lantunan dzikir atau asmaul husna.
Keutamaan kegiatan ibadah i’tikaf ini sangatlah besar, apalagi jika dilakukan ketika malam Lailatul Qadar. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa kegiatan i’tikaf di sepuluh malam terakhir pada bulan bulan Ramadhan itu bagaikan beri’tikaf dengan Beliau.
Hadis tersebut berbunyi:
“Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaf lah pada sepuluh malam terakhir.” (HR Ibnu Hibban)
Selain itu, dalam Al Quran juga kerap mengajarkan tentang ibadah i’tikaf ini. Salah satu dalilnya adalah:
Yang artinya,
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawad, yang beri’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.’” (Al-Baqarah: 125)
Bagaimana Hukum Melaksanakan I’tikaf?
Para ulama telah sepakat bahwa kegiatan i’tikaf ini hukumnya adalah sunnah. Hal tersebut karena Rasulullah SAW melakukannya pada setiap tahun untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon pahala kepadaNya.
Hukum terkait ibadah i’tikaf tersebut didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW, yakni,
Yang artinya,
“Sungguh saya beri’tikaf di sepuluh hari awal Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (Lailatul Qadar), kemudian saya beri’tikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beri’tikaf, hendaklah beri’tikaf (untuk mencari malam tersebut). Maka para sahabat pun beri’tikaf bersama Beliau.” (HR Muslim: 1167)
Namun, “status” sunah dalam i’tikaf tersebut dapat berubah menjadi wajib apabila sebelumnya terdapat seseorang yang bernazar untuk melakukan i’tikaf. Hal tersebut didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW,
Yang artinya,
“Barangsiapa bernazar untuk melakukan ketaatan kepada Allah, dia wajib menunaikannya.” (HR. Bukhari: 6318)
Bagaimana Niat Untuk Melaksanakan I’tikaf?
Sama halnya dengan ibadah lainnya, i’tikaf juga harus diawali dengan niat terlebih dahulu. Doa niat untuk i’tikaf adalah sebagai berikut,
Nawaitu an a`takifa fi hadzal masjidil ma dumtu fih
Yang artinya:
“Saya berniat i’tikaf di masjid selama saya berada di dalamnya”
Adapun doa niat lain yang dapat juga digunakan (dikutip dari Kitab Al-Majmu karya Imam An-Nawawi),
Nawaitul i`tikafa fi hadzal masjidil lillahi ta`ala
Yang artinya:
“Saya berniat i’tikaf di masjid karena Allah SWT”
Dimana I’tikaf Bisa Dilakukan?
I’tikaf dianjurkan untuk dilakukan di masjid mana saja, dengan beberapa syarat di dalam masjid tersebut terdapat pelaksanaan salat berjamaah kaum laki-laki.
Mengapa terdapat syarat demikian? Ibnu Qudamah mengatakan bahwa “Salat jamaah itu wajib (bagi laki-laki). Jika seorang laki-laki yang hendak melaksanakan i’tikaf tidak berdiam di masjid yang tidak ditegakkan salat jamaah, maka bisa terjadi dua dampak negatif, yakni,
- meninggalkan salat jamaah yang hukumnya wajib,
- terus-menerus keluar dari tempat i’tikaf padahal seperti ini bisa saja dihindari.
Jika hal semacam ini terjadi, maka ini sama saja tidak i’tikaf. Padahal maksud dari i’tikaf adalah untuk menetap dalam rangka melaksanakan ibadah kepada Allah”.
Apakah Boleh Melaksanakan I’tikaf di Rumah?
Pada masa pandemi Covid-19 ini, banyak kegiatan beribadah yang dianjurkan dilaksanakan di rumah. Bahkan, pelaksanaan salat tarawih dan salat Ied pada tahun kemarin juga banyak yang melaksanakannya di rumah untuk menghindari kemungkinan tertularnya virus Covid-19.
Menurut Nahdlatul Ulama, kegiatan ibadah i’tikaf dapat dilaksanakan di rumah, terutama di ruangan yang dikhususkan untuk salat. Berdasarkan pandangan dari Imam Abu Hanifah dan pendapat lama dari Imam Syafi’i, ibadah i’tikaf yang dilakukan di ruangan dalam rumah yang dikhususkan untuk salat, hukumnya adalah boleh dan sah, baik untuk laki-laki dan perempuan. (dilansir pada https://baznas.go.id/ )
Menurut pandangan Beliau yakni “Jika salat sunnah saja yang paling utama dilakukan di rumah, maka i’tikaf di rumah semestinya bisa dilakukan.”
Maka dari itu, jika Grameds hendak melakukan ibadah i’tikaf, boleh saja kok dilaksanakan di rumah, terutama di ruangan khusus untuk salat.
Namun, jika Grameds hendak melakukan ibadah i’tikaf tersebut di masjid, jangan lupa untuk selalu memperhatikan protokol kesehatan dan tetap menjaga jarak ya.
Kapan Waktu yang Sesuai Untuk I’tikaf?
Ibadah i’tikaf ini dapat dilakukan kapan saja, mulai dari waktu memulai dan mengakhirinya.
Namun, akan dianjurkan untuk melakukannya pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, yakni ketika Lailatul Qadar. Itu merupakan waktu yang terbaik.
Bahkan, terdapat hadis yang shahih mengenai waktu terbaik untuk i’tikaf tersebut, yakni,
“Bahwasanya Nabi SAW selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkannya. Kemudian para istri Beliau beri’tikaf sepeninggal Beliau.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Ketika seseorang beri’tikaf di bulan Ramadhan, maka kegiatan ibadah tersebut dapat diakhiri ketika bulan Ramadhan berakhir, yakni ketika matahari terbenam pada malam ‘Ied.
Apakah Perempuan Boleh Melaksanakan I’tikaf?
Tentu saja boleh. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW yang mengizinkan istrinya untuk beri’tikaf. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ
Yang artinya:
“Rasulullah SAW biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari salat subuh, Beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf Beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama Beliau, maka Beliau mengizinkannya.”
Lalu, Aisyah radhiyallahu ‘anha juga berkata bahwa:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ
Yang artinya:
“Nabi Muhammad SAW beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya, kemudian istri-istri Beliau pun beri’tikaf setelah kepergian Beliau.”
Nah, berdasarkan hadis tersebut jelas memperbolehkan perempuan untuk melaksanakan ibadah i’tikaf, terutama di masjid, dengan beberapa syarat berikut:
- Telah meminta izin suami
- Tidak menimbulkan fitnah (godaan bagi laki-laki)
Jadi, para perempuan yang hendak melaksanakan i’tikaf di masjid dianjurkan untuk benar-benar menutup auratnya dengan sempurna dan tidak perlu memakai wewangian.
Hal-Hal yang Harus Dihindari Ketika Beri’tikaf
I’tikaf merupakan salah satu ibadah untuk Allah SWT, maka dari itu kita harus menyibukkan diri untuk berdzikir atau berdoa memohon ampunan kepadaNya. Nah, berikut adalah beberapa hal yang harus dihindari ketika melaksanakan i’tikaf,
- Bercanda dengan teman
- Mengobrol hal-hal yang tidak berguna karena dapat mengganggu konsentrasi orang lain yang sedang melaksanakan i’tikaf
- Berduaan dengan lawan jenis
- Tidur
- Keluar dari masjid tanpa ada keperluan yang penting
Namun, apabila seorang mu’takif (orang yang melaksanakan i’tikaf) mempunyai kebutuhan yang mendesak, misalnya hendak buang hajat, makan, minum, berobat, tentu saja boleh meninggalkan tempat i’tikafnya.
Hikmah dan Manfaat dari I’tikaf
Kegiatan ibadah i’tikaf tentu saja memiliki banyak hikmah dan manfaat bagi yang melaksanakannya. Apalagi jika dilakukan pada sepuluh hari akhir di bulan Ramadhan, sesuai dengan hadis yang telah dijelaskan sebelumnya.
Hikmah dari i’tikaf adalah menghidupkan sunnah Rasulullah SAW dan menghidupkan hati mu’takif dengan selalu melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.
Sementara itu, manfaat dari kegiatan i’tikaf di antaranya adalah:
- Mendatangkan ketenangan, ketentraman, dan cahaya yang menerangi hati.
- Mendatangkan berbagai macam kebaikan dari Allah SWT.
- Untuk merenungi masa lalu dan memikirkan hal-hal yang dapat dilakukan di hari esok.
- Terbebas dari dosa-dosa (jika dilakukan pada Lailatul Qadar)
- Mendapatkan rahmat dari Allah SWT.
- Menjadi pribadi yang disayang oleh SWT.
Nah, itulah penjelasan mengenai ibadah i’tikaf. Sebentar lagi, bulan Ramadhan akan datang. Sebagai umat muslim yang baik, yuk berniat untuk melaksanakan ibadah i’tikaf ini supaya amalan kita dapat diterima oleh Allah SWT kelak di hari akhir…
Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
- Ayat Al-Qur'an Tentang Surga Dan Neraka
- Aqidah
- Biografi Sunan Kalijaga
- Doa Membayar dan Menerima Zakat Fitrah
- Dakwah
- Nasab
- Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia dan Fotonya
- Pengertian Toleransi Dalam Islam
- Penjelasan Rukun Iman dan Rukun Islam Lengkap
- Tokoh Ilmuwan Islam (Muslim)
- Rukun Jual Beli Dalam Islam dan Syaratnya
- Rekomendasi Cerita Anak Islami Untuk Menjadi Teladan Yang Baik
- Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
- Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera
- Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia
- Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
- Kerajaan Islam Pertama di Indonesia
- Kerajaan Islam di Indonesia
- Sejarah Kerajaan Mataram Islam
- Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam
- Iqlab
- Sistem Ekonomi Islam
- Kisah Nabi Adam
- Zakat Fitrah dan Zakat Mal
- Iman Kepada Malaikat Allah
- Kisah 25 Nabi dan Rasul
- Musyarakah
- Nafsu
- Doa Kelahiran Anak
- Rukun haji, Pengertian Haji, dan Hukum Haji
- Doa Akhir Tahun Islam
- Doa Zakat Fitrah
- Doa Setelah Adzan
- marah Dalam Islam
- Sifat Mustahil Bagi Allah
- Sholat Jamak
- Sholat Isya
- Sholat Hajat
- Musyrik
- Niat Puasa Qadha Ramadhan
- Hukum Syara
- Hikmah Sholat
- Kumpulan Doa Sehari-Hari
- Manhaj
- Perbedaan Haji dan Umroh
- Peristiwa Turunnya Al-Qur'an
- Penyakit Ain
- Pengertian Isra Mi'raj
- Tugas Malaikat
- Hadist Tentang Menuntut Ilmu
- Sifat Jaiz Rasul
- Syirkah Inan
- Strategi Dakwah Wali Songo
- Strategi Dakwah Sunan Kalijaga
- Strategi Dakwah Sunan Ampel
- Fungsi Hadist
- Hadits Kebersihan
- Tarekat
- Zina
Sumber:
Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Jibrin. Fiqih I’tikaf: Hukum dan Keutamaannya. Yayasan Al-Sofwa.
https://baznas.go.id/