Sejarah

Muhammad Al-Fatih: Sang Penakluk Konstantinopel

Written by Fandy

Konstatinopel menjadi salah satu bagian penting dalam sejarah Islam. Kota tersebut menjadi salah satu pencapaian besar dalam penyebaran agama Islam. Ketika membicarakan penaklukan Konstatinopel tidak luput dari perjuangan Muhammad Al Fatih.

Konstantinopel sendiri memiliki benteng yang mengelilingi kota. Benteng tersebut sangat kuat dan sulit sekali ditembus. Konstantinopel menjadi kota yang diperebutkan.

Hal tersebut disebabkan karena Konstantinopel menjadi tempat yang strategis. Ia juga menjadi penghubung antara Benua Asia dan Eropa. Umat Muslim pun tertarik menguasai kota tersebut.

Berbagai upaya dilakukan untuk menjadikan Konstantinopel jatuh di tangan Muslim. Mari mengenal lebih jauh mengenai kota Kosntatinopel, penaklukannya, dan siapa itu Muhammad Al Fatih.

Sejarah Konstatinopel

Kota Konstatinopel menjadi ibu kota kekaisaran Romawi Timur yang terletak di Semenanjung Bosporus. Tepatnya, di antara Balkan dan Anatolia serta menjadi penghubung antara Laut Hitam dan Laut Tengah melalui Selat Dardanela dan Laut Aegea.

Kota tersebut menjadi penghubung antara benua Eropa dan Benua Asia. Jika dilihat dari letak geografisnya, Kota Konstatinopel sangat strategis sehingga membuat bangsa-bangsa di dunia tertarik untuk menguasainya, termasuk umat Islam.

Saat ini Konstatinopel dikenal dengan nama Istanbul. Nama tersebut diberikan pada 28 Maret 1930. Namun, sebenarnya nama Istanbul telah dipakai secara tidak resmi selama hampir 500 tahun. Nama tersebut tidak pernah diresmikan sampai Republik Turki modern berdiri.

Konstatinopel sendiri didirikan oleh Kaisar Romawi Konstantinus I di atas situs sebuah kota yang telah ada sebelumnya. Kota tersebut dikenal dengan Byzantium yang telah didirikan pada permulaan masa ekspansi kolonial Yunani, yakni sekitar tahun 671-662 SM.

Konstatinopel sendiri dijadikan sebagai persembahan kepada Maria dan Anak-Anak Yesus dalam sebuah mosaik Gereja Hagia Shopia yang dikeluarkan Konstantinus I sebagai tanda peringatan pendirian Konstatinopel. Rencana-rencana besar dalam segala bidang telah disusun oleh Konstatinopel.

Setelah proses pemulihan kesatuan kekaisaran dan dalam proses reformasi besar dalam pemerintahan serta mensponsori konsolidasi masyarakat Kristen membuat Konstantinus I menyadari bahwa Romawi memiliki keterbatasan sebagai sebuah ibu kota. Letak Roma terlalu jauh dari garis-garis perbatasan. Oleh sebab itu, jauh juga dari angkatan bersenjata dan dewan kekaisaran.

Meskipun Byzantium tidak bisa menjadi ibu kota karena tidak memugkinkan memindahkan ibu kota  Romawi ke tempat lain. Namun, Konstatantinus melihat Byzantium sebagai lokasi yang tepat serta memiliki kemudahan akses ke perbatasan Danube maupun Efrat, Dewan kekaisaran yang mendapatkan suplai kebudayaan yang subur dan bengkel yang canggih di Asia.

Pembangunan Konstatinopel dilakukan selama enam tahun dan baru diresmikan pada 11 Mei 330 M. Konstantinopel sendiri membagi kota yang diperluas tersebut, misalnya Romawi menjadi 14 kawasan. Kemudian, dilengkapi dengan pembangunan fasilitas-fasilitas umum yang layak menjadi metropolis kekaisaran.

Kurang dari seperempat abad sejak kemenangan pertama atas wilayah Romawi. Umat Islam mulai mendekati tembok Konstantinopel yang mana ketika itu menjadi ibu kota kekaisaran Romawi Timur. Penguasaan terhadap Konstantinopel semakin menguat karena adanya corak keagamaan.

Berbagai upaya dilakukan umat Islam untuk menaklukkan Konstantinopel. Upaya tersebut dilakukan sejak pemerintahan Utsman bin Affan, para khalifah dari Bani Umayyah, dan Bani Abbasiyah hingga Sultan Murad II dari Daulah Utsmaniyah.

Segala usaha yang dilakukan selama delapan abad mengalami kegagalan. Sampai akhirnya upaya penaklukkan dilakukan oleh Sultan Muhammad II atau yang lebih dikenal sebagai Sultan Al-Fatih. Ketika menggantikan ayahnya, Sultan Murad II, Sultan Al-Fatih masih berusia 19 tahun.

Berbagai spekulasi atau prediksi tentang kegagalan umat Islam menaklukkan Konstantinopel mulai bermunculan. Misalnya kuatnya tembok Konstantinopel yang tahan terhadap gempuran, suhu yang sangat dingin,senjata green fire (api Yunani) yang membakar kapal-kapal, ataupun karena kekacauan dalam Negeri Islam.

Ketika Sultan Bayazid I (1389-1403) dari Daulah Utsmaniyah mengarahkan ekspansi ke Konstantinopel bebarengan dengan tentara mongol yang dipimpin oleh Timur Lenk yang sedang melakukan serangan ke Asia kecil. Pertempuran pun meletus di antara tentara mongol dan tentara Utsmani. Kekalahan terjadi pada tentara Utsmani.

Pada abad ke-14 dan ke-15, wilayah kekuasaan Byzantium semakin menyempit ketika Daulah Utsmaniyah memperluas wilayahnya sampai ke Eropa. Hal ini membuat kondisi Romawi Timur semakin kesulitan karena tidak ada bantuan dari wilayah barat.

Salah satu usaha justru menyebabkan perpecahan di Konstatinopel adalah upaya untuk menyatukan Gereja Timur (Ortodoks) di Konstantinopel dengan Gereja Barat (Katholik) di Roma. Yang mana haraoannya akan datang bantuan dari Paus.

Di sepanjang perjalanan menuju Konstantinopel, pasukan salib membuat keonaran, melakukan pemberontakan, bahkan terjadi bentrok dengan penduduk Hungaria dan Byzantium sehingga mudah dikalahkan oleh pasukan Dinasti Saljuk.

Pasukan Turki Utsmani mengepung Konstantinopel dari berbagai arah. Adanya penyatuan antara Gereja Timur dan Gereja Barat tidak memberikan pengaruh terhadap kekuatan Romawi Timur. Bantuan yang diharapkan oleh Kontantinus XI Palaiologos tidak terwujud.

Sultan Muhammad Al-Fatih

Bantuan hanya  datang dari pasukan Venesia dan Genoa yang membawa perlengkapan perang dan tentara. Meskipun demikian, dengan adanya bantuan dari Venesia dan Genoa di Pelabuhan Konstantinopel memberikan kepercayaan pada diri Kaisar Kontantinus.

Pemimpin mereka adalah orang yang ahli di bidang perang, yakni Giovani Giustiniani. Dia merupakan komandan berpengalaman yang telah mempersiapkan perjalanan untuk perang. Giovani Giustiniani membawa 700 prajurit bersenjata lengkap dan mengambil peran penting dalam mempertahankan kota selama beberapa minggu ke dapan.

Memasuki musim semi dan musam panas pada 1452, Sultan Al-Fatih telah membangun benteng dekat dengan Bosphorus di sisi Asia. Tujuan utama pembangunan benteng ini, yakni sebagai upaya pencegahan bantuan dari koloni Genoa di pantau Laut Hitam mencapai kota.

Melansir dari laman Sejarahlegkap.com, Konstantinopel terus digempur oleh pasukan muslim sejak masa Heraclius menduduki tahta. Sampai akhirnya, Konstantinopel jatuh ke umat Muslim. Konstantinopel jatuh ke tangan Kesultanan Utsmaniyah.

Adapun, pemimpin yang berhasil menjatuhkan Konstantinopel bernama Muhammad Al-Fatih yang kala itu berumur 21 tahun. Adapun dampak dari kejatuhan Konstantinopel ke tangan Muslim di antaranya sebagai berikut.

  • Masa Renaisans dimulai
  • Dominasi Kristen menjadi lemah
  • Penduduk diusir, diperbudak, bahkan dibunuh
  • Perubahan jalur perdagangan karena monopoli Kesultanan Utsmaniyan yang menandai awalnya masa penjelajah

Kejatuhan Konstantinopel terjadi pada pengepungan terakhir kota ini, yakni pada tanggal 6 April 1453 sampai 29 Mei 1453. Adapun, pihak yang berperang kala itu adalah Kekaisaran Byzantium dan seukutu (sebelumnya Romawi Timur) dengan Kesultanan Utsmaniyah.

Sejak saat itu, Konstantinopel berada di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah atau Turki Ottoman. Kemudian, berganti nama menjadi Istanbul pada tahun 1930.

Mengenal Muhammad Al-Fatih

Sultan Mehmed II atau yang lebih dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih merupakan seorang penakluk. Ia merupakan seorang penguasa Utsmani ketujuh yang berkuasa pada 1444-1446 dan 1451-1481.

Muhammad Al-Fatih memiliki banyak sekali pencapaian di masa kekuasannya. Salah satu, pencapaian yang paling terkenal, yakni penaklukan Konstantinopel pada 1453. Dengan ditaklukkannya Konstantinopel maka menjadi tanda berakhrinya pula Kekaisaran Romawi Timur.

Muhammad Al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang cakap dan memiliki kepakaran dalam bidang ilmu pengetahuan, matematika, kemiliteran, dan menguasai enam bahasa ketika berumur 21 tahun. Muhammad Al-Fatih dikenal sebagai pahlawan di Turki ataupun dunia Islam secara lebih luas.

Nama Muhammad Al-Fatih sama masyhurnya dengan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, pahlawan Islam dalam Perang Salib dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz, pahlawan Islam dalam peperangan di ‘Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol.

Dalam pemerintahan, Muhammad Al-Fatih lebih memilih para pejabat tinggi dari latar belakang devsirme daripada mereka yang berasal dari keluarga bangsawan yang membuat kendali negara benar-benar dipusatkan kepada sultan.

Mehmed lahir pada 30 Maret 1432 di Edirne, ibu kota Utsmaniyah ketika itu. Mehmed lahir dari pasangan Sultan Murad II dan Huma Hatun.

Ketika berusia sebelas tahun, Mehmed dikirim untuk memimpin Amasya. Hal tersebut sesuai dengan tradisi Utsmani untuk mengutus pangeran yang telah cukup umur untuk memimpin pemerintahan di suatu wilayah sebagai bekal jika kelak akan naik takhta.

Mehmed tidak dilepas begitu saja. Ada banyak guru yang dikirimkan untuk mendidiknya, slah satunya adalah Molla Gurani. Salah satu guru sekaligus orang terdekatnya adalah Syaikh Muhammad Syamsuddin bin Hamzah. Ia juga sekaligus memberikan pengaruh yang sangat besar pada Muhammad Al-Fatih terutama tentang pentingnya menaklukkan Konstantinopel.

Setelah mengadakan perjanjian damai dengan Kadipaten karaman di Anatolia pada 1444, Murad sebenarnya yang lebih tertarik pada masalah agama dan seni daripada politik memilih turun takhta. Kemudian, menyerahkan tonggak kepemimpinannya pada Mehmed yang kala itu masih berusia 12 tahun.

Pada periode pertama masa kekuasaan Muhammad Al-Fatih, pihak Utsmani diserang oleh Kerajaan Hongaria yang dipimpin oleh Janos Hunyadi. Mereka melanggar gencatan senjata yang teercatat dalam Perjanjian Szeged pada 1444. Dalam keadaan tersebut, Mehmed meminta ayahnya, Murad untuk kembali naik takhta.

Namun, Murad menolak. Mehmed pun menulis surat yang isinya “Bila Ayah adalah sultan, datanglah dan pimpinlah pasukan Ayah. Bila aku adalah sultan, aku memerintahkan Ayah untuk datang dan memimpin pasukanku.” Melalui surat tersebut, Murad akhirnya datang dan memimpin pasukan.

Pasukan Murad mengalahkan pasukan gabungan Hongaria-Polandia dan Wallachia yang dipimpin oleh Wladyslaw III, Raja Hongaria dan Polandia, Janos Hunyadi, komandan pasukan gabungan Kristen, dan Miercea II, Voivode Wallachia dalam pertemuan Varna pada tahun 1444.

Kemudian, Murad didesak untuk kembali naik takhs oleh Candarl Halil Pasya yang tidak menyukai kuatnya pengaruh Syaikh Syamsuddin pada masa kekuasaan Mehmed. Akhirnya, Murad kembali naik takhta sampai wafatnya pada tahun 1451.

Setelah itu, Mehmed kembali naik takhta. Kemudian, dinobatkan di Edirne pada usia sembilan belas tahun.

The Great Of Shalahuddin Al-Ayyubi & Muhammad Al-Fatih

Fakta Menarik Tentang Muhammad Al-Fatih

Muhammad Al-Fatih menjadi penakluk Konstantinopel. Melansir dari laman Orami.co.id, berikut fakta menarik tentang Muhammad Al-Fatih.

1. Sejarah di Balik Nama Muhammad Al-Fatih

Muhammad Al-Fatih bukanlah nama asli dari sang penakluk Konstantinopel tersebut. Al-Fatih lahir dpada 30 Maret 1432 dengan nama Mehmed bin Murad.

Gelar Al-Fatih yang berarti Sang Penakluk diberikan kepadanya pada 1453 ketika berhasil menaklukkan Konstantinopel, benteng terkuat di dunia.

Mehmed lahir di Edirne, Turki dan menjadi anak ketiga dari Sultan Murad II (Pemimpin Turki Utsmaniyah) dan istri keempatnya, Huma Hatun.

2. Latar Belakang Penaklukkan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih

Kini Konstantinopel berubah nama menjadi Instanbul. Ia merupakan benteng terkuat di masa itu. Kota tersebut telah berdiri sejak zaman Romawi di tahun 330.

Sekaligus menjadi pusat dari agama Kristen Ortodoks pada masanya. Kisah tentang Konstantinopel juga terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh HR. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad.

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Ahmad bin Hanbal Al Musnad).

Sejak berusia 12 tahun, Muhammad Al-Fatih telah memiliki ambisi untuk menaklukkan Konstantinopel. Hingga, sampai akhirnya berhasil membuat pusat dari agama Kristen Ortodoks itu jatuh ke tangan umat Muslim.

3. Strategi Penaklukkan Konstantinopel

Adapun, strategi yang digunakan oleh Muhammad Al-Fatih, yakni dengan memperkuat armada militer Ottoman dengan cara menyeleksi pasukannya secara cermat. Pasukan-pasukannya yang lolos terdiri dari anak-anak Turki yang memiliki bakat dan bertalenta dalam perang.

Mereka dipilih berdasarkan kecerdasan, kekuatan fisik, dan rajin ibadah. Mereka pun dibimbing sejak dini serta dibekali dengan pendidikan agama, militer, dan ilmu pengetahuan.

Setelah memiliki pasukan terbaik, Al-Fatih menyusun strategi perang dengan cermat untuk menaklukkan Konstantinopel. Ia mengerahkan sampai 100.000 tentara pasukan berkereta artileri dan 320 kapal untuk mengepung Konstantinopel, baik melalui laut ataupun darat.

Setelah berkutat dengan peperangan selama kurang lebih 50 hari. Benteng Konstantinopel pun hancur. Akhirnya, kota tersebut jatuh ke tangan pasukan Muhammad Al-Fatih pada 29 Mei 1453.

4. Teladan yang Dapat Dipelajari dari Muhammad Al-Fatih

Muhammad Al-Fatih dikenal karena keberhasilannya dalam menaklukkan Konstantinopel dan menjadikannya sebagai ibu kota baru dari Turki Utsmaniyah. Dari perjuangan Muhammad Al-Fatih dalam menaklukkan Konstantinopel terdapat beberapa hal yang patut dijadikan sebagai teladan.

Misalnya kemampuannya di bidang akademik, yakni mampu menguasai berbagai bahasa, seperti Persia, Arab, Yunani, Italia, dan Latin. Al-Fatih juga terampil dalam bidang sains dan matematika.

Memasuki umur 21 tahun, Al-Fatih telah menjadi ahli perang yang pandai berkuda. Seluruh kemampuannya didapatkan melalui kerja keras dan pendidikan yang serius dan tekun.

Murad II menunjuk beberapa guru untuk membantu proses belajar Al-Fatih. Salah satu, gurunya, yakni Syekh Ahmad bin Ismail al-Kurani, seorang ulama yang paham Al-Qur’an. Guru-guru tersebut membantu Al-Fatih dalam belajar agama dan hal-hal yang bersifat duniawi.

Guru-guru tersebut dalam rangka upaya mempersiapkan Al-Fatih menjadi pemimpin yang tangguh, baik, dan selalu berada di jalan kebenaran.

5. Kebiasaan yang Dilakukan Muhammad Al-Fatih

Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan Al-Fatih juga patut menjadi teladan. Ia melaksanakan ibadah dengan tekun. Al-Fatih menjalankan salat wajib lima waktu, salat tahajud, dan salat rawatib. Kebiasaan tersebut juga ditularkan kepada pasukannya.

6. Peradaban yang Dibangun Muhammad Al-Fatih

Setelah berhasil menaklukkan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih menjadikan wilaah tersebut sebagai ibu kota dan pusat Kerajaan Utsmani. Mehmed II mengubah nama Konstantinopel menjadi Islambul, yang berarti negeri Islam.

Sekarang, tempat tersebut lebih dikenal sebagai Istanbul. Tidak hanya itu, Muhammad Al-Fatih juga mengubah Gereja Ortodoks di Hagia Sophia menjadi sebuah masjid. Kemudian, ia membangun lebih dari 300 masjid, 57 sekolah, dan 59 tempat pemandian di berbagai wilayah Utsmani.

Beberapa masjid peninggalan Muhammad Al-Fatih yang paling terkenal di antaranya Masjid Sultan Muhammad II dan Jami’ Abu Ayyub Al-Anshari.

7. Wafatnya Muhammad Al-Fatih

Pada 3 Mei 1481, Muhammad Al-Fatih wafat di usia 49 tahun. Ia meninggal di tengah perjalanan berjihad. Sebelum melakukan perjalanan, Muhammad Al-Fatih diketahui telah sakit. Namun, tetap memaksakan diri untuk turut dalam berjihad.

Di sepanjang jalan, kondisi kesehatan Muhammad Al-Fatih semakin menurun. Tenaga kesehatan serta obat-obatan tidak lagi mampu menyembuhkannya. Ia pun, akhirnya wafat di tengah-tengah pasukannya.

1453 Detik-Detik Jatuhnya Konstatinopel ke Tangan Muslim

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.