Warisan menjadi salah satu hal yang sering kali diperbincangkan dan diperdebatkan ketika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal. Hal ini berkaitan dengan pembagian harta dari orang yang telah meninggal kepada keturunan atau orang-orang yang berhak mendapatkannya.
Warisan dapat diatur atau dibagikan dengan mengacu pada hukum waris yang berlaku. Namun, sampai saat ini, para ahli hukum waris di Indonesia belum menyepakati pengertian yang sama sehingga istilah “hukum waris” masih memiliki beraneka ragam pengertian.
Wirjono Prodjodikoro, menggunakan istilah “hukum warisan.” Hazairin, mempergunakan istilah “hukum kewarisan” dan Soepomo menyebutnya dengan istilah “hukum waris. Soepomo berpendapat bahwa peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tak berwujud dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai hukum waris, berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai hukum waris yang telah dirangkum dari berbagai laman di internet.
Daftar Isi
Pengertian Hukum Waris
Untuk memahami pengertian hukum waris, Grameds dapat menyimak beberapa pendapat ahli mengenai hukum waris yang telah dirangkum dari berbagai laman di internet sebagai berikut ini.
1. Gregor Van der Burght
Hukum waris dalam pandangan Gregor Van der Burght merupakan sehimpun aturan yang mengatur mengenai akibat-akibat hukum harta kekayaan pada kematian, peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan orang yang meninggal dunia dan akibat-akibat hukum yang ditimbulkan peralihan tersebut bagi para penerimanya baik dalam hubungan dan perimbangan di antara mereka satu dengan yang lain ataupun dengan pihak ketiga.
2. Supomo
Dalam pandangan Soepomo, hukum waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barangbarang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya.
Proses ini telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi “akut” karena orang tua meninggal dunia. Meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut.
3. R. Wirjono Prodjodikiro
Wirjono mengemukakan pendapat bahwa sengketa pewarisan timbul apabila ada orang yang meninggal, kemudian terdapat harta benda yang di tinggalkan, dan selanjutnya terdapat orang-orang yang berhak menerima harta yang ditinggalkan itu, kemudian lagi tidak ada kesepakatan dalam pembagian harta warisan itu.
Hukum warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang yang masih hidup.
Wirjono menunjukkan adanya tiga unsur utama dalam hukum waris sebagai berikut.
- Seorang yang meninggalkan warisan (erflater), yang pada wafatnya meninggalkan kekayaan.
- Seorang atau beberapa orang ahli waris (erfenaam), yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu.
- Harta warisan (nalatenschap), yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada para ahli waris itu
4. Ali Afandi
Dalam pandangan Ali Afandi, hukum waris merupakan hukum yang mengatur mengenai kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia dan akibatnya bagi para ahli warisnya.
5. Santoso Pudjosubroto
Hukum waris dalam pandangan Santoso Pudjosubroto merupakan hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
6. Ter Haar Bzn
Ter Haar Bzn mengemukakan pendapat mengenai hukum waris sebagai aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi.
Unsur-Unsur Hukum Waris
Dalam hukum waris dikenal beberapa istilah sebagai berikut.
1. Waris
Waris merujuk pada orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) orang yang telah meninggal.
2. Warisan
Warisan merupakan harta peninggalan, pusaka, dan surat wasiat. Warisan tidak hanya berupa harta, tetapi dapat berupa hutang yang harus dibayar oleh orang yang masih hidup dan menjadi pewaris atau ahli warisnya.
3. Pewaris
Pewaris adalah orang yang memberi pusaka, yakni orang yang meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah harta kekayaan, pusaka, maupun surat wasiat. Umumnya, pewaris memberikan harta, kewajiban, ataupun hutang kepada orang lain atau ahli waris.
4. Ahli Waris
Ahli waris merujuk pada sekalian orang yang menjadi waris, berarti orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan pewaris. Ahli waris ini memiliki hak secara hukum untuk menerima seluruh harta, kewajiban, bahkan hutang yang ditinggalkan pewaris.
5. Mewarisi
Mewarisi merujuk pada makna mendapat harta pusaka, biasanya segenap ahli waris adalah mewarisi harta peninggalan pewarisnya.
6. Proses Pewarisan
Istilah proses pewarisan mempunyai dua makna sebagai berikut.
- Penerusan atau penunjukan para waris ketika pewaris masih hidup.
- Pembagian harta warisan setelah pewaris meninggal.
Hukum Waris yang Berlaku di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan beragam warisan budaya dan negara multikultural. Beragam aturan yang ada pun tidak dapat mengkotak-kotakkan kultur yang ada. Indonesia sendiri belum memiliki aturan mengenai hukum waris yang berlaku secara nasional.
Oleh sebab itu, hukum waris di Indonesia mengacu pada hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata. Berikut penjelasan mengenai beragam hukum waris yang telah dirangkum dari laman Cermati.com.
1. Hukum Waris Adat
Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa, agama, dan adat istiadat yang berbeda satu sama lain serta memiliki ciri khas tersendiri. Hal tersebut berpengaruh pada hukum yang berlaku di tiap golongan masyarakat yang dikenal sebagai hukum adat.
Hukum waris adat dapat dimaknai sebagai aturan-aturan hukum yang mengatur mengenai penerusan dan peralihan dari satu generasi ke generasi berikutnya baik berupa harta kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud.
Hukum adat sendiri berwujud tak tulis, hanya berupa norma dan adat istiadat yang harus dipatuhi oleh masyarakat tertentu dalam suatu daerah. Hukum tersebut mengikat dan hanya berlaku di daerah tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggarnya.
Oleh sebab itum hukum waris adat sering kali dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan atau kekerabatan. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa jenis sistem pewarisan sebagai berikut.
-
Sistem Keturunan
Sistem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak, sistem matrilineal berdasarkan garis keturunan ibu, dan sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan kedua orang tua.
-
Sistem Individual
Setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya sistem ini diterapkan pada masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan bilateral seperti Jawa dan Batak.
-
Sistem Kolektif
Ahli waris menerima harta warisan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap ahli waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut. Contohnya adalah barang pusaka di suatu masyarakat tertentu.
-
Sistem Mayorat
Harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak tertentu. Misalnya kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga, seperti di masyarakat Bali dan Lampung harta warisan dilimpahkan kepada anak tertua dan di Sumatra Selatan kepada anak perempuan tertua.
2. Hukum Waris Perdata
Hukum waris perdata atau yang lebih dikenal sebagai hukum waris barat diterapkan oleh masyarakat nonmuslim termasuk warna negara Indinesia keturunan, baik Tionghoa ataupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP).
Dalam sistem hukum waris perdata menganut sistem individual yang mana setiap ahli waris memiliki harta warisan sesuai dengan bagiannya masing-masing. Berikut cara atau aturan hukum waris perdata.
- Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Ada 4 golongan ahli waris berdasarkan undang-undang, di antaranya sebagai berikut.
- Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya.
- Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya.
- Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas.
- Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.
- Mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.
3. Hukum Waris Islam
Hukum waris Islam digunakan oleh masyarakat Indonesia yang memeluk agama Islam. Hukum waris tersebut diatur dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia, yakni materi hukum Islam yang ditulisa dalam 229 pasal.
Hukum waris Islam menganut prinsip kewarisan individual bilateral, bukan kolektif ataupun mayorat. Oleh sebab itu, pewaris dapat berasal dari pihak bapak atau ibu. Dalam hukum waris Islam terdapat tiga syarat agar pewarisan dapat dinyatakan ada sehingga haknya menjadi sah diserahkan kepada seseorang atau ahli wari yang menerima warisan sebagai berikut.
- Orang yang mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat dibuktikan secara hukum ia telah meninggal. Jika ada pembagian atau pemberian harta pada keluarga pada masa pewaris masih hidup, itu tidak termasuk dalam kategori waris tetapi disebut hibah.
- Orang yang mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang mewariskan meninggal dunia.
- Orang yang mewariskan dan mewarisi memiliki hubungan keturunan atau kekerabatan, baik pertalian garis lurus ke atas seperti ayah atau kakek dan pertalian lurus ke bawah seperti anak, cucu, dan paman.