Hai, Grameds! Pernah dengar tentang masa Orde Lama dan berbagai peristiwa yang terjadi saat itu? Di balik sejarah panjangnya, masa Orde Lama ternyata menyimpan banyak kisah penyimpangan yang berdampak besar bagi Indonesia. Kali ini, Gramin bakal mengajak kamu menelusuri faktor-faktor yang melatarbelakangi penyimpangan di era tersebut, dampaknya bagi masyarakat, serta pelajaran berharga yang bisa kita ambil. Yuk, kita pahami bersama bagaimana peristiwa ini membentuk perjalanan bangsa kita!
Daftar Isi
Latar Belakang dan Kondisi Sosial-Politik Orde Lama
Grameds! Saat Indonesia baru merdeka, bangsa ini memasuki masa yang penuh tantangan dalam membangun jati diri sebagai negara baru. Masa Orde Lama adalah salah satu era yang penting dalam perjalanan bangsa, dengan segala dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang mewarnainya.
Pada masa Orde Lama (1945–1965), Indonesia berjuang keras untuk menstabilkan kehidupan politik dan sosial. Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia mengalami tantangan besar, seperti membangun sistem pemerintahan yang kokoh, mengatasi ketimpangan ekonomi, dan meredam konflik ideologi yang sedang berkembang. Berikut Kondisi Sosial-Politik Orde Lama:
1. Ketidakstabilan Politik
Masa Orde Lama ditandai dengan ketidakstabilan politik yang cukup tinggi. Perubahan sistem pemerintahan dari parlementer ke presidensial menunjukkan bagaimana Indonesia berupaya mencari sistem terbaik untuk memerintah negara. Namun, kondisi politik sering kali mengalami pergolakan akibat persaingan antarpartai dan berbagai aliran ideologi yang berusaha mengambil peran dalam pemerintahan.
2. Konflik Ideologi yang Tajam
Pada masa ini, ada tiga kekuatan ideologi utama yang bersaing, yaitu nasionalis, agama, dan komunis. Masing-masing ideologi ini memiliki basis massa yang kuat, dan persaingan di antara mereka menciptakan ketegangan yang besar di masyarakat. Konflik ideologi ini sering kali menjadi akar dari berbagai peristiwa yang mempengaruhi stabilitas nasional.
3. Kondisi Ekonomi yang Rentan
Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang besar, termasuk inflasi tinggi, ketergantungan pada ekspor komoditas primer, dan kurangnya investasi. Pada tahun-tahun awal kemerdekaan, ekonomi Indonesia sangat rentan karena belum memiliki infrastruktur yang memadai. Inflasi tinggi pada akhir 1950-an hingga awal 1960-an memperburuk kondisi, mengakibatkan harga barang naik drastis dan menurunkan daya beli masyarakat.
4. Sentralisasi Kekuasaan oleh Pemerintah Pusat
Pemerintahan di masa Orde Lama cenderung terpusat pada figur Presiden Sukarno. Sentralisasi kekuasaan ini dimaksudkan untuk menjaga kesatuan negara di tengah berbagai tantangan, tetapi di sisi lain menimbulkan ketergantungan yang besar pada satu pusat kekuasaan. Hal ini mempersempit ruang demokrasi dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan.
5. Kehidupan Sosial yang Dipenuhi Gerakan Nasionalisme
Nasionalisme menjadi semangat utama yang mendorong masyarakat untuk mendukung program pemerintah. Pada masa itu, Sukarno mengembangkan konsep “Nasakom” (Nasionalis, Agama, Komunis) sebagai upaya menyatukan berbagai ideologi. Namun, gerakan ini menciptakan kebingungan dan ketegangan di kalangan rakyat karena setiap aliran ideologi memiliki pandangan yang berbeda.
Grameds, kondisi sosial-politik pada masa Orde Lama merupakan masa yang penuh tantangan dan ketidakstabilan. Faktor-faktor seperti ketegangan ideologi, kondisi ekonomi yang sulit, dan sentralisasi kekuasaan menciptakan situasi yang rawan dan dinamis. Pemahaman akan latar belakang ini penting untuk memahami langkah-langkah yang diambil pemerintah Orde Lama serta dampaknya bagi perjalanan bangsa hingga saat ini.
Faktor-Faktor yang Mendorong Terjadinya Penyimpangan
Grameds! Di masa Orde Lama, Indonesia menghadapi situasi yang penuh tantangan. Sejumlah faktor berperan besar dalam terjadinya penyimpangan pada masa itu, yang mempengaruhi perjalanan sejarah bangsa hingga kini.
Masa Orde Lama ditandai dengan berbagai konflik internal dan pengaruh eksternal yang menciptakan ketidakstabilan. Faktor-faktor ini berperan dalam mendorong terjadinya penyimpangan dalam sistem politik dan pemerintahan. Berikut beberapa faktor utama yang mendorong penyimpangan di masa Orde Lama. Berikut Faktor-Faktor Penyebab Penyimpangan pada Masa Orde Lama:
1. Konflik Ideologi yang Tajam
Tiga ideologi besar — nasionalis, agama, dan komunis — bersaing memperebutkan pengaruh dalam pemerintahan. Konflik antara kelompok-kelompok ini menciptakan ketegangan yang sering kali menyebabkan instabilitas politik. Persaingan ideologi ini menjadi sumber utama konflik dan mendorong munculnya keputusan-keputusan yang kurang demokratis demi mempertahankan kekuasaan.
2. Ketidakstabilan Politik yang Berkelanjutan
Sistem politik di masa Orde Lama sering mengalami perubahan, seperti perpindahan dari sistem parlementer ke presidensial. Ketidakstabilan ini membuat pemerintah sering kali mengambil langkah-langkah yang kontroversial untuk menjaga stabilitas negara. Selain itu, kondisi ini memberikan kesempatan bagi kelompok-kelompok tertentu untuk menguasai pemerintahan melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
3. Sentralisasi Kekuasaan
Presiden Sukarno memusatkan kekuasaan di tangannya dengan harapan dapat memperkuat kesatuan dan stabilitas nasional. Namun, sentralisasi ini juga menimbulkan penyimpangan dalam bentuk kontrol penuh dari pusat, yang sering kali mengabaikan suara rakyat dan peran lembaga lain. Kekuatan yang sangat terpusat memungkinkan tindakan-tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
4. Pengaruh Pihak Asing
Masa Orde Lama adalah masa di mana Indonesia sering menjadi medan tarik-menarik kekuatan asing, khususnya antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, dalam konteks Perang Dingin. Pengaruh ini mempengaruhi kebijakan politik Indonesia dan menimbulkan ketergantungan pada bantuan ekonomi dan militer dari blok-blok kekuatan tersebut. Campur tangan asing ini seringkali memicu ketegangan internal, sehingga pemerintah mengambil langkah-langkah drastis yang mengarah pada penyimpangan.
Nah Grameds, penyimpangan pada masa Orde Lama tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan dipicu oleh berbagai faktor yang kompleks. Konflik ideologi, ketidakstabilan politik, sentralisasi kekuasaan, dan pengaruh pihak asing semuanya berkontribusi dalam menciptakan kondisi yang rentan terhadap penyimpangan.
Bentuk-Bentuk Penyimpangan yang Terjadi pada Masa Orde Lama
Grameds! Di masa Orde Lama, Indonesia mengalami berbagai bentuk penyimpangan yang mencerminkan situasi politik yang penuh tantangan. Mulai dari penyalahgunaan kekuasaan hingga pembatasan kebebasan berbicara, penyimpangan-penyimpangan ini berdampak besar pada kehidupan masyarakat.”
Masa Orde Lama adalah periode dimana pemerintah seringkali mengambil langkah-langkah yang mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi. Beberapa bentuk penyimpangan ini menjadi sorotan dalam sejarah karena berdampak pada hak-hak rakyat dan kebebasan publik. Berikut Bentuk-Bentuk Penyimpangan pada Masa Orde Lama:
1. Penyalahgunaan Kekuasaan
Sentralisasi kekuasaan pada Presiden Sukarno menciptakan kondisi di mana kekuasaan sering disalahgunakan. Misalnya, kekuatan militer dan lembaga pemerintahan di bawah kontrol ketat pemerintah pusat, yang mengakibatkan ketidakseimbangan kekuasaan. Langkah ini diambil dengan alasan menjaga stabilitas negara, tetapi sering kali menghasilkan kebijakan yang mengabaikan partisipasi dan kritik dari rakyat.
2. Kontrol Ketat terhadap Media dan Kebebasan Berbicara
Pemerintah Orde Lama menerapkan kontrol yang sangat ketat terhadap media. Surat kabar, radio, dan media lain diatur untuk mendukung program pemerintah tanpa memberikan ruang bagi kritik atau opini yang berbeda. Pembatasan ini dilakukan untuk menjaga citra negara dan mengontrol informasi yang disebarkan kepada masyarakat, tetapi pada saat yang sama membatasi kebebasan berbicara dan menghambat demokrasi.
3. Pengabaian terhadap Hak-Hak Rakyat
Hak-hak rakyat, seperti kebebasan berpendapat dan berkumpul, sering kali diabaikan demi mempertahankan stabilitas politik. Perbedaan pendapat dengan pemerintah dianggap sebagai ancaman, dan mereka yang menentang pemerintah sering kali menghadapi tekanan atau hukuman. Tindakan ini menghalangi masyarakat dari berperan aktif dalam pengambilan keputusan dan mencegah berkembangnya demokrasi.
Nah Grameds, bentuk-bentuk penyimpangan pada masa Orde Lama ini memberikan gambaran tentang tantangan yang dihadapi Indonesia saat itu. Penyalahgunaan kekuasaan, pembatasan kebebasan, dan pengabaian hak rakyat menciptakan ketegangan dalam masyarakat.
Dampak Penyimpangan terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Grameds! Pernahkah membayangkan bagaimana dampak penyimpangan di masa Orde Lama terhadap masyarakat Indonesia? Dampak tersebut sangat besar, tidak hanya pada stabilitas politik, tetapi juga pada kehidupan sosial dan ekonomi rakyat.”
Penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Lama berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan. Sentralisasi kekuasaan, kontrol terhadap media, dan pembatasan hak-hak rakyat menciptakan keresahan dan ketidakstabilan yang dirasakan hingga lapisan masyarakat terbawah. Berikut ini beberapa dampak signifikan penyimpangan tersebut. Berikut Dampak Penyimpangan pada Kehidupan Sosial dan Ekonomi:
1. Masalah Ekonomi dan Inflasi Tinggi
Penyalahgunaan kekuasaan dan kebijakan ekonomi yang tidak efektif menyebabkan ketidakstabilan ekonomi. Inflasi yang tinggi membuat harga-harga kebutuhan pokok melambung, sehingga daya beli masyarakat menurun. Kondisi ini sangat menyulitkan, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
2. Ketidakpercayaan Publik terhadap Pemerintah
Kontrol ketat terhadap media dan pembatasan kebebasan berbicara menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. Rakyat merasa bahwa informasi yang disampaikan pemerintah tidak transparan dan sering kali dipenuhi propaganda. Ketidakpercayaan ini mengganggu hubungan antara pemerintah dan masyarakat, sehingga terjadi keterasingan antara rakyat dan pemimpin mereka.
3. Keresahan Sosial akibat Konflik Ideologi
Dengan adanya konflik ideologi yang tajam dan pembatasan hak untuk berekspresi, masyarakat merasa terbatas dalam menyuarakan pandangan. Keresahan sosial meningkat, terutama di kalangan kelompok yang merasa terpinggirkan atau ditekan. Situasi ini memicu berbagai konflik sosial yang sering kali berujung pada kekerasan atau perpecahan di masyarakat.
4. Penurunan Moral dan Rasa Solidaritas Sosial
Pembatasan kebebasan dan hak-hak dasar mengurangi rasa solidaritas dan kepedulian di antara masyarakat. Rasa takut akan tekanan dari pemerintah membuat masyarakat cenderung tertutup dan enggan menyuarakan pendapat mereka, yang menyebabkan menurunnya rasa persatuan di tengah masyarakat.
5. Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi
Ketidakstabilan politik dan keresahan sosial berdampak negatif pada investasi dan pembangunan. Banyak investor merasa enggan untuk menanamkan modal di Indonesia, dan pembangunan ekonomi menjadi terhambat. Dampaknya, angka pengangguran meningkat, dan banyak proyek pembangunan yang tidak berjalan lancar.
Grameds, penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Lama memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia. Masalah ekonomi, ketidakpercayaan terhadap pemerintah, dan keresahan sosial menunjukkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan kekuasaan dan hak-hak rakyat. Pembelajaran dari masa lalu ini memberikan gambaran bagi masa depan tentang pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam menciptakan pemerintahan yang stabil dan sejahtera.
Reaksi dan Perlawanan dari Masyarakat dan Tokoh Nasional
Grameds! Di masa Orde Lama, ketika berbagai penyimpangan terjadi, masyarakat dan tokoh-tokoh nasional tidak tinggal diam. Mereka melakukan berbagai upaya untuk menyuarakan kebenaran dan menentang penyalahgunaan kekuasaan demi mempertahankan keadilan dan hak-hak rakyat.
Reaksi dan perlawanan terhadap penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Lama datang dari berbagai pihak, termasuk tokoh nasional, kelompok sosial, dan kalangan masyarakat yang peduli dengan nasib bangsa. Berikut adalah beberapa bentuk perlawanan yang menunjukkan keteguhan masyarakat dalam memperjuangkan keadilan. Berikut Upaya Perlawanan Masyarakat dan Tokoh Nasional:
1. Gerakan Mahasiswa dan Pemuda
Mahasiswa dan pemuda memainkan peran penting dalam menyuarakan perlawanan. Demonstrasi dan protes diadakan sebagai bentuk penolakan terhadap berbagai kebijakan yang dinilai merugikan rakyat. Gerakan mahasiswa ini menekankan pentingnya transparansi dan kebebasan berpendapat serta menuntut adanya perubahan dalam pemerintahan.
2. Organisasi Sosial dan Serikat Pekerja
Beberapa organisasi sosial dan serikat pekerja turut serta dalam menuntut perbaikan kondisi sosial dan ekonomi. Mereka menyuarakan hak-hak buruh dan mengadakan aksi protes untuk menuntut kebijakan yang lebih pro-rakyat. Gerakan ini menunjukkan bahwa masyarakat dari berbagai kalangan bersatu untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang terpinggirkan.
3. Perjuangan Tokoh-Tokoh Nasional
Tokoh nasional, seperti para intelektual, pemimpin partai, dan tokoh agama, turut menentang penyimpangan yang terjadi. Mereka berani mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil dan mendukung gerakan protes yang bertujuan mengembalikan keseimbangan kekuasaan. Tokoh-tokoh ini sering menjadi inspirasi bagi masyarakat dalam menghadapi situasi yang sulit.
4. Pers Sebagai Suara Rakyat
Meski menghadapi kontrol ketat, beberapa media dan jurnalis tetap berusaha menyampaikan fakta dan suara rakyat. Dengan cara yang hati-hati, mereka menyuarakan kondisi sebenarnya yang terjadi di masyarakat dan menyoroti penyimpangan pemerintah. Pers menjadi alat penting dalam melawan penindasan terhadap kebebasan berbicara dan menyuarakan kebutuhan rakyat.
5. Gerakan Politik di Luar Pemerintahan
Partai-partai dan organisasi politik di luar pemerintahan turut menggalang dukungan untuk menentang kebijakan pemerintah. Beberapa tokoh politik memilih bergabung dalam pergerakan ini sebagai bentuk perjuangan politik non-pemerintah yang menuntut reformasi dan perubahan.
Grameds, reaksi dan perlawanan dari masyarakat dan tokoh nasional menunjukkan semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam menghadapi penyimpangan di masa Orde Lama. Gerakan sosial, protes, dan perjuangan politik memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga hak-hak rakyat dan transparansi pemerintahan. Upaya-upaya ini bukan hanya bentuk keberanian, tetapi juga komitmen untuk masa depan yang lebih adil dan demokratis.
Akhir dari Orde Lama dan Peralihan ke Orde Baru
Grameds, masa Orde Lama yang penuh dengan dinamika akhirnya mencapai titik akhir pada pertengahan 1960-an. Sejumlah peristiwa besar mengiringi jatuhnya Orde Lama dan menandai lahirnya era baru yang kita kenal sebagai Orde Baru.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap kepemimpinan di masa Orde Lama mencapai puncaknya seiring dengan masalah ekonomi yang kian memburuk, ketidakstabilan politik, serta ketegangan ideologi yang semakin kuat. Rangkaian peristiwa ini menjadi pemicu utama yang membawa Indonesia memasuki babak baru dalam sejarahnya. Berikut Peristiwa-Peristiwa yang Mengakhiri Masa Orde Lama:
1. Ketidakpuasan Rakyat yang Meningkat
Kondisi ekonomi yang memburuk akibat inflasi tinggi dan harga kebutuhan pokok yang terus melambung membuat masyarakat semakin kecewa terhadap pemerintahan. Kesulitan hidup ini memicu ketidakpuasan di kalangan rakyat, terutama karena kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak efektif dan hanya memperparah situasi.
2. Gerakan Mahasiswa 1966 dan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat)
Gerakan mahasiswa menjadi salah satu kekuatan utama dalam menentang pemerintah Orde Lama. Pada awal tahun 1966, mahasiswa menggalang demonstrasi besar-besaran di berbagai kota, mengusung Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yang berisi tuntutan agar pemerintah membubarkan PKI (Partai Komunis Indonesia), melakukan reshuffle kabinet, dan menurunkan harga. Gerakan mahasiswa ini menggugah kesadaran banyak pihak bahwa perubahan harus segera dilakukan.
3. Peristiwa G30S (Gerakan 30 September) dan Dampaknya
Peristiwa G30S yang terjadi pada akhir September 1965 menjadi titik kritis yang mempercepat runtuhnya Orde Lama. Kudeta ini diikuti oleh tindakan militer yang dipimpin oleh Soeharto untuk menumpas gerakan tersebut. Peristiwa ini membawa dampak besar bagi politik Indonesia, termasuk melemahnya kekuasaan Presiden Sukarno dan meningkatnya pengaruh Soeharto dalam pemerintahan.
4. Peralihan Kekuasaan ke Soeharto
Dengan semakin lemahnya posisi Presiden Sukarno dan meningkatnya tekanan dari berbagai pihak, Soeharto akhirnya mengambil alih kekuasaan pada tahun 1966 melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Surat ini memberikan kewenangan kepada Soeharto untuk menjaga stabilitas negara, yang pada akhirnya menandai awal dari masa Orde Baru.
Grameds, runtuhnya Orde Lama terjadi karena gabungan antara krisis ekonomi, ketidakpuasan rakyat, gerakan mahasiswa, dan peristiwa G30S yang mengguncang pemerintahan. Peralihan kekuasaan ke Soeharto mengantarkan Indonesia ke era Orde Baru yang menjanjikan stabilitas politik dan ekonomi. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya keseimbangan dalam kepemimpinan dan ketanggapan pemerintah terhadap kebutuhan rakyat.
Kesimpulan
Grameds, memahami peristiwa-peristiwa yang mengakhiri Orde Lama memberikan kita pelajaran berharga tentang pentingnya stabilitas, kepercayaan publik, dan tanggung jawab pemerintah. Dengan mengetahui faktor-faktor yang memicu perubahan besar ini, kita bisa lebih menghargai arti demokrasi dan peran rakyat dalam pemerintahan. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan sejarah kita. Sampai jumpa di artikel berikutnya!
Penulis: Hafizh
Rekomendasi Buku Terkait
Buku #1 dari Trilogi Tonggak-Tonggak Orde Baru: The Untold Story: Jatuh-Bangun Strategi Pembangunan
Mulai dari masa peralihan Orde Lama ke Orde Baru, strategi pembangunan, program, dan gangguan Kabinet, Pembangunan hingga Revolusi Perpajakan, Tonggak-Tonggak Orde Baru: Jatuh Bangun Strategi Pembangunan mengangkat hal-hal yang perlu kita cermati dan reflek – sikan bersama dalam memperkuat simpul jalin keindo-nesiaan guna menghadapi masa depan.
“Pembelahan berdasarkan kelompok identitas yang bernuansa SARA harus bisa segera dihentikan dan jangan dibiarkan berlarut-larut, karena akibatnya bisa jauh lebih besar dibandingkan pembelahan tahun 1965.”
Prof. Dr. H. Salim Haji Said, M.A., M.A.I.A. – Guru Besar Universitas Pertahanan
“Setelah Orde Baru berakhir, Reformasi menggelora, hampir tanpa koordinasi. Tiba-tiba kita menyadari terbang tinggi bagai layang-layang yang terlepas. Meski dalam suasana hati seperti ini, saya yakin bahwa penulis tetap berpedoman ‘sine ira et studio’ (tanpa amarah dan keberpihakan), karena sebagai wartawan, hal itu sudah menjadi pedoman kerjanya selama bertahun-tahun.”
Richard Haryosaputro – Wartawan Senior
Jalan Demokrasi
Membicarakan jalan demokrasi pengalaman Indonesia, Turki, dan Mesir, meskipun dunia telah memasuki era demokrasi sebagaimana ditulis oleh Fukuyama. Banyak rezim non-demokratis terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang masih bertahan. Menurut brookers, ada empat alasan yang menjadi penyebabnya: Pertama, gelombang demokratisasi kehilangan momentumnya pada awal 1990-an, sehingga menyisakan sejumlah rezim non-demokratis. Kedua, kembalinya sejumlah rezim non-demokratis ke tampuk kekuasaan di awal abad ke-21. Ketiga, rezim non-demokratis telah memainkan peranan penting dalam politik dan pemerintahan dalam berbagai bentuknya. Keempat, peran penting yang dimainkan oleh negara-negara non-demokratis dalam bidang politik dan ekonomi, baik secara regional maupun global.
Meskipun telah mengantarkan Dunia Barat mencapai puncak kemajuan dan kemakmuran. Sedangkan di lain pihak demokrasi masih memiliki kekurangan. Bagi dunia islam, demokrasi menjadi sebuah peluang untuk memberikan kontribusi. Syura’ yang menghadirkan Tuhan dan memperhatikan aspek akhlak, etika dan moral memberikan warna atas demokrasi yang yang dijalankan oleh barat. Belum lagi, kemajuan pemerintahan Islam sejak akhir abad ke-7, bisa menjadi modal atau aset kesejarahan yang menjadi inspirasi dalam menjalankan demokrasi. Tentunya sangat menarik ketika membandingkan Indonesia, Turki dan Mesir yang telah memilih jalan demokrasi. Hingga muncul pertanyaan, apakah ketiga negara ini telah memberikan kemakmuran dan kemajuan sebagaimana negara Barat menjalankan demokrasi? Apakah kemakmuran dan kemajuan yang didapatkan oleh negara-negara yang selama ini memilih jalan demokrasi sudah diraih oleh ketiganya atau salah satu di antaranya?
Negara, Media, dan Jurnalisme di Indonesia Pasca-Orde Baru
Buku ini merefleksikan berbagai persoalan media dan jurnalisme yang kompleks pascarezim Orde Baru. Di dalamnya terdapat empat klaster pemikiran yang setidaknya ingin menggambarkan wilayah kerja aktivisme penulis antara tahun
2000-2019, yaitu persoalan kebijakan komunikasi, media alternatif, penyiaran, jurnalisme, dan kode etik.
Membaca buku ini membuat kita terseret ke masa lalu, seraya melihat ulang potret kemerdekaan pers dan jurnalistik pada periode awal pasca-1998 hingga 2019. Masa-masa itu merupakan era transisi dari pers konvensional yang kemudian menentukan arah bagi periode selanjutnya, yakni pers digital.
Ninik Rahayu
Ketua Dewan Pers, 2022-2025
Buku ini adalah menawarkan sebuah kaleidoskop tentang perjalanan pelembagaan dan pelaksanaan kebebasan pers dan demokratisasi penyiaran di Indonesia sejak Reformasi 1998 hingga sekarang. Dengan membacanya, kita akan mengetahui pada sisi mana Indonesia mencapai kemajuan, dan pada sisi mana Indonesia justru mengalami kemunduran. Sebuah buku yang layak dibaca dan penting!
Agus Sudibyo
Ketua Dewan Pengawas TVRI, 2023-2028
Pada sejumlah artikelnya, Prof. Masduki memberikan masukan atau tawaran solusi atas permasalahan yang terjadi. Buku ini seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah, parlemen, regulator media, profesional media, jurnalis, aktivis masyarakat sipil, dosen, dan siapa pun yang mau belajar memahami media dan jurnalisme sekaligus menginginkan kondisi media dan jurnalisme yang lebih baik di Indonesia.
Dr. Nina Mutmainnah
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI,
pegiat Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP)
Buku ini merupakan potret penting bagi komunitas pers. Setidaknya, untuk melihat kembali bahwa tidak banyak perubahan kemerdekaan pers dalam satu dekade terakhir, yakni pada periode 2000-2019. Pers memang lepas dari cengkeraman pemerintah Orde Baru, tetapi pers kemudian terjerat kembali oleh kepentingan ekonomi lainnya atau oligarki media.
Sasmito Madrim
Ketua Umum AJI Indonesia, 2021-2024
- Dewi Sartika
- Fatmawati
- Contoh Historiografi Kolonial
- Kelebihan dan Kekurangan Orde Lama
- Kelebihan Masa Orde Lama
- Kolonialisme dan Imperialisme: Dampaknya yang Masih Terasa Hingga Kini
- Pahlawan dari Sumatera Barat
- Pahlawan dari Sumatera Utara
- Peninggalan Hindu Budha
- Penyimpangan pada Masa Orde Lama
- Perbedaan BPUPKI dan PPKI
- Perbedaan Kolonialisme dan Imperialisme