Sejarah

Menilik Sejarah Asal-Usul Taliban di Afghanistan

Sejarah Taliban di Afghanistan: Kronologi Awal Pembentukan dan Kondisinya Hari Ini
Written by Fandy

Sejarah Taliban – Gerakan Taliban sering disebut hanya sebagai Taliban dan Taleban (bahasa Persia dan Pashtun طالبان; dari bentuk jamak bahasa Arab: طالب ṭālib, “murid”). Para anggotanya di sisi lain menyebut organisasinya secara resmi sebagai Keamiran Islam Afganistan. Organisasi ini adalah gerakan nasionalis Islam Deobandi pendukung Pashtun yang secara efektif menguasai hampir seluruh wilayah Afganistan sejak 1996 sampai 2001, serta kembali menguasai Afganistan pada 2021.

Saat ini, Taliban adalah satu dari dua entitas politik yang sama-sama mengklaim sebagai pemerintah yang sah atas Afganistan di samping pihak Republik. Beberapa negara dan organisasi internasional mengecap gerakan ini sebagai organisasi teroris.

Kelompok Taliban dibentuk pada September 1994, mendapat dukungan dari Amerika Serikat (AS) dan Pakistan. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam tindakan kelompok ini karena kejahatannya terhadap warga negara Iran dan Afghanistan. Taliban melakukan berbagai aksi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Afghanistan.

Kelompok ini lantas hanya mendapat pengakuan diplomatik dari empat negara, yaitu Uni Emirat Arab, Pakistan, dan Arab Saudi, serta pemerintah Republik Chechnya Ichkeria yang tidak diakui dunia. Anggota-anggota paling berpengaruh dari Taliban, termasuk Mullah Mohammed Omar (pemimpin gerakan), adalah mullah desa (pelajar agama Islam). Anggota gerakan ini mayoritas berasal dari Pashtun di Afganistan, Provinsi Khyber Pakhtunkhwa di Pakistan, dan mencakup banyak sukarelawan dari Arab, Eurasia, serta Asia Selatan.

Kronologi Awal Terbentuknya Taliban di Afghanistan

Berdasarkan catatan sejarahnya, perebutan kembali pemerintahan Afghanistan oleh Taliban terjadi setelah 20 tahun mereka dilengserkan dari kekuasaan dalam invasi pimpinan AS setelah kejadian serangan 11 September 2001. Namun, pejuang Taliban masih melakukan banyak serangan terhadap pasukan asing dan Afghanistan dalam 20 tahun terakhir, meskipun sudah dilengserkan.

Sebelum pembentukan kelompok bersenjata pada awal 1990-an, banyak pemimpin Taliban bertempur bersama kelompok mujahidin Afghanistan melawan pendudukan Soviet pada 1980-an. Sebagai bagian dari kebijakannya melawan musuh Perang Dingin, para mujahidin menerima senjata dan uang dari AS. Pada saat itu, Soviet mendukung para pemimpin komunis yang melakukan kudeta terhadap presiden pertama Afghanistan Mohammad Daoud Khan pada 1978.

Tepat pada 1989, Soviet mundur, tetapi hal itu menimbulkan kekacauan. Kelompok bersenjata Taliban muncul sebagai pemain penting pada pertengahan tahun 1990-an, banyak anggotanya pernah belajar di sekolah agama konservatif di Afghanistan dan di seberang perbatasan di Pakistan. Mereka mendapatkan keuntungan militer dengan cepat dan berhasil mengendalikan Kandahar, kota terbesar setelah Kabul. Mereka pun berjanji kalau kota-kota itu tetap aman. Namun, terjadi perang saudara besar-besaran dengan komandan mujahidin pada 1992 yang berjuang untuk kekuasaan dan membagi ibu kota Kabul.

Dikarenakan muak dengan sikap para komandan mujahidin dan pasukan mereka yang dituduh melakukan pelanggaran hak dan kejahatan perang untuk mendapatkan kekuasaan, keberadaan Taliban jadi mendapat sambutan ketika pertama kali muncul. Kelompok ini didirikan oleh Mullah Mohammad Omar pada 1994.

Popularitas awal ini disebabkan keberhasilan mereka dalam memberantas korupsi, membatasi pelanggaran hukum, serta membuat jalan-jalan dan daerah-daerah di bawah kendali mereka aman untuk perdagangan berkembang. Kendati demikian, Taliban tidak pernah melonggarkan pembatasan yang awalnya diberlakukan. Mereka berdalih hal itu untuk memastikan kalau kejahatan perang saudara tidak terulang lagi.

Pembatasan itu juga melarang perempuan mendapatkan pendidikan dan pekerjaan, kecuali dokter perempuan. Siapa saja yang tidak patuh akan dipenjara atau dipukuli di depan umum. Taliban di sisi lain juga memperkenalkan hukuman sesuai dengan interpretasi ketat mereka terhadap hukum syariat, seperti eksekusi publik terhadap pembunuh dan pezina yang dihukum serta amputasi bagi mereka yang terbukti bersalah melakukan pencurian.

Selain itu, laki-laki diharuskan menumbuhkan janggut dan perempuan harus mengenakan burkak yang menutupi seluruh tubuh. Taliban juga melarang televisi, musik dan bioskop, dan tidak menyetujui anak perempuan berusia 10 tahun ke atas pergi ke sekolah. Atas tindakan itu, mereka dituduh melakukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan budaya.

Taliban Merebut Kabul

Dikarenakan hendak menguasai seluruh Afganistan, Taliban tahu bahwa mereka pertama-tama harus menaklukkan wilayah-wilayah vital yang didukung penuh rezim kala itu yang dipimpin Presiden Burhanuddin Rabbani (1992-1996). Provinsi Herat di barat dan Provinsi Nangarhar di timur adalah target mereka selanjutnya.

Herat adalah wilayah yang berada di posisi strategis dan memiliki kedudukan geopolitik yang baik karena berbatasan langsung dengan Iran. Wilayahnya menjadi penghubung jalur perdagangan antara Iran-Pakistan-Afganistan. Kelompok mujahidin lokal banyak berada di wilayah itu, berarti pula banyaknya persenjataan dan berbagai macam alat tempur.

Begitu juga dengan Nangarhar. Provinsi ini berada persis di sebelah barat Kabul dan memiliki beragam fasilitas tempur bekas militer Soviet, sehingga militer dan polisinya menjadi yang paling mumpuni di Afganistan. Taliban menganggap dua provinsi ini harus ditaklukkan agar sukses menguasai Kabul.

Namun demikian, jalan yang ditempuh tidaklah mudah karena harus berhadapan dengan kekuatan militer yang cukup kuat. Taliban mulai menyerang pasukan di Herat pimpinan Ismail Khan. Setelah berbulan-bulan bertempur, pada September 1995, Herat akhirnya jatuh. Jatuhnya Herat semakin menggoyahkan kekuatan pemerintahan Rabbani.

Bagi Taliban, mendapatkan Herat merupakan kemenangan politik untuk menarik dukungan dan perhatian negeri lain. Setahun kemudian, pada 5 September 1996, Taliban melancarkan serangan besar-besaran ke Afganistan Timur. Merebut wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai salah satu pemimpin mujahidin, Gulbuddin Hekmatyar. Jatuhnya kekuasaan Hekmatyar atas beberapa wilayah membuka jalan lebar untuk menguasai Nangarhar. Benar saja, Taliban secara resmi merebut Nangarhar sekaligus mengambil alih gudang persenjataan yang ada pada 11 September.

Setelah menguasai Nangarhar dan Herat, kemenangan sesungguhnya sudah tampak di depan mata. Tinggal selangkah lagi untuk menguasai Kabul, yang sebetulnya saat itu sudah tak berdaya karena basis militernya telah dikuasai Taliban. Alhasil, dalam kurun waktu 20-26 September, Taliban dengan lancar melakukan serangan penghabisan dan berhasil menguasai seluruh kota di Provinsi Kabul. Puncaknya terjadi pada 27 September 1996, Taliban resmi menguasai Kabul.

Meski masih terdapat wilayah di utara yang belum dikuasai, penguasaan atas ibu kota negara secara tidak langsung menandakan penguasaan Taliban atas keseluruhan Afganistan. Pada hari yang sama, Taliban mengumumkan pergantian konstitusi serta mengubah nama negara menjadi Keamiran Islam Afganistan (Islamic Emirate of Afganistan), sekaligus mengeksekusi Presiden Najibullah dengan cara yang sadis, yaitu menembaknya hingga tewas lalu menggantung mayatnya di tengah kota untuk dipertontonkan.

Saat itu, Aljazeera menyatakan Afghanistan sebagai emirat Islam dan mulai memaksakan interpretasi ultra-ketat hukum Islam, meskipun hanya diakui tiga negara, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Pakistan.

Sejak saat itulah, masyarakat Afganistan memulai episode baru di bawah kuasa Taliban. Kelak, janji-janji yang membuat Taliban mendapatkan simpati masyarakat tidak banyak yang direalisasikan. Bisa dikatakan tidak terjadi perubahan berarti terhadap rakyat Afganistan. Justru Taliban malah menerapkan berbagai kebijakan yang sangat konservatif sekaligus melakukan tindakan yang mengabaikan hak asasi manusia, khususnya hak-hak perempuan, minoritas, dan berbagai kelompok yang tak sejalan dengan mereka.

Sejak berkuasa dan berhasil menundukkan gerakan bersenjata lokal, Taliban terus mendorong bergeraknya roda perdagangan opium dan mematok keuntungan 10% dari sana. Tentu saja hal ini dilakukan sebagai modal pergerakan untuk meluaskan pengaruh dan kekuasaan.

Setelah mengamankan pusat ekonomi, Taliban terus bergerak meruntuhkan kelompok-kelompok mujahidin di berbagai provinsi. Mereka menundukkan lawan-lawannya dari yang memiliki kedudukan rendah hingga level tertinggi di tata pemerintahan. Ketika ingin menguasai suatu kota, mereka akan terlebih dahulu menaklukkan kepala desa—sekaligus menambah keanggotaan—sebelum meminta wali kota mengakui mereka. Dengan begitu, Taliban benar-benar memiliki jaringan yang luas atau terdesentralisasi.

Menurut Ali A. Olomi dalam The Conversation, tak jarang upaya Taliban menaklukkan suatu wilayah berakhir dengan pecahnya pertempuran kecil. Meski begitu, Taliban juga memainkan taktik untuk dapat menaklukkan lawan tanpa perlu mengangkat senjata terlalu lama, yakni lagi-lagi, dengan menyebar janji. Ketika berhadapan dengan kelompok lokal, Taliban mengatakan bahwa tujuan mereka memerangi mujahidin lokal bukan untuk mengejar kekuasaan politik, tetapi murni untuk mewujudkan perdamaian dengan berlandaskan Islam.

“Sudah sejak lama orang-orang Afganistan menyerukan perdamaian dan keamanan serta diakhirinya perang saudara. Seruan politik para pemimpin Taliban yang menggembar-gemborkan perdamaian dan keamanan berhasil menaklukkan banyak orang sekaligus kelompok politik di Afganistan,” tulis Nojumi.

“Selain itu, afiliasi Taliban dengan Pakistan membuat informasi atas gerakan baru ini tidak sampai ke beberapa kelompok mujahidin, sehingga ketika Taliban datang untuk mengambil alih wilayah, kelompok mujahidin tersebut tidak siap. Kondisi ini tentu menjadi ‘lingkungan’ yang baik untuk pergerakan Taliban”.

Dalam kondisi seperti ini, Taliban juga memberikan bukti bahwa kehidupan di bawah kendali mereka sedikit lebih baik. Ketika Taliban datang, tindakan kekerasan seperti pemerkosaan dan praktik penindasan lainnya berkurang. Namun demikian, bukan berarti kehidupan di bawah Taliban jauh lebih baik, khususnya terhadap kaum perempuan.

Hal ini diungkap oleh jurnalis John F. Burns dalam laporannya kepada The New York Times pada 1995. Kata Burn, “Taliban telah melarang perempuan bekerja di luar rumah mereka, melarang bermain sepak bola, dan memaksa semua laki-laki untuk memotong rambut pendek. Namun, mereka juga telah menunjukkan fleksibilitas,” tambahnya.

“Ketika perempuan di Kandahar memprotes larangan perempuan memasuki pasar kota, Taliban mengalah dan merevisi aturan dengan memerintahkan agar perempuan berdiam di luar toko, lalu laki-laki akan melayani dan membawakan barang kepada mereka”.

Taliban Saat Ini

Pada tahun 1999, PBB memberikan sanksi terhadap Taliban karena hubungannya dengan al-Alqaeda, yang dianggap bertanggung jawab atas serangan 9/11. Dari situlah, AS mulai menginvasi Afghanistan pada 7 Oktober 2001 setelah Taliban menolak menyerahkan pemimpin al-Qaeda, Osama bin Laden, yang bersembunyi di Afghanistan. Dia dianggap sebagai dalang di balik serangan paling mematikan di wilayah AS.

Menjelang invasi AS, kelompok itu meminta pemerintahan Presiden AS George W. Bush untuk membuktikan kalau Osama bin Laden berperan dalam serangan 9/11. Mereka juga bernegosiasi dengan Washington, tetapi Bush menolak seluruh permintaan itu. Dalam beberapa bulan setelah AS dan sekutunya berkampanye atas pengeboman, Taliban digulingkan. Pemerintah sementara pun dibentuk pada Desember 2001 dan dipimpin oleh Hamid Karzai.

Setelah dua puluh tahun dilengserkan pada 2001, Taliban kembali menguasai Afghanistan dan memasuki istana presiden pada Minggu, 15 Agustus 2021 lalu. Kejadian itu juga membuat Presiden Afghanistan Ashraf Ghani melarikan diri ke luar negeri.

Sejak Afghanistan diambilalih oleh kelompok Taliban, Departemen Pertahanan AS mengatakan jika pihaknya telah membawa lebih dari 7.000 orang keluar dari ibu kota Kabul. Sementara itu, Departemen Luar Negeri mengatakan jika ribuan orang akan segera naik pesawat untuk meninggalkan negara itu.

Seperti dilaporkan USA Today, setelah protes terjadi di Jalalabad di Afghanistan timur, Taliban menegur dengan sangat keras. Rakyat Afghanistan mendorong penguasa baru untuk mengibarkan bendera nasional dan menandai peringatan 102 tahun kemerdekaan Afghanistan dari jajahan Inggris. Taliban merayakannya sembari mengatakan kalau mereka telah mengalahkan “kekuatan arogan dunia”, yaitu AS.

Afghanistan dikuasai kelompok Taliban tak lama setelah AS menarik pasukannya setelah hampir 20 tahun di sana. Presiden Joe Biden mengungkapkan alasannya memilih mempertahankan keputusan itu.

“Tidak ada waktu yang tepat untuk meninggalkan Afghanistan. 15 tahun yang lalu akan menjadi masalah, 15 tahun dari sekarang. Pilihan dasarnya adalah apakah saya akan mengirim putra dan putri Anda ke perang di Afghanistan untuk selama-lamanya?” ucap Biden kepada George Stephanopoulos dalam sebuah wawancara yang disiarkan di “Good Morning America” ​​ABC.

Dalam wawancara itu, Biden mengatakan kalau pasukan AS masih akan tinggal di Afghanistan setelah 31 Agustus 2021 jika perlu, untuk memastikan semua orang AS dievakuasi. “Kami akan tinggal sampai kami mengeluarkan mereka semua,” katanya.

Seperti dikutip Indian Express dari Associated Press, Taliban telah mencari dan melacak lawan-lawannya, terutama mereka yang membantu pasukan AS dan North Atlantic Treaty Organization (NATO) pada masa lalu, demikian kantor berita Agence France-Presse (AFP) melaporkan sambil mengutip dokumen rahasia PBB.

Menurut laporan itu, yang ditulis oleh Pusat Analisis Global Norwegia, para militan juga menyaring orang-orang dalam perjalanan ke bandara Kabul. “Mereka menargetkan keluarga dari mereka yang menolak untuk menyerahkan diri, dan menuntut serta menghukum keluarga mereka ‘menurut hukum Syariah’,” kata Christian Nellemann, direktur eksekutif kelompok itu, mengatakan kepada AFP.

Pernyataan ini diungkapkan ketika Presiden AS Joe Biden dijadwalkan berbicara tentang upaya evakuasi di Afghanistan. Sementara itu, sebanyak 12 orang dilaporkan tewas sejak Taliban menguasai ibu kota Kabul, baik di dalam dan sekitar bandara, demikian laporan Reuters mengutip pejabat Taliban dan NATO. Seorang pejabat NATO juga menyatakan jika lebih dari 18.000 orang telah dievakuasi dari bandara Kabul.

Taliban sendiri kemudian membuat konferensi persnya pada Selasa malam tanggal 17 Agustus 2021 waktu setempat, mereka memberikan jaminan kepada warga Afghanistan dan dunia, termasuk mengklaim tidak melakukan serangan balas dendam terhadap siapa pun yang bekerja dengan AS.

Dilaporkan abc.net.au, Taliban melalui juru bicaranya Zabihullah Mujahid mengatakan bahwa mereka akan tidak mengurung hak-hak perempuan, tetapi dengan batas-batas hukum syariat. Konferensi itu dilakukan setelah mereka menguasai Kota Kabul yang menyebabkan ribuan warga Afghanistan berusaha melarikan diri dari negara itu. Taliban berusaha meyakinkan masyarakat yang khawatir kalau organisasi itu akan kembali membawa hukum dan ketertiban ke Afghanistan seperti dulu.

Untuk itu, Taliban berjanji jika kengerian akibat aturan sebelumnya tidak akan terulang lagi. “Kami ingin dunia memercayai kami,” kata Mujahid. Mujahid mengatakan mereka akan memastikan keamanan semua kedutaan asing dan organisasi bantuan. Ketika ditanya tentang status hak-hak perempuan dan kebebasan pers di bawah Taliban, Mujahid menegaskan bahwa baik perempuan dan media akan dapat berpartisipasi dalam masyarakat sesuai dengan hukum syariat.

Nah, itulah informasi mengenai sejarah Taliban di Afghanistan sejak awal pembentukannya hingga kondisinya hari ini. Singkatnya, Taliban adalah faksi politik dan agama ultrakonservatif (ekstrim) yang muncul di Afghanistan pada pertengahan 1990-an. Kelompok ini didirikan oleh Mullah Mohammad Omar pada 1994.

Timur Tengah Dalam Sorotan: Dinamika Timur Tengah Dalam Perspektif Indonesia

Penulis: Fandy

BACA JUGA:

  • Apa Itu Teori Konspirasi dan Teori Konspirasi yang Terkenal
  • Latar Belakang Berdirinya ASEAN dan Tujuannya
  • Sejarah Perang Dunia 1: Penyebab, Garis Waktu, dan Negara yang Terlibat
  • Sejarah Perang Dunia 2: Penyebab, Negara yang Terlibat, dan Dampaknya bagi Indonesia
  • Tujuan Pembentukan WTO: Sejarah, Fungsi, dan Prinsip

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.