Asal-Usul dan Dampak Politik Pintu Terbuka—Halo Sobat Grameds, apakah kalian pernah mendengar istilah mengenai politik pintu terbuka? Atau apa yang menyebabkan munculnya politik pintu terbuka di Hindia Belanda? Istilah ini untuk kalian yang telah lama mengkaji tentang ilmu sosial dan politik mungkin sudah tidak asing lagi.
Booth (1980) dalam Sejarah Ekonomi Indonesia menjelaskan jika politik pintu terbuka merupakan suatu kebijakan untuk membuka pintu selebar-lebarnya bagi para pengusaha swasta asing agar dapat menanamkan modalnya di daerah Hindia-Belanda.
Lebih lanjut, Geertz (1976) dalam Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia menyebutkan bahwa politik ini bermula ketika kaum liberalis Belanda mendapatkan kemenangan politik pada 1865.
Kemenangan tersebut turut membawa perubahan kebijakan dan tata politik di negara Belanda maupun negara jajahannya, termasuk Hindia Belanda.
Selanjutnya, sistem tanam paksa lantas dihapus dan diganti secara resmi dengan politik liberal atau pintu terbuka pada 1870. Paham tersebut dijalankan di Hindia Belanda antara tahun 1870–1900.
Mengutip buku Masa Penjajahan Kolonial yang ditulis oleh Samsudar (2019), paham itu dibawa oleh para kaum liberal Belanda yang semakin banyak berdatangan ke Hindia Belanda. Sebagian besar dari mereka merupakan para pengusaha yang ingin menanamkan modalnya di Hindia Belanda.
Uraian kali ini akan memaparkan mengenai asal-usul politik pintu terbuka, kebijakan politik pintu terbuka, dan pengaruh dari kebijakan tersebut di Hindia Belanda. Simak penjelasan mengenai politik pintu terbuka berikut ini hingga selesai agar kalian lebih memahaminya secara mendalam.
Perjalanan panjang Indonesia sejak masuknya Islam sampai saat ini adalah suatu unit historis terpadu. Setidaknya, ada tiga unsur mendasar yang menjadi perekat bagi periode historis Indonesia. Pertama, unsur kebudayaan dan keberagamaan islamisasi Indonesia yang diawali sejak tahun 1200 dan berlanjut hingga saat ini. Kedua, unsur kondisi yang saling memengaruhi antara masyarakat Indonesia dan masyarakat Barat yang masih berlangsung sejak 1500 sampai saat ini. Ketiga, unsur historiografi sumber-sumber primer untuk sebagian besar periode tersebut dituliskan dengan menggunakan bahasa Indonesia modern (Jawa dan Melayu, bukan bahasa Jawa Kuno maupun Melayu Kuno) dan bahasa Eropa.
Roda sejarah akan terus berputar dan Ricklefs di sisi lain juga terus memperbarui bukunya. Segala sesuatu yang ada sejak 1999 telah ditulis ulang secara substansial dan benar-benar baru.
Uraian mengenai perjalanan panjang Indonesia itu dipaparkan dalam buku berjudul Sejarah Indonesia Modern 1200–2008, yang ditulis dengan bahasa sederhana, tetapi tetap jelas dan mendalam. Selain itu, buku tersebut juga menampilkan gambar-gambar sebagai pendukung materi, sehingga para pembaca dapat merasakan cerita yang disampaikannya. Buku ini dapat dibaca oleh semua orang yang menyukai sejarah Indonesia di Gramedia.com.
Dengan mendasarkan penelitiannya dari puluhan jurnal dan lebih dari 5000 buku, Ricklefs memaparkan perjalanan bangsa Indonesia dari zaman ke zaman yang penuh warna, lengkap dengan berbagai macam persoalan dan pertikaian, baik internal maupun eksternal. Buku tersebut di balik struktur narasinya berupaya menjawab pertanyaan langkah komunitas-komunitas dari berbagai kepulauan yang ada di Indonesia, dengan rupa-rupa bahasa, etnis, dan dalam negara-negara kerajaan yang terpisah-pisah, dapat bersatu menjadi sebuah bangsa yang modern.
Edisi pertama buku tersebut diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris pada 1981 dan telah mengalami beberapa kali pembaruan. Buku yang ini merupakan edisi terbaru dengan berbagai perubahan di hampir tiap bab yang mencerminkan masukan-masukan dari penelitian baru.
M.C. Ricklefs merupakan Profesor Sejarah yang berasal dari Universitas Nasional Singapora. Dia pernah mengajar di Sekolah Kajian Oriental dan Afrika (Universitas London) dan Universitas Monash, serta menjadi Direktur Sekolah Penelitian mengenai Asia dan Pasific (Universitas Nasional Australia).
Baca Juga: Politik Pintu Terbuka Belanda: Pengertian, Tujuan, dan Dampak.
Daftar Isi
Asal-Usul Politik Pintu Terbuka
Pada 1830, Johannes Graaf van den Bosch menjalankan Cultuurstelsel (sistem tanam paksa) untuk mengisi kas Belanda yang telah terkuras. Ide tersebut memang berhasil mendatangkan keuntungan yang melimpah untuk Belanda, tetapi menyebabkan rakyat Hindia Belanda sengsara.
Kebijakan tersebut ditentang oleh golongan liberalis dan humanitaris. Salah satu tokoh yang menentang kebijakan ini adalah Wolter Robert Baron van Hoëvell. Tindakan yang dilakukannya adalah menolak dan berupaya menghapus sistem tanam paksa yang dijalankan oleh pemerintah Belanda bersama dengan Fransen van de Putte.
Menurut Branden (1888), aksi yang dilakukan kedua tokoh tersebut menyebabkan mereka diusir dari Batavia oleh pemerintah Belanda pada 1848. Kendati demikian, kaum liberalis Belanda memperoleh kemenangan politik pada 1865.
Sebagai penentang sistem tanam paksa, mereka lantas mengubah kebijakan di Hindia Belanda menjadi open door policy (politik pintu terbuka) sejak 1870.
Politik pintu terbuka merupakan suatu kebijakan pemerintah kolonial yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda.
Pada periode tersebut, tenaga kerja dan tanah dianggap sebagai milik pribadi, sehingga tenaga kerja dapat dijual dan tanah rakyat dapat disewakan. Inilah yang menyebabkan terdapat kebebasan dalam memanfaatkan tenaga kerja dan tanah.
Awal dari pembentukan sistem politik itu adalah Traktat Sumatra yang dilaksanakan pada 1871. Perjanjian tersebut menyebabkan pihak Belanda dapat memperluas wilayah kekuasaannya hingga Aceh. Inggris yang berada dalam lingkup perjanjian itu lantas meminta pembayaran dari Belanda, yaitu dengan cara menjalankan sistem ekonomi liberal di daerah Hindia Belanda.
Hal itu bukan tanpa alasan, pelaksanaan politik pintu terbuka hampir sama konsepnya dengan politik ekonomi liberal yang dijalankan oleh Inggris. Pemerintah Inggris menginginkan agar para pengusaha asing dapat menanamkan modalnya di wilayah Hindia Belanda. Selain itu, Inggris juga berniat menyebarkan ideologi liberalisme dan kapitalisme ke seluruh dunia.
Daerah Jawa yang saat itu menjadi pusat perekonomian lebih mudah untuk ditanami modal oleh pihak swasta, termasuk Inggris. Inggris yang didorong oleh semangat 3G (Gold, Glory, dan Gospel) tentu saja menginginkan rempah-rempah yang ada di Hindia Belanda. Produksi rempah-rempah yang melimpah menyebabkan Belanda harus melaksanakan pelayaran Hongi untuk memantau produksinya.
Adanya kesepakatan itu membuat para pengusaha yang ingin menanamkan modal menjadi lebih terjamin keamanan modal dan usahanya. Namun, pihak Belanda di sisi lain tidak mudah tertipu. Belanda memang memberikan akses kebebasan kepada para pengusaha untuk menyewa tanah, tetapi tidak memperbolehkan mereka untuk membelinya.
Dengan demikian, tanah tidak mudah jatuh ke tangan pihak lain, khususnya Inggris, yang saat itu menjadi musuh utama pihak Belanda dalam kolonialisme dan perdagangan internasional. Pemakaian tanah sewa itu dimaksudkan supaya setiap produksi yang dihasilkan dapat langsung diekspor ke Eropa.
Secara umum, faktor yang mendorong diterapkannya politik pintu terbuka antara lain:
- Adanya bank-bank yangmenyediakan kredit untuk usaha pertambangan, pertanian, dan transportasi.
- Banyaknya modal yang tersedia akibat keuntungan dari sistem tanam paksa.
- Jawa menyediakan tenaga buruh dengan harga yang murah.
- Kekayaan alam Hindia Belanda yang melimpah.
Sebagai tindakan awal dari perubahan itu, diterapkankanlah berbagai peraturan, yaitu:
- Comptabliliteits Wet (Undang-Undang Perbendaharaan) tahun 1864 yang mengharuskan anggaran belanja Hindia Belanda disahkan oleh parlemen dan melarang pengambilan keuntungan dari tanah jajahan.
- Suikers Wet (Undang-Undang Gula) tahun 1870 yang mengatur perpindahan monopoli tanaman tebu dari pemerintah Belanda ke tangan swasta.
- Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) tahun 1870 yang memutuskan dasar-dasar politik tanah. Aturan di dalamnya menyebutkan jika pengusaha swasta diberikan kesempatan menyewa tanah untuk 75 tahun atau tanah petani untuk dua atau lima tahun.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh siswa dan para pemangku kepentingan yang berhubungan dengan pembelajaran sejarah. Dalam K 13 ini diharapkan siswa tidak hanya menghafal, tetapi juga mampu melakukan penulisan dan mendiskripsikan setiap peristiwa sejarah yang terjadi. Selain itu, siswa diharapkan dapat mengaitkan berbagai peristiwa di daerahnya dengan peristiwa yang terjadi tingkat nasional maupun global. Oleh karena itu kemampuan melakukan analisis berbagai peristiwa sejarah sangat diperlukan. Karena itu, buku ini dirancang dengan menggunakan pendekatan regresif. Dengan buku ini peserta didik akan diajak untuk mengamati kondisi sosial-budaya dan sejumlah warisan sejarah yang bisa dijumpai saat ini.
Selain diwajibkan untuk membaca buku ini, siswa juga harus mencari sumber-sumber rujukan lain yang relevan. Dengan mempelajari sejarah, diharapkan siswa bisa mengambil nilai-nilai setiap peristiwa sejarah yang terjadi untuk memperkuat rasa cinta tanah air, bangga dan meningkatkan nasionalisme.
Baca Selengkapnya: Baron van Hoevell, Penentang Sistem Tanam Paksa.
Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka
Politik pintu terbuka berlangsung sejak diresmikannya Undang-Undang Agraria tahun 1870 hingga 1900. Seiring dengan pelaksanaan politik pintu terbuka, para pengusaha Barat mulai berdatangan ke Hindia Belanda. Mereka menanamkan modal dengan cara membuka perkebunan seperti perkebunan kopi, teh, kina, tebu, karet, dan kelapa sawit.
Untuk menyokong perkembangan perkebunan, pemerintah Belanda turut membangun berbagai sarana dan prasarana fisik, yaitu bendungan, waduk, saluran irigasi, pabrik, jembatan, jalan raya, dan rel kereta api. Namun, pembangunan tersebut menyebabkan pemerintah Belanda harus mengerahkan tenaga kerja rakyat.
Perkembangan perkebunan di sisi lain juga berkembang pesat di luar Jawa, misalnya perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara. Belanda mendatangkan para pekerja dari Jawa untuk memenuhi permintaan tenaga kerja. Jika para pekerja itu melanggar kontrak, mereka akan diberikan sangsi yang disebut dengan Poenale Sanctie.
Dampak Politik Pintu Terbuka
Ketika politik pintu terbuka diterapkan, Belanda mengeluarkan beberapa peraturan, yaitu Undang-Undang Agraria, Undang-Undang Perbendaharaan, dan Undang-Undang Gula. Politik tersebut dalam penerapannya membawa dampak yang positif maupun negatif.
Berikut ini dampak positif dan dampak negatif dari politik pintu terbuka.
A. Dampak Positif
Berikut adalah dampak positif dari politik pintu terbuka:
1. Penghapusan Sistem Tanam Paksa
Pemberlakuan politik pintu terbuka tidak dapat dipisahkan dari peran para golongan liberalis dan humanitaris yang menentang sistem tanam paksa. Dimulainya politik pintu terbuka juga mengakhiri sistem tanam paksa yang memberatkan rakyat.
2. Pendirian Pabrik dan Perkebunan
Politik pintu terbuka membuka kesempatan kepada para pengusaha swasta asing untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda. Mereka menanamkan modal dengan cara membuka perkebunan, termasuk di luar Jawa. Banyaknya pabrik gula yang didirikan merupakan salah satu dampak dari politik tersebut.
Politik tersebut melahirkan banyak pertambangan dan perkebunan besar yang dikelola dengan teknologi yang lebih maju. Pasalnya, keterbukaan terhadap modal asing memicu pekembangan ekonomi kolonial dengan pesat. Namun, produksinya lebih ditujukan untuk kepentingan ekspor dan dikontrol langsung oleh pengusaha yang berada di Belanda.
3. Pembangunan Fasilitas Perhubungan dan Irigasi
Pemerintah Belanda mendirikan berbagai fasilitas untuk mendukung perkembangan perkebunan, yaitu rel kereta api, jalan raya, jembatan, bendungan, dan waduk.
4. Masyarakat Mengenal Arti Penting Uang
Masyarakat Hindia Belanda yang menjadi buruh di pabrik dan perkebunan mulai mengenal sistem upah dengan uang dan barang-barang ekspor maupun impor. Inilah yang memicu terjadinya perubahan kehidupan masyarakat dan memunculkan kelas-kelas baru maupun permukiman baru di wilayah sekitar perkebunan.
Selain itu, peran bahasa Melayu dan bahasa daerah lain juga semakin meningkatkan di kalangan penguasa. Hal ini dikarenakan para pedagang perantara pergi ke daerah pedalaman untuk mengumpulkan hasil pertanian dan menjualnya kepada grosir di wilayah sekitar perkebunan.
5. Munculnya Politik Etis
Politik Pintu terbuka memang membawa beberapa dampak positif, tetapi kebijakan tersebut tetap saja tidak mendatangkan kemakmuran bagi rakyat Hindia Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda tidak memisahkan keuangan negeri induk dan negeri jajahan, sehingga rakyat hanya bergantung kepada upah yang sangat minim.
Inilah yang menyebabkan Van Deventer dan beberapa tokoh lain mengajukan politik etis atau politik balas budi kepada rakyat Indonesia, yang dianggap telah membantu meningkatkan kemakmuran bagi Belanda. Tercetusnya politik etis merupakan sisi yang dikatakan paling positif dari adanya kebijakan pintu terbuka. Hal tersebut dikarenakan politik ini juga memunculkan solidaritas antaretnis penduduk pribumi, sehingga mulai ada embrio nasionalisme.
Beragam tokoh dengan segala karakter, kontribusi, dan kontroversinya ditulis dalam buku berjudul Dari Panggung Sejarah Bangsa: Belajar dari Tokoh dan Peristiwa. Penulis berusaha menuliskan kisah-kisah para tokoh dan peristiwa dengan bahasa yang mengalir, ringan, dan mudah dipahami, sehingga para pembaca seolah-olah dapat larut dalam tulisan tersebut dan merasakan sentuhan-sentuhan emosional dari para tokoh yang diceritakan.
Buku ini merupakan pelengkap dari dua buku sebelumnya, yaitu Merawat Indonesia dan Jejak Para Tokoh Muslim Mengawal NKRI yang berusaha mengajak para pembaca untuk selalu belajar dari kehidupan dan perjuangan para tokoh bangsa. Oleh karena itu, buku ini sangat penting dimiliki. Segera dapatkan di Gramedia.com!
B. Dampak Negatif
Politik pintu terbuka sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat jajahan, tetapi pelaksanaannya ditemukan berbagai pelanggaran yang menyengsarakan rakyat, di antaranya:
- Rakyat Hindia Belanda tetap miskin dan semakin menderita karena ditekan oleh Pemerintah Belanda dan swasta.
- Eksploitasi lahan produktif dan rakyat pribumi produktif secara besar-besaran.
- Kehidupan masyarakat merosot tajam dikarenakan dipaksa untuk menyewakan tanahnya kepada pihak swasta dengan biaya yang murah.
- Industri dan usaha pribumi mati dikarenakan para pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.
Penutup
Politik pintu terbuka adalah suatu kebijakan pemerintah kolonial yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda. Pemberlakuan politik pintu terbuka tidak dapat dipisahkan dari peran para golongan liberalis dan humanitaris yang menentang sistem tanam paksa.
Beberapa dampak positif adanya politik ini, yaitu penghapusan sistem tanam paksa, pendirian pabrik dan perkebunan, pembangunan fasilitas perhubungan dan irigasi, masyarakat mengenal arti penting uang, dan munculnya politik etis. Sementara itu, dampak negatif dari politik tersebut, yaitu rakyat tetap miskin dan menderita, ekspolitasi lahan dan tenaga rakyat secara besar-besaran, kehidupan masyarakat merosot tajam, dan matinya industri maupun usaha pribumi.
Itulah artikel terkait “Asal-Usul dan Dampak Politik Pintu Terbuka” yang dapat kalian gunakan sebagai referensi dan bahan bacaan untuk kalian. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.
Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!
FAQ
1. Apa itu politik pintu terbuka?
Politik pintu terbuka adalah suatu kebijakan pemerintah kolonial yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Hindia-Belanda.
2. Apa yang menyebabkan politik pintu terbuka?
Pemberlakuan politik pintu terbuka tidak dapat dipisahkan dari peran para golongan liberalis dan humanitaris yang menentang sistem tanam paksa.
3. Apa dampak politik pintu terbuka?
Beberapa dampak positif adanya politik ini, yaitu:
- Penghapusan sistem tanam paksa.
- Pendirian pabrik dan perkebunan.
- Pembangunan fasilitas perhubungan dan irigasi.
- Masyarakat mengenal arti penting uang.
- Munculnya politik etis.
Sementara itu, dampak negatif dari politik tersebut, yaitu:
- Rakyat tetap miskin dan menderita.
- Ekspolitasi lahan dan tenaga rakyat secara besar-besaran.
- Kehidupan masyarakat merosot tajam.
- Matinya industri maupun usaha pribumi.
Sumber
- Anonim (1981). Laporan-Laporan tentang Gerakan Protes di Jawa pada Abad ke-XX. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.
- Booth, Anne (1980). Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: Gramedia.
- Breman, Jan (1989). The Shattered Image: Construction and Deconstruction of the Village in Colonial Asia. Amsterdam: CASA.
- Geertz, Clifford (1976). Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta: Bhratara K.A.
- Hakim, Cecep Lukmanul (2018). Politik Pintu Terbuka: Undang-Undang Agraria dan Perkebunan Teh di Daerah Bandung Selatan 1870–1929. Ciamis: Vidya Mandiri.
- Branden, Frederiks J.G., dkk (1888). Wolter Robert Baron van Hoëvell. Amsterdam: LJ Veen.
- Makfi, Samsudar (2019). Masa Penjajahan Kolonial. Singkawang: Maraga Borneo Tarigas.
Penulis: Fandy Aprianto Rohman
- Konsep Ruang dalam Sejarah
- Manusia Terbuat dari Apa
- Mitos Dewa Matahari
- Perkembangan Sosiologi di Eropa
- Perkembangan Teknologi Komunikasi
- Penyebab Hancurnya Daulah Abbasiyah
- Peran Indonesia dalam KAA
- Politik Pintu Terbuka
- Sejarah Kabah
- Sejarah Matematika
- Sejarah Musik Klasik
- Sejarah Perkembangan IPTEK di Indonesia
- Sejarah Perkembangan Geografi
- Sejarah Revolusi Prancis
- Sejarah Senam
- Sejarah Taj Mahal
- Sejarah Wayang
- Tokoh Penjelajah Samudra dari Belanda
- Tokoh Penjelajah Samudra dari Inggris
- Tokoh Penjelajah Samudra dari Portugis
- Tokoh Penjelajah Samudra dari Spanyol
- Warisan Budaya Indonesia yang Diakui UNESCO
- Warisan Budaya Tak Benda