Agama Islam

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah, Ini Penjelasan lengkapnya

sejarah muhammadiyah
Written by Yufi Cantika

Sejarah Muhammadiyah –  Apakah Grameds mengenal organisasi islam Muhammadiyah? Tepat sekali, siapa sih yang tidak kenal dengan organisasi islam yang satu ini. Dalam perjalanan perkembangannya, organisasi Muhammadiyah memiliki sejarah yang perlu Grameds ketahui. Dari sejarah Muhammadiyah kita dapat banyak belajar bagaimana ajaran agama islam bisa berkembang di Indonesia.

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

sejarah berdirinya muhammadiyahPada bulan Zulhijah atau 8 Dzulhijjah 1330 H, yakni 18 November 1912 adalah sebuah peristiwa penting bagi sejarah Muhammadiyah. Ini menandai lahirnya gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia yang mempelopori pemurnian dan pembaruan Islam di negara berpenduduk agama Islam terbesar  di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh Kyai reformis yang taat dan intelektual, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau dikenal juga Muhammad Darwis yang berasal dari kota santri Kauman Yogyakarta.

Kata “Muhammadiyah” secara harfiah berarti “orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad.” Penggunaan kata “Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menghubungkan (menisbahkan)  ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.

Penamaan tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma, memiliki arti sebagai berikut, “Dan tujuannya adalah untuk memahami dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan keteladanan Nabi Muhammad SAW agar  dapat menjalani kehidupan dunia selama yang diinginkannya. Oleh karena itu, ajaran Islam yang murni dan benar  dapat menginspirasi kemajuan umat Islam dan masyarakat Indonesia pada umumnya”.

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada saat awal berdirinya juga tidak terlepas dari  perjuangan pendirinya, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan. Setelah Kyai Dahlan berziarah ke tanah suci dan menetap untuk kedua kalinya pada tahun 1903, ia mulai menabur benih untuk pembaruan di Indonesia. Kyai Dahlan muncul dengan ide reformasi setelah belajar dengan para imam Indonesia yang tinggal di Mekah, seperti Syekh Ahmad Khatib di Minangkabau, Kyai Nawawi di Banten, Kyai Mas Abdullah di Surabaya, dan Kyai Faqih di Maskumambang.

Selain itu juga membaca pemikiran-pemikiran para pembaharu Islam seperti Ibnu Taimija, Muhammad bin Abduh Wahab, Jamaldin al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan membaca karya intelektual dan pertukaran selama tinggal di Arab Saudi serta  para pembaharu pemikiran Islam, Kyai Dahlan menabur benih-benih gagasan pembaruan. Jadi, sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan tidak konservatif dan justru membawa ide dan gerakan reformasi.

Embrio lahirnya sejarah Muhammadiyah sebagai  organisasi untuk mewujudkan ide-idenya adalah hasil interaksi dengan teman- temannya di organisasi Boedi Oetomo yang tertarik dengan tema-tema keagamaan, yakni R. Budi Harjo dan Sosros Gondo. Ide ini juga merupakan usulan dari salah satu santri Kyai Dahlan di Kweekschool Jetis. Di sana, Kyai mengajar agama di luar sekolah dan sering datang ke rumah Kyai, menyarankan agar kegiatan pendidikan yang diprakarsai oleh Kyai Dahlan tidak boleh diarahkan oleh Kyai sendiri. Melainkan melalui organisasi agar ada kesinambungan setelah kematian Kyai.

Menurut catatan sejarawan UGM Adaby Darban yang lahir di Kauman, nama “Muhammadiyah” awalnya diusulkan oleh kerabat sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan bernama Muhammad Sangidu. Ia adalah seorang Ketib Anom Keraton Yogyakarta dan juga salah satu tokoh pembaharuan yang menjadi penghulu Kraton Yogyakarta. Peristiwa tersebut menandakan bahwa pilihan  mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritual yang tinggi, yakni tradisi Kyai dan dunia pesantren.

BACA JUGA: Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia

Gagasan Berdirinya Muhammadiyah

gagasan berdirinya muhammadiyahGagasan  mendirikan organisasi Muhammadiyah, selain mewujudkan gagasan reformasi Kyai Dahlan, menurut Adam By Durban adalah mewadahi madrasah ibtidaiyah secara praktis dan sistematis yang dibangun pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut didirikan sebagai bentuk tindakan lanjutan dari kegiatan yang dilakukan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam yang dikembangkannya secara informal dan pengajaran pengetahuan umum di beranda rumahnya.

Berdasarkan tulisan Djarnawi Hadikusuma, tempat yang dibagun tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut adalah ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama yang tidak diselenggarakan di surau- surau seperti biasanya yang dilakukan umat Islam saat itu. Namun sekolah tersebut bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan dengan menggunakan meja dan papan tulis yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru. Selain itu disana juga diajarkan ilmu-ilmu umum.

Itulah sebabnya di tanggal 18 November 1912 Miladiyah atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”Muhammadiyah” di Yogyakarta. Organisasi islam  yang baru ini mengajukan pengesahannya tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” atau bentuk Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama di tahun 1912). Kemudian organisasi ini baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Statuten Muhammadiyah yang pertama bertanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912.

Maksud & Tujuan Didirikan Muhammadiyah

Maksud & Tujuan Didirikan MuhammadiyahMaksud didirikan organisasi islam ini adalah sebagai berikut:

  1. Menyebarkan pengajaran Agama islam berdasarkan panutan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta
  2. Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya, yakni memajukan pendidikan dan pembelajaran agama di Hindia Belanda
  3. Memajukan dan menikmati hidup (way of life) selama kehendak Islam mencapai akhir

Menurut Djarnawi Hadikusuma, kata-kata sederhana ini memiliki makna yang sangat dalam dan luas. Artinya, jika umat Islam lemah dan terbelakang karena tidak memahami ajaran Islam yang sebenarnya, Muhammadiyah mengungkapkan dan menekankan ajaran Islam yang murni, mendorong umat Islam  untuk mempelajarinya secara umum. Ulama mengajari mereka suasana dan hal-hal menarik yang mendorong mereka untuk belajar dengan cara yang lebih maju.

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keormasan tahun 1985, prinsip-prinsip Islam digantikan oleh prinsip-prinsip Pancasila. Tujuan berdirinya organisasi Muhammadiyah adalah berubah menjadi “Islam yang mewujudkan masyarakat yang besar, adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT. Diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2000, umur Muhammad yang ke-44 mengembalikan dasar dan tujuan  Islam kepada “Masyarakat Islam Sejati” AD Muhammadiyah.

Pengaruh Berdirinya Muhammadiyah di Indonesia

Sejarah Muhammadiyah menunjukan sikap Kyai Dahlan sebagai pendiri yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan arah Tajid yang terbuka. kemajuan yang dikait-kaitkan dengan pemikiran dan langkah ini memberikan karakter tersendiri bagi lahir dan berkembangnya Muhammadiyah di masa depan. Kyai Dahlan, seperti para pembaharu Islam lainnya, memiliki karakter unik yang  membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan termasuk dalam aspek tauhid (`aqidah), ibadah, mu`amalah, dan pemahaman tentang tajdid (`aqidah).

Muhammadiyah membangun kehidupan yang sejahtera melalui (pembaruan) ajaran Islam dan  umat Islam dengan kembali ke sumber informasi yang asli, Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shaki, dengan membuka Ijtihad sebagai berikut: Kehidupan: “Dalam ranah tauhid, KHA. Dahlan ingin mensucikan Aqidah Islam dari segala macam Syirik, dalam bidang ibadah, tata cara ibadah dari bid’ah, bidang Mumara, bidang akidah tahayul dan bidang pemahaman ajaran dari Islam. Dia memodifikasi Taqlid untuk memberinya kebebasan dalam Ijtihad.

Langkah- langkah yang sifatnya “reformasi” itu terletak pada terobosan pendidikan “modern” yang menggabungkan pengajaran agama dan pengetahuan umum. Berdasarkan pendapat Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dikembangkan oleh Kyai Dahlan adalah seorang muslim terpelajar yang dapat mengintegrasikan aspek “keyakinan” dan “kemajuan” serta memodernisasi waktu kehidupan tanpa memecah belah kepribadian. Lembaga pendidikan Islam “modern” bahkan menjadi ciri utama dari sejarah Muhammadiyah mulai berkembang dan menjadi pembeda dengan pesantren- pesantren saat itu.

Pendidikan Islam “modern” ala Muhammadiyah kemudian diadopsi dan umumnya menjadi lembaga pendidikan bagi umat Islam. Sejarah muhammadiyah di masa lalu ini merupakan gerakan reformasi yang sukses dan menghasilkan generasi Muslim terdidik yang tentu saja akan berbeda karena konteks yang diukur dengan keberhasilan  Islam saat ini. Reformasi Islam yang bermula pada Kyai Dahlan dapat ditelusuri kembali ke pemahaman dan pengamalan Surah al-Maung. Gagasan dan ajaran Surat Al-Maun adalah contoh monumental lain  dari reformasi filantropi berorientasi kesejahteraan, yang kemudian menjadi sebuah lembaga yang disebut Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU).

Langkah penting dalam wacana Islam modern ini dikenal sebagai “teologi transformasi”. Karena Islam berurusan dengan pemecahan masalah tertentu melalui manusia, bukan hanya doktrin ritual ibadah dan “Habrumin Allah” atau hubungan dengan Tuhan. Inilah  tipikal “teologi amal” Kyai Dahlan yang menjadi awal mula keberadaan Muhammadiyah sebagai bentuk lain dari pemikiran dan amal pembaruan  di tanah air.

Kyai Dahlan juga merawat umat Islam  dengan cara yang bijak dan anggun agar mereka tidak dikorbankan untuk misi Christian Zending. Kyai melakukan diskusi dan debat  langsung dan terbuka dengan banyak biksu di  Yogyakarta. Memahami bahwa ada persamaan selain perbedaan antara Al Quran sebagai kitab suci Muslim dan kitab suci sebelumnya.

Pelopor reformasi Kyai Dahlan yang menjadi tonggak sejarah berdirinya Muhammadiyah, tercermin dalam kegiatan perintis Gerakan Wanita Aisyiah 1917. “Kita harus bertindak proaktif untuk menyampaikan ajaran masyarakat, khususnya Islam, dan  memajukan kehidupan  perempuan” adalah salah satu statement mereka. Langkah reformasi ini  dilakukan oleh Afghani, Abdu, Ahmad Khan dan lainnya, yang membedakan Kay Darlan dari reformis Islam lainnya.

Karya rintisan ini lahir dari pemahaman intelektual dan gairahnya tentang Tajdid, status dan peran seorang wanita. Meskipun Kyai tidak bersentuhan langsung dengan gerakan feminism seperti yang popular saat ini.

Jadi Kyai Dahlan bersama dengan pendirinya Muhammadiyah, menampilkan Islam sebagai “sistem kehidupan manusia dalam segala hall.” Di dalam Muhammadiyah, ajaran Islam dilihat secara keseluruhan, tidak hanya mencakup Aqidah dan Ibada, tetapi juga perilaku moral dan sekuler. Selain itu, aspek akidah dan ibadah  dalam akhlak dan pergaulan harus dimutakhirkan agar Islam benar- benar eksis dalam realitas pemeluknya. Oleh karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas pemahaman Islam yang seharusnya diamalkan dalam  kehidupan  nyata.

Kyai Dahlan benar- benar mengajarkan Islam dengan sangat mendalam, luas, kritis dan intelektual. Menurutnya Muslim adalah seorang fanatik yang mencari kebenaran yang hakiki, memikirkan mana yang benar dan mana yang salah, tidak jujur ​​dan buta akan kebenarannya, serta menimbang-nimbang hakikat kehidupan. dan berpikir secara teoritis dan sekaligus praktis. Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taat beragama dan tertinggal dalam perjalanan hidupnya.

Oleh karena itu, memahami Islam harus mencapai akar, kebenaran atau esensinya dengan menggunakan kekuatan akal dan ijtihad secara penuh. Ketika mengajarkan Al-Qur’an Al Ma’un untuk memahami Al-Qur’an, Kyai Dahlan mempelajari syair- syair Al-Qur’an satu, dua, atau tiga ayat sekaligus, dan kemudian memintanya untuk membaca dan mendengarkannya secara tartil dan tadabbur.

Menurut  Mukti Ali,  model pemahaman yang kemudian menjadi tokoh Muhammadiyah ini terkenal dengan ilmu agamanya, lulusan Al Azhar Kairo dan akrab dengan pemikirannya dan berbagai persoalan kehidupan yang dikembangkan oleh KH Mas Mansoer yang berpandangan luas.

Kelahiran Muhammadiyah dengan ide- ide intelektual dan pembaharuan pendirinya Kyai Haji Ahmad Dahlan didorong oleh perjuangannya menghadapi realitas kehidupan umat Islam dan bangsa Indonesia saat itu. Ada beberapa faktor- faktor yang mendukung lahirnya organisasi Muhammadiyah adalah seperti berikut ini:

  1. Islam tidak lagi bersinar dalam cahaya murninya
  2. Kurangnya persatuan dan kesatuan  umat Islam sebagai akibat gagalnya penegakan Uhuwah Islamiyah dan lemahnya organisasi yang kuat
  3. Beberapa lembaga pendidikan Islam tidak mampu menghasilkan eksekutif-eksekutif Islam karena tidak lagi  memenuhi tuntutan zaman
  4. Sebagian besar umat Islam  hidup dalam kisaran sempit fanatisme, keyakinan buta, pemikiran dogmatis,  konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme
  5. Dari persepsi bahaya Islam yang mengancam jiwa, dan sehubungan dengan  misi dan kegiatan pusat Kristen di Indonesia yang semakin mempengaruhi penduduk

Berdasarkan penjelasan sejarah Muhammadiyah di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa berdirinya Muhammadiyah  karena alasan dan tujuan sebagai berikut ini:

  1. Pemurnian pengaruh dan adat-istiadat non-Islam dari Islam Indonesia
  2. Merekonstruksi Islam dengan pandangan ke pemikiran kontemporer
  3. Reformasi pengajaran dan pendidikan Islam
  4. Melindungi Islam dari pengaruh dan serangan luar

Fenomena baru yang  menonjol dari keberadaan organisasi Muhammadiyah ini adalah gerakan Islam yang murni dan progresif dihadirkan melalui sistem yang terorganisir, bukan melalui jalur individu. Presentasi gerakan Islam melalui organisasi dibentuk oleh budaya tradisional di mana umat Islam bergantung pada kelompok lokal seperti pesantren.

Saat peran Kyai sebagai pemimpin informal sangat dominan, itu adalah peristiwa yang membuat perkembangan zaman. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, dan Kyai Dahlan secara cerdas dan adaptif mengadopsinya sebagai “washira” (alat, alat) untuk mewujudkan cita-cita Islam.

Formalisasi organisasi gerakan Islam yang terkait dengan lahirnya Muhammadiyah tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berdasarkan referensi keagamaan yang digunakan oleh para ulama sehubungan dengan Kaida “mâlâorphanal wâjibillâbihi fahuwâwâjib”. Alat-alat yang unik itu penting jika suatu perkara tidak akan sempurna tanpanya. Pada dasarnya, sejarah Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga telah mendapat rujukan teologis melalui sistem organisasinya. Tercermin dalam makna/interpretasi Sula Ali Imran ayat 104, dan itu tidak terjadi.

Syair Al-Qur’an ini kemudian dikenal sebagai “puisi” Muhammadiyah. Terinspirasi Al-Qur’an Sula Ali Imran 104, Muhammadiyah ingin menghadirkan Islam sekaligus doktrin “transendental” yang mengundang rasa keimanan hanya dalam konteks tauhid. Tidak hanya Islam murni, tetapi acuh tak acuh terhadap kehidupan.

Terlebih lagi, Islam murni hanya dipahami sebagian saja. Namun di samping itu, Islam telah mengubah umat manusia di dunia nyata melalui gerakan-gerakan “humanisasi”  atau ajakan kebaikan dan “pembebasan” atau “liberation”, yakni pembebasan dari segala kejahatan yang menunjukkan dirinya sebagai kekuatan yang dinamis. Islamnya telah diperbarui sebagai agama surgawi yang membumi yang menandai dimulainya fajar baru reformisme dan modernisme Islam di Indonesia.

Nah, itulah penjelasan tentang sejarah Muhammadiyah dari awal kemunculannya. Apakah Grameds sudah bisa memahami sejarah singkat di atas? Jika Grameds masih memerlukan referensi untuk belajar sejarah Muhammadiyah atau organisasi islam lainnya di Indonesia, maka bisa kunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com. Seperti rekomendasi buku berikut ini: Selamat membaca. #SahabatTanpabatas.

Becoming Muhammadiyah

Becoming Muhammadiyah

Beli Buku di Gramedia

Paradigma Politik Muhammadiyah

Paradigma Politik Muhammadiyah

Beli Buku di Gramedia

Pergeseran Politik Muhammadiyah

Pergeseran Politik Muhammadiyah

Beli Buku di GramediaBACA JUGA:

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika