Politik Ekonomi

Politik Identitas: Pengertian, Dampak Negatif, dan Contohnya!

Written by Laila

Istilah politik identitas mungkin sudah akrab di telingamu, terutama dalam perbincangan seputar pemilu atau isu-isu sosial. Sederhananya, politik identitas adalah penggunaan identitas kelompok seperti agama, etnis, atau ras untuk meraih dukungan politik. Meskipun terdengar biasa, politik identitas bisa membawa dampak negatif yang cukup serius jika tidak dikelola dengan bijak. Di artikel ini, kita akan mengupas lebih dalam tentang apa itu politik identitas, dampak negatif yang bisa muncul, dan beberapa contohnya yang mungkin pernah kamu temui di sekitar kita. Yuk, kita bahas lebih lanjut!

 

Pengertian Politik Identitas

Politik identitas adalah  strategi politik di mana identitas kelompok tertentu—seperti agama, etnis, ras, gender, atau orientasi seksual, digunakan sebagai dasar untuk mobilisasi politik dan pembentukan aliansi. Dalam konteks ini, identitas kelompok menjadi alat utama untuk mendapatkan dukungan, membentuk loyalitas, dan bahkan membangun kekuatan politik.

Politik identitas muncul dari kebutuhan individu dan kelompok untuk diakui dan diperjuangkan dalam ruang politik yang lebih luas. Dalam masyarakat yang beragam, identitas sering kali menjadi faktor pemersatu yang kuat, memungkinkan kelompok-kelompok tertentu untuk menuntut hak-hak mereka, melawan diskriminasi, atau mempromosikan keadilan sosial.

Namun, politik identitas juga dapat memiliki sisi negatif jika digunakan secara eksklusif atau manipulatif. Ketika identitas kelompok dijadikan satu-satunya landasan untuk membedakan “kami” dan “mereka”, hal ini bisa menciptakan polarisasi sosial dan memperburuk ketegangan antar kelompok. Dalam kasus ekstrim, politik identitas dapat mengarah pada diskriminasi, konflik, dan perpecahan dalam masyarakat.

Oleh karena itu, meskipun politik identitas memiliki potensi untuk memperkuat kesadaran akan keadilan dan hak asasi, penting untuk diingat bahwa penggunaannya harus selalu diarahkan pada tujuan yang inklusif dan konstruktif, bukan untuk memperdalam jurang perbedaan atau memecah belah komunitas.

 

Dampak Negatif Politik Identitas

(Sumber foto: pexels.com)

Meskipun politik identitas bisa menjadi alat yang efektif untuk memperjuangkan hak dan keadilan, penggunaannya yang tidak bijak atau berlebihan dapat membawa dampak negatif yang signifikan. Berikut beberapa dampak negatif dari politik identitas:

1. Polarisasi Sosial

Politik identitas cenderung membagi masyarakat ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan identitas tertentu, seperti agama, etnis, atau ras. Ketika identitas ini dijadikan dasar utama untuk politik, masyarakat dapat terpecah menjadi “kami” versus “mereka”. Polarisasi ini dapat memperburuk hubungan antar kelompok, menciptakan ketidakpercayaan, dan memicu konflik sosial.

2. Diskriminasi dan Eksklusivisme

Ketika politik identitas digunakan secara eksklusif, kelompok mayoritas atau dominan dapat merasa superior dan mulai mendiskriminasi kelompok minoritas. Ini dapat menyebabkan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif, di mana hak-hak kelompok minoritas diabaikan atau bahkan dilanggar. Eksklusivisme ini menghambat terciptanya masyarakat yang inklusif dan adil.

3. Penguatan Stereotip dan Prasangka

Politik identitas sering kali memperkuat stereotip dan prasangka terhadap kelompok lain. Misalnya, kelompok tertentu bisa dianggap homogen dan diberi label tertentu, baik positif maupun negatif. Stereotip ini dapat mengurangi pemahaman antar kelompok dan memperdalam prasangka, yang pada gilirannya memperkuat ketegangan sosial.

4. Pemanfaatan untuk Kepentingan Politik Sempit

Politik identitas bisa dimanipulasi oleh para elit politik untuk meraih kekuasaan. Mereka mungkin mengeksploitasi perasaan identitas kelompok untuk membangun dukungan, bahkan jika itu berarti memperburuk ketegangan sosial. Kepentingan politik sempit ini sering kali mengabaikan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

5. Kerentanan terhadap Konflik Kekerasan

Dalam beberapa kasus, politik identitas yang ekstrem dapat memicu konflik kekerasan. Ketika kelompok-kelompok yang berbeda merasa bahwa identitas mereka terancam atau dipinggirkan, mereka mungkin mengambil tindakan radikal untuk membela diri. Ini dapat memicu konflik yang melibatkan kekerasan, bahkan perang saudara, seperti yang terjadi di beberapa negara yang sangat terpolarisasi oleh identitas.

6. Melemahkan Solidaritas Nasional

Fokus yang berlebihan pada politik identitas dapat melemahkan rasa kebangsaan atau solidaritas nasional. Alih-alih melihat diri sebagai bagian dari satu bangsa dengan tujuan bersama, individu dan kelompok mungkin lebih mengutamakan identitas kelompok mereka. Hal ini dapat mengganggu usaha untuk membangun kesatuan nasional dan stabilitas politik yang diperlukan untuk kemajuan negara.

 

Secara keseluruhan, meskipun politik identitas memiliki potensi untuk memberdayakan kelompok-kelompok tertentu, dampak negatifnya tidak boleh diabaikan. Untuk menghindari kerugian ini, politik identitas harus dikelola dengan bijak, dengan fokus pada inklusivitas, persatuan, dan penghargaan terhadap keberagaman.

Kontestasi Politik Identitas

Buku ini berusaha melihat sejumlah faktor yang memengaruhi munculnya konflik dalam proses kontestasi. Buku ini berusaha mengenali akar persoalan yang sifatnya konfliktual dan kemudian mencari resolusinya. Konteks pembahasan buku ini tentu Indonesia secara umum, kemudian dikerucutkan pada persoalan pilkada di mana masing-masing daerah memiliki sejumlah karakteristik lokalitas yang tentunya berbeda dan unik, sehingga konflik yang muncul di suatu daerah tidak berarti sama tipologi dan penyebabnya dengan daerah lain. Kepada daerah yang selama ini dianggap berhasil dalam proses penyelenggaraan pilkada dalam arti tidak ada riak-riak konflik yang merusak tatanan demokrasi. Potensi konflik berlatar politik kontestasi akan selalu menjadi ancaman dan upaya mengatasinya tidak berarti dengan mudah dilakukan.

 

Contoh Politik Identitas

(Sumber foto: pexels.com)

Politik identitas dapat terlihat dalam berbagai konteks di seluruh dunia, mulai dari kampanye politik hingga kebijakan publik. Berikut adalah beberapa contoh nyata dari politik identitas yang telah terjadi di berbagai tempat:

1. Pemilu dan Kampanye Politik Berdasarkan Agama

Di beberapa negara, politik identitas sering muncul dalam bentuk kampanye politik yang berfokus pada agama tertentu. Misalnya, partai politik yang mengklaim mewakili kepentingan umat Islam, Kristen, atau agama lainnya sering kali menggunakan identitas agama untuk mendapatkan dukungan dari pemilih. Mereka mungkin berjanji untuk memperjuangkan nilai-nilai agama tersebut atau melindungi hak-hak pemeluk agama tertentu. Contoh ini bisa dilihat dalam kampanye-kampanye di negara-negara dengan populasi yang sangat religius, di mana partai-partai menggunakan simbol dan retorika agama untuk menarik suara.

2. Gerakan Hak Sipil di Amerika Serikat

Pada tahun 1960-an, gerakan hak sipil di Amerika Serikat adalah contoh penting dari politik identitas. Kelompok-kelompok Afrika-Amerika berjuang melawan diskriminasi rasial dan segregasi dengan mengidentifikasi diri mereka berdasarkan ras dan memperjuangkan hak-hak mereka sebagai warga negara. Martin Luther King Jr. dan Malcolm X adalah dua tokoh yang menggunakan politik identitas untuk memperjuangkan kesetaraan rasial, meskipun dengan pendekatan yang berbeda.

3. Gerakan Feminisme

Feminisme adalah contoh lain dari politik identitas di mana identitas gender, khususnya perempuan, menjadi dasar perjuangan politik. Sejak abad ke-19 hingga sekarang, gerakan feminis telah memperjuangkan hak-hak perempuan, termasuk hak untuk memilih, hak atas pendidikan, hak reproduksi, dan kesetaraan gender. Feminisme menggunakan identitas gender sebagai landasan untuk menuntut perubahan sosial dan politik yang lebih adil bagi perempuan.

4. Gerakan LGBT+

Gerakan LGBT+ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan lainnya) adalah contoh nyata dari politik identitas yang berfokus pada orientasi seksual dan identitas gender. Gerakan ini telah berjuang untuk hak-hak sipil, kesetaraan, dan pengakuan terhadap identitas LGBT+ di seluruh dunia. Perjuangan ini mencakup hak untuk menikah, anti-diskriminasi, dan hak-hak kesehatan, serta melawan kebijakan yang merugikan kelompok LGBT+.

5. Nasionalisme Etnis

Di beberapa negara, nasionalisme etnis menjadi bentuk politik identitas yang kuat. Misalnya, di Balkan pada 1990-an, identitas etnis menjadi pemicu utama konflik bersenjata. Negara-negara yang dulunya bagian dari Yugoslavia terpecah berdasarkan identitas etnis seperti Serbia, Kroasia, dan Bosnia, yang masing-masing ingin membentuk negara merdeka berdasarkan identitas etnis mereka sendiri. Ini adalah contoh bagaimana politik identitas dapat mengarah pada konflik yang sangat merusak.

6. Gerakan Otonomi Daerah

Di Indonesia, politik identitas juga muncul dalam bentuk gerakan otonomi daerah yang berfokus pada identitas etnis atau regional. Contohnya adalah gerakan di Papua, Aceh, atau Bali, di mana identitas lokal digunakan sebagai dasar untuk menuntut otonomi yang lebih besar atau bahkan kemerdekaan. Gerakan-gerakan ini sering kali didorong oleh perasaan bahwa identitas etnis atau regional mereka kurang diakui atau didiskriminasi oleh pemerintah pusat.

7. Politik Identitas dalam Kebijakan Pendidikan

Di beberapa negara, politik identitas juga memengaruhi kebijakan pendidikan. Misalnya, di Malaysia, kebijakan pendidikan sering kali dipengaruhi oleh identitas ras dan agama, dengan program khusus yang dirancang untuk kelompok tertentu, seperti Bumiputera. Ini bertujuan untuk mengangkat kelompok mayoritas dan minoritas tertentu dalam masyarakat, tetapi juga bisa memicu perdebatan tentang kesetaraan dan diskriminasi.

Setiap contoh di atas menunjukkan bagaimana politik identitas dapat muncul dalam berbagai bentuk dan konteks. Meskipun bisa menjadi alat untuk memperjuangkan keadilan dan hak-hak kelompok tertentu, politik identitas juga dapat menimbulkan tantangan, terutama jika digunakan untuk memecah belah masyarakat atau menimbulkan ketegangan sosial.

Politik Identitas: Dalam Perspektif Al-Qur`An dan Teori Modern

Agama bisa menjadi bagian sentral dari identitas seseorang. Kata agama berasal dari kata Latin yang berarti “mengikat.” Agama sebagai “sistem kepercayaan dan ritual yang terorganisir yang berpusat pada yang gaib” (Wallace, 2013). Menjadi anggota suatu agama sering kali berarti lebih dari sekadar berbagi keyakinan dan berpartisipasi dalam ritualnya. Politik dan agama merupakan dua hal berbeda yang sebenarnya tidak ada kaitan di dalamnya. Dua ranah tersebut memiliki wilayah masing-masing yang tidak ada hubungannya sama sekali. Namun di Indonesia, kedua hal ini sedang sangat diperbincangkan karena dijadikan sebuah politik identitas demi menggaet banyak suara karena mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama muslim. Framing-framing agama terus digaungkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Politik Aliran sesungguhnya adalah istilah yang netral. Menggambarkan secara sosiologis afiliasi politik pada satu kelompok berdasarkan pada kesamaan latar belakang; agama, ras, maupun ideologi. Namun dalam wacana politik mutakhir, terutama pasca Pilkada DKI 2017 mendapat makna peyoratif. Framing dan mendiskreditkan umat Islam. Kalau umat Islam memilih pemimpin berdasarkan latar belakang agama: Politik Aliran. Bila bukan Islam: itu bukan Politik Aliran. Sesimpel itu. Buku ini membahas mengenai politik identitas yang saat ini sedang marak digunakan sebagai cara berpolitik yang baru untuk meraup banyak dukungan.

 

Kesimpulan

Politik identitas memang bisa menjadi alat yang kuat dalam memperjuangkan hak dan keadilan bagi kelompok-kelompok tertentu, tetapi kamu juga perlu waspada terhadap dampak negatif yang bisa muncul jika digunakan secara berlebihan atau tidak bijak. Dari polarisasi sosial hingga diskriminasi, efeknya bisa sangat merugikan bagi masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan mengelola politik identitas dengan cara yang inklusif dan konstruktif. Dengan begitu, kita bisa membangun masyarakat yang lebih adil dan harmonis, di mana identitas kita dihargai tanpa harus memecah belah. Grameds, kamu bisa mempelajari lebih banyak terkait politik identitas melalui kumpulan buku politik yang tersedia di Gramedia.com.

Politik Identitas

Politik Identitas secara sederhana dimaknai sebagai strategi politik yang memfokuskan pada pembedaan dan pemanfaatan ikatan primordial sebagai kategori utamanya. Politik identitas dapat memunculkan toleransi dan kebebasan. Namun, di lain pihak politik identitas juga akan memunculkan pola-pola intoleransi, kekerasan verbal-fisik, dan pertentangan etnik dalam kehidupan.

Buku Politik Identitas ini merupakan kumpulan tulisan mengenai kajian politik identitas berisi problematika dan solusi masalah kebangsaan di era kekinian. Buku ini mengundang pembaca untuk kembali memikirkan rumah Indonesia agar nyaman dihuni bersama-sama oleh segenap anak bangsa dan warga dunia. Dengan semangat perdamaian, kesetaraan, kesuburan, dan kekeluargaan. Buku ini dapat dibaca oleh seluruh masyarakat yang ingin mengetahui tentang politik identitas. Selamat membaca!

About the author

Laila