Contoh Hukum Adat – Di Indonesia terutama di beberapa daerah masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai adat-istiadat untuk melakukan beberapa kegiatan. Seperti upacara adat jika ingin mengadakan pernikahan, upacara pemakaman, dan bahkan ketika seseorang melakukan perbuatan asusila pelaksanaan hukuman secara adat akan dilakukan kepada pelakunya.
Setiap daerah memiliki latar belakang sejarah budayanya masing-masing dan hal itu juga mempengaruhi pelaksanaan hukuman menyesuaikan kepercayaan yang berlaku di tiap daerah tersebut.
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia kita juga sepatutnya menghormati dan menghargai peraturan daerah yang berlaku walaupun hal itu bertentangan dengan kepercayaan kita. Karena, dengan saling menghormati akan tercipta harmoni antara masyarakat Indonesia dan menghindari perselisihan yang ada.
Untuk itu agar kita memahami nilai-nilai persatuan antar masyarakat Indonesia khususnya yang ada di daerah ada baiknya kita melihat beberapa contoh hukum adat yang ada di Indonesia dan masih berlaku hingga saat ini.
Selanjutnya pembahasan mengenai contoh hukum adat di Indonesia telah kami rangkum dan dapat disimak di bawah ini!
Daftar Isi
Hukum Adat di Indonesia
Hukum adat Indonesia (bahasa Belanda: adatrecht; bahasa Inggris: Indonesia Common Law) adalah aturan dan pedoman tidak tertulis bagi semua masyarakat hukum di Indonesia, dan dianut oleh masyarakat Indonesia dalam kehidupan sosial sehari-hari, baik di kota maupun di desa.
Pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang menggunakan hukum adat untuk mengatur kegiatan sehari-hari dan menyelesaikan permasalahan yang ada, setiap daerah di Indonesia memiliki sistem hukum adatnya masing-masing yang mengatur kehidupan masyarakat yang beraneka ragam, yang sebagian besar adalah hukum adat. .Tidak berupa aturan tertulis, hukum adat terbentuk mengikuti perkembangan masyarakat dan tradisi masyarakat/warga yang ada.
Istilah common law pertama kali digunakan secara ilmiah oleh Snouck (hurgronje, dalam bukunya De Atjehers menyebut common law dengan istilah Belanda Dz Adat recht dzi untuk memberi nama sistem sosial social control yang hidup di Indonesia Kemudian dikembangkan secara ilmiah de Cornelis van Vollenhoven yang dikenal di Belanda sebagai ahli adat istiadat asli India Timur sebelum menjadi Indonesia.
Sejarah Singkat Hukum Adat Indonesia
Sebagai negara yang dihuni oleh banyak suku, Indonesia juga memiliki banyak hukum adat. Peran dan status common law di Indonesia terus berkembang. Pada masa kolonial, status hukum umum dianggap lebih rendah dari hukum Eropa. Penglihatan ini tidak berlangsung lama dan muncul sekitar tahun 1808-1811.
Gubernur Jenderal Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles, kemudian membentuk komisi untuk memeriksa dan menyelidiki peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat. Hal itu dilakukan untuk memperbaiki hukum pemerintahan pada masa pemerintahannya.
Hasil survei kemudian dikumpulkan pada tanggal 11 Februari 1814. Dari situ lahir aturan yang disebut Ordonansi Agar Lebih Efektif Administrasi Peradilan Pengadilan Tinggi Jawa.
Pemerintah pasca kemerdekaan juga mengakui status hukum adat. Pengakuan tertulis dalam konstitusi. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 18 B UUD 1945, “negara menyatakan dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan menurut prinsip masyarakat dan negara kesatuan republik sebagaimana diatur oleh Hukum Indonesia (UU).
Asal-Muasal Kata “Hukum Adat”
Ada dua pendapat tentang asal kata adat. Sebaliknya ada juga yang mengatakan bahwa adat diambil dari bahasa arab yang berarti kebiasaan. Hukum adat pertama kali diperkenalkan oleh Snouck Hurgronje, seorang ahli sastra oriental dari Belanda (1894). Sebelum istilah Adat recht berkembang, dikenal istilah Adat Recht. Snouck Hurgronje mencatat dalam bukunya tentang Aceh pada tahun 1893-1894 bahwa hukum publik Indonesia yang tidak dikodifikasikan adalah milik Aceh.
Belakangan, istilah itu juga dipakai oleh Cornelis van Vollenhoven, Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang juga profesor di Universitas Leiden di Belanda. Ia memasukkan istilah Adat Recht dalam bukunya Adatrecht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) dari tahun 1901 sampai 1933. , Rules of Dutch Law), Pasal 13 ayat (2), yang mulai berlaku pada tahun 1929.
Hukum adat tidak dikenal dalam masyarakat Indonesia. Hilman Hadikusuma mengatakan, istilah tersebut hanyalah istilah teknis. Dikatakan demikian karena istilah tersebut tumbuh dan berkembang oleh para ahli hukum yang mempelajari hukum-hukum dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian dikembangkan menjadi suatu sistem keilmuan.
Istilah Hukum Adat juga dikenal dalam bahasa Inggris, tetapi perkembangan Indonesia sendiri hanya dikenal sebagai Adat, mengacu pada sistem hukum yang disebut di dunia akademis sebagai common law.
Pendapat ini diperkuat dengan pendapat Muhammad Rasyid Manggis Dt Radjo Penghoeloe, oleh Prof. Amura : Meneruskan kesempurnaan hidup di masa kemakmuran yang berlebihan, karena penduduk sedikit khawatir dengan kekayaan alam yang melimpah, barulah orang belajar abdat.
Cornelis van Vollenhoven mendefinisikan common law sebagai “seperangkat aturan perilaku positif, yang di satu sisi disertai dengan sanksi (hukum) dan disisi lain tidak dikodifikasi (kebiasaan). van Vollenhoven menetapkan common law sebagai ilmu, oleh karena itu; kedudukannya dalam sistem hukum adat sama dengan hukum lainnya.
Contoh Hukum Adat di Indonesia
Contoh common law Indonesia bervariasi. Aturan yang berkaitan dengan perkawinan, upacara adat dan upacara kematian diatur oleh hukum adat.
Berbagai contoh hukum adat ada di Indonesia. Sebelum mempelajari tentang macam-macam hukum adat, berikut adalah pengertian hukum adat. Dikutip dari buku Hukum Masyarakat Adat karya Dr. Teuku Muttaqin Mansur, M.H. Hukum adat adalah aturan adat tidak tertulis yang diputuskan oleh ahli hukum, sanksinya, sudah ada sejak lama, masih berkembang dan diikuti oleh masyarakat adat setempat.
Hukum adat adalah kepercayaan turun temurun masyarakat daerah yang masih dianut. Berikut ini adalah contoh hukum adat di Indonesia:
Hukum Adat Perhitungan Kalender masyarakat Jawa
Contoh hukum adat masyarakat Jawa yang masih hidup dan berlangsung hingga saat ini adalah tradisi menghitung kalender. Menghitung penanggalan Jawa tidak hanya berkaitan dengan hal-hal mistis, tetapi merupakan syarat untuk mendapatkan ridho Allah. Perhitungan penanggalan Jawa umumnya digunakan sebagai:
- Tetapkan tanggal pernikahan
- Tetapkan hari libur penting
- Tetapkan waktu pernikahan yang sesuai.
Hukum Adat: Awig-awig di Desa Pakraman, Bali
Dikutip dari website JDIH Karangasem, Hukum adat Awig-awig Bali tercantum dalam SK Provinsi Bali No. 3 tahun 2003. Awig-awig yang dianut Desa Pakraman Bali meliputi beberapa hal seperti:
- Mengaksama (memaafkan)
- Dedosaan (denda finansial)
- Kerampang (penilaian harta)
- Kasepekang (tidak berbicara) untuk jangka waktu tertentu
- Kaselong (diusir dari desanya)
- Upacara Prayascita (upacara pembersihan desa)
Hukum adat Dayak Kalis, Kalimantan
Contoh hukum adat lainnya adalah masyarakat Dayak di Kalimantan. Melansir Situs Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada empat jenis hukum adat pada masyarakat Dayak Kalis, antara lain:
- Saut: jenis hukuman yang diawali dengan kejadian kecil. Hukuman mati adalah simbol perdamaian dengan roh-roh gaib yang mengelilinginya.
- Sanga’ Bar (separuh jiwa): putusan perkara, baik disengaja maupun tidak. Akibat yang dialami korban adalah cacat seumur hidup atau luka berat.
- Pati Nyawa atau Tubuh atau Bar: Semacam keputusan dalam hal apapun yang menyebabkan kematian seseorang. Penjahat tunduk pada hukum adat dan hukum formal yang ada (diberitahukan kepada pihak berwenang)
- Kampung Adat: Jenis hukuman yang diberikan kepada penjahat jika kasusnya segera ditangkap dan terbukti perbuatannya melanggar adat istiadat desa.
Hukum Adat Potong Jari, Papua
Kesedihan atas meninggalnya salah satu anggota keluarga biasanya diungkapkan dengan menangis atau meratapi kehilangan hingga kesedihan mereda.
Namun, orang suku Dani yang tinggal di pegunungan Halmahera, Papua berbeda. Hukum adat yang ada bahkan terkesan menambah penderitaan keluarga yang ditinggalkan dengan harus memotong jari tangan mereka.
Setiap ada anggota keluarga yang meninggal, anggota suku harus memotong buku jarinya sebagai pengingat bahwa anggota keluarga tersebut tidak lengkap lagi.
Mengapa buku jari? Karena tangan melambangkan kesempurnaan, jika ada yang hilang, hidup jelas tidak lagi sempurna.
Hukum Adat Turunan, Aceh
Di Aceh, contoh hukum adat yang berlaku adalah hukum bertingkat berdasarkan ketidakadilan yang dilakukan oleh masyarakat, terlepas apakah itu kelas bawah dari atasan.
Dimulai dengan teguran, kemudian harus meminta maaf di depan umum, sampai akhirnya ada hukum yang besar dan sampai pelakunya dihukum secara fisik.
Hukum Adat Tikam Tanah
Upacara Tikam Tanah adalah ritual adat yang dilakukan oleh orang luar yang masuk ke Pulau Selaru untuk suatu tujuan. Menurut penduduk asli Pulau Selaru, seluruh wilayah Desa Petuan, terutama beberapa wilayah yang disakralkan masyarakat masih dihuni oleh leluhur. Oleh karena itu, pengunjung dari luar desa harus melakukan ritual pengenalan yang disebut ritual adat muspika, sebagai isyarat kepada leluhur, agar tamu desa tidak diganggu. Ritual ini menunjukkan bahwa tamu desa dianggap sebagai bagian dari masyarakat desa.
Hukum Waris Adat, Bali
Bali yang menganut paham patrilineal atau gender laki-laki, memiliki hukum waris keluarga yang seratus persen berada di tangan laki-laki.
Walaupun hanya boleh dikenakan oleh anak perempuan, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tanggung jawab laki-laki dalam keluarga dianggap lebih besar daripada tanggung jawab perempuan.
Undang-undang sedikit berubah pada tahun 2010, ketika perempuan diberikan hak untuk mewarisi, yaitu: setengah dari properti, sepertiga dari yang sebelumnya digunakan untuk warisan.
Tetapi hukum ini hanya berlaku bagi perempuan Hindu. Hal ini tidak berlaku bagi perempuan Bali yang berpindah agama.
Hukum Adat Mahar, Maluku
Suku Naulu masih mengikuti hukum adat mahar berupa kepala manusia yang terpenggal hingga tahun 2005.
Memang mengerikan, namun masyarakat setempat percaya bahwa hal itu akan membawa keabadian bagi keluarga mereka di masa depan. Untungnya, pemerintah melarang penegakan hukum ini.
Hukum Adat Dayak Mualang Butang
Masyarakat adat pada umumnya, khususnya Masyarakat Adat Dayak Kalimantan Barat, harus diatur dengan peraturan atau hukum adat. Tentu saja hukum adat setiap daerah, sub suku atau masyarakat tidak sama. Keberadaan adat ini merupakan warisan leluhur. Hukum adat yang berbeda berlaku untuk setiap masyarakat adat Dayak Kalimantan Barat atau sub-suku Dayak. Dari hukum umum perkawinan, hukum umum Butang (menipu/zina) sampai hukum umum pembunuhan atau sifat hidup. Hukum adat juga mengatur pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, seperti pemanfaatan hutan bersama (common jungle). Sama halnya dengan penduduk asli Dayak Mualang atau sub suku Dayak Mualang.
Salah satu kampung Dayak Mualang yang masih mengikuti adat dan tradisinya adalah Dayak Mualang di Desa Resak Balai, Kecamatan Belitang Hilir, Wilayah Administratif Sekadau. Desa ini termasuk desa kecil dengan 63 keluarga. Masih ada rasa kekeluargaan dan keterikatan yang sangat kuat di sini dalam kehidupan sosial sehari-hari. Rasa kekeluargaan dan rasa memiliki tidak lepas dari ketaatan dan ketaatan sebagai pedoman hidup bersama. Bagi orang Dayak Mualang di sini, setiap ada masalah atau perselisihan di desa, selalu mengutamakan hukum adat. Dayak Mualang Kampung Resak Balais percaya bahwa hukum adat adalah jalan terbaik dan tetap memberikan rasa keadilan dalam menyelesaikan masalah atau perselisihan. Tidak ada yang tidak bisa ditangani oleh hukum umum. Bagi masyarakat Dayak Mualang asli, tujuan hukum adat adalah untuk mengatur ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat sangat penting karena menjaga dan mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Sang Pencipta agar tetap terjaga, seimbang, damai dan harmonis.
Hukum adat Dayak Mualang terdiri dari beberapa jenis atau tingkatan. Mulai dari common law yang mengatur tingkah laku manusia hingga common law yang berkaitan dengan pengelolaan tanah dan sumber daya alam. Jadi bagi Dayak Mualang, hukum adat adalah hal yang sangat sakral. Oleh karena itu, jika terjadi pelanggaran hukum umum, semua pelanggar harus dikenakan hukuman biasa dan harus memperhatikan hukuman biasa berupa ekor. Saba, menurut Dayak Mualang, adalah satuan penyebutan sanksi adat.
Salah satu hukum adat yang masih dipatuhi oleh penduduk asli Dayak Mualang di desa Resak Balai adalah adat butang atau nupu. Hukum adat ini merupakan bagian dari hukum adat perkawinan. Pernikahan adalah penyatuan dua orang yang sangat berbeda yang tidak dapat dibubarkan oleh siapa pun, jadi jika salah satu pria atau wanita menolak pernikahan tersebut, hukum adat berlaku untuk keduanya. Butang adalah perselingkuhan atau perzinahan yang dilakukan oleh pria beristri atau sebaliknya wanita beristri. Hukum adat butang ini diperuntukkan bagi semua orang (laki-laki dan perempuan) yang mempunyai pasangan yang sah atau yang sudah menikah.
Kesimpulan
Sekian pembahasan singkat mengenai Contoh-Contoh Hukum Adat di Indonesia. Tidak hanya membahas contoh hukum adat saja namun juga membahas secara lebih rinci mengenai hukum adat yang berlaku di Indonesia, sejarah singkatnya, asal muasal kata hukum adat, dan hal-hal terkait mengenai penerapan hukum adat yang masih berlaku di Indonesia.
Mempelajari hukum adat adalah suatu hal yang sangat mendasar terutama bagi seorang manusia sebagai makhluk sosial karena dengan memahami berbagai hukum adat yang berlaku dan berkembang di setiap daerah menjadikan kita lebih menghormati setiap peraturan daerah yang berlaku dan tentunya berbeda menyesuaikan latar belakang budaya daerah tersebut dan alasan mengapa mereka memberlakukan hukum adat tersebut pastinya memiliki alasan tertentu sesuai kepercayaan adat mereka masing-masing.
Demikian ulasan mengenai beberapa contoh hukum adat yang ada di Indonesia. Buat Grameds yang mau memahami tentang hukum adat dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum lainnya, kamu bisa mengunjungi Gramedia.com untuk mendapatkan buku-buku terkait.
Sebagai #SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu memberikan produk terbaik, agar kamu memiliki informasi terbaik dan terbaru untuk kamu. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.
Penulis: Pandu Akram
Artikel terkait:
Pengertian Hukum Adat Menurut Para Ahli dan Perkembangannya di Indonesia
Memahami Hukum Waris Islam: Syarat, Rukun, dan Cara Pembagiannya yang Adil
Pengertian Adat Istiadat Menurut Para Ahli, Macam Hingga Contohnya
Pengertian Hukum Acara Perdata Beserta Hukum Pidana dan Tata Usaha