in

Pernikahan Beda Agama Dilihat dari Sudut Pandang Hukum

Pernikahan Beda Agama – Setiap kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari  yang namanya kisah cinta. Terlebih lagi ketika masuk ke dalam usia dewasa yang di mana jatuh cinta itu merupakan hal yang sudah sering terjadi. Ketika jatuh cinta pastinya dunia akan seperti berhenti sejenak dan hanya memikirkan antara diri kita dengan si “dia”. Jatuh cinta akan lebih berarti lagi, jika kita bisa menjalin hubungan bersamanya.

Semakin bertambahnya usia, maka hubungan sepasang kekasih bukan hanya sekadar hubungan pacaran saja, tetapi akan menatap jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan atau perkawinan.

Siapa yang tidak bahagia, apabila kita menikah dengan kekasih yang sudah kita cintai sejak lama. Terlebih lagi ketika sudah melakukan perkawinan, maka kita akan membangun sebuah keluarga, sehingga kita semakin bahagia.

Hal ini selaras dengan pengertian perkawinan menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang berbunyi “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Berdasarkan dari UU No 1 Tahun 1974, maka dapat dikatakan bahwa perkawinan yang dibangun oleh seorang pria dan seorang wanita dengan rasa bahagia, sehingga diharapkan perkawinan dapat berlangsung lama, hingga maut yang memisahkan antara sepasang suami istri. Oleh karena itu, banyak orang yang mengartikan perkawinan atau pernikahan sebagai salah satu hal bahagia dalam kehidupan.

Pernikahan

Holiday Sale

Ketika sepasang kekasih sudah meyakinkan dirinya untuk menjadi suami istri, maka tak bisa dilepaskan dari peran keluarga, baik itu keluarga seorang laki-laki atau keluarga perempuan. Keluarga kedua mempelai akan selalu terlibat dalam suatu pernikahan terutama dalam pemberian keputusan.

Dalam hal ini keputusan yang dimaksud adalah setuju atau tidaknya pihak keluarga kedua mempelai untuk melakukan pernikahan. Dengan persetujuan dari pihak keluarga kedua mempelai, maka persiapan perkawinan akan lebih matang secara adat, hukum negara, dan hukum agama.

Dalam melakukan suatu perkawinan atau pernikahan tak bisa dilepaskan dari berbagai macam pihak, mulai dari pihak keluarga dari kedua mempelai, lembaga yang mengatur pernikahan, hingga dari aturan hukum atau Undang-Undang yang berlaku.

Selain itu, setelah melakukan pernikahan, kehidupan sepasang suami istri akan sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat, baik itu terhadap keturunannya atau kepada anggota masyarakat lainnya.

Supaya segala pernikahan atau perkawinan dapat berjalan dengan baik, maka negara hadir dengan membuat sebuah aturan tentang pernikahan, mulai dari peresmian pernikahan, pelaksanaan pernikahan, kelanjutan dari pernikahan, dan hidup bersama hingga akhir hayat.

Berkat adanya aturan hukum tersebut, pola perilaku masyarakat khususnya dalam hal perkawinan dapat diatur dengan baik, sehingga perkawinan yang sah dapat diwujudkan.

Terwujudnya perkawinan yang sah menandakan bahwa kedua belah mempelai sudah melaksanakan perkawinan dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pencatatan perkawinan yang sah di lembaga pencatatan perkawinan. Selain itu, sahnya suatu perkawinan atau pernikahan dapat dilihat dengan buku nikah yang telah dimiliki oleh suami istri.

Dalam mewujudkan sebuah perkawinan memang tidak mudah, banyak hal yang harus diperhatikan. Hal ini perlu dilakukan demi mewujudkan suatu perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah dapat membuat kehidupan sebuah perkawinan menjadi lebih bahagia. Dengan kebahagiaan itulah, kehidupan suatu keluarga bisa berjalan baik, hingga maut yang memisahkan.

tombol beli buku

Pernikahan Beda Agama

Seperti yang kita tahu bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menganut dasar negara berupa ideologi Pancasila yang di mana pada sila pertama, berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sehingga aktivitas setiap aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus sesuai dengan ajaran agama. Begitu juga dengan kegiatan perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan tak akan bisa dilepaskan dari suatu agama atau kerohanian.

Maka dari itu, terwujudnya suatu perkawinan bukan berdasarkan unsur jasmani atau lahiriah saja, tetapi juga berkaitan dengan unsur batin dan rohaninya. Unsur batin dan rohani bisa dibilang memiliki peran yang sangat penting karena hampir semua masyarakat Indonesia memiliki agama atau kepercayaan yang dianut. Meskipun, agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia tidak sama, tetapi kita tidak boleh saling menjelekkan karena hal itu tidak sesuai dengan nilai Sila ke-1.

Sebuah perkawinan tidak bisa dilepaskan dari agama yang didalamnya terdapat unsur batin dan rohani memunculkan pertanyaan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Pertanyaan itu adalah “bisakah seorang laki dan seorang perempuan mewujudkan sebuah perkawinan walaupun mereka memiliki agama atau kepercayaan yang berbeda?” Bahkan, pertanyaan seperti itu akan selalu ada atau mungkin pertanyaan itu ada di dalam diri kita.

Pertanyaan itu sangat sulit untuk dicari jawabannya, sehingga hampir semua masyarakat Indonesia tidak ingin membahas lebih dalam karena takut terjadi sebuah kesalahan. Oleh sebab itu, pertanyaan tentang “bisakah menikah dengan pasangan yang berbeda agama?” harus dijawab dari sudut pandang hukum agar tidak terjadi kesalahpahaman antara individu yang satu dengan individu yang lainnya.

Undang-Undang Yang Mengatur Pernikahan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1 yang berbunyi “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing dan kepercayaannya itu.” Jika dilihat dari sudut pandang Undang-Undang Tentang Perkawinan tersebut, maka suatu perkawinan akan dinyatakan sah, jika sudah dilaksanakan berdasarkan hukum agama yang dianut oleh kedua mempelai.

Tidak hanya itu, dilihat dari sudut pandang UU perkawinan itu, maka dapat dikatakan bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan dapat menikah dengan sah jika agama yang dianut oleh kedua mempelai tidak sama atau sama. Oleh karenanya, setiap masyarakat yang ingin mewujudkan pernikahan harus memahami tentang hukum agama yang berlaku.

Dengan kata lain, suatu perkawinan yang sah diserahkan kepada ajaran dari setiap agama yang telah dianut oleh kedua mempelai. Jika, suatu agama mengizinkan untuk perkawinan beda agama, maka perkawinan itu dinyatakan sah. Namun, jika suatu agama tidak mengizinkan untuk melaksanakan perkawinan beda agama, maka perkawinan itu dinyatakan tidak sah.

Undang-Undang No 23 Tahun 2006

Jika di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing dan kepercayaannya itu”, maka lain halnya dengan Undang-Undang Nomor 23 Pasal 35a Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) yang berbunyi “perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.”

Adapun yang dimaksud di dalam UU No 23 Pasal 35 a Tahun 2006 adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama. Dengan kata lain, seorang laki-laki dan seorang perempuan bisa melaksanakan perkawinan beda agama melalui sebuah ketetapan yang bersumber dari putusan pengadilan.

Meskipun, di dalam Undang-Undang Adminduk, nikah beda agama itu bisa diwujudkan, tetapi untuk sah atau tidaknya pernikahan tersebut masih sangat bergantung dari keputusan Hakim. Hakim akan memberikan sah atau tidaknya perkawinan beda agama dengan mempertimbangkan ajaran agama dari setiap calon mempelai dan hal-hal lainnya.

Tata Cara Menikah Beda Agama

Mewujudkan nikah beda agama memang sulit untuk dilakukan, tetapi menurut Prof. Wahyono Darmabrata terdapat empat cara untuk mewujudkan pernikahan beda agama. Di bawah ini akan dijelaskan empat cara tersebut.

1. Penundukan Sementara Pada Salah Satu Agama

Gereja Katolik di Indonesia pada umumnya sudah memiliki link ke lembaga catatan sipil, sehingga mereka (gereja Katolik) dapat membantu pencatatan bagi mereka yang ingin melaksanakan nikah beda agama. Meskipun begitu, profesi pernikahan akan dilaksanakan menurut agama masing-masing.

Oleh sebab itu, bagi pasangan yang ingin menikah beragama Katolik, baik itu Katolik dengan Hindu, Katolik dengan Buddha, maka proses pencatatannya akan lebih mudah.

2. Melakukan Pernikahan di Luar Negeri

Salah satu jalan yang dapat agar dapat mewujudkan pernikahan beda agama melakukan pernikahan di luar negeri. Beberapa di luar negeri sudah memberikan izin untuk melakukan pernikahan beda agama.

3. Penetapan Pengadilan

Pernikahan beda agama bisa dianggap sah, jika sudah sesuai dengan penetapan pengadilan. Dalam hal ini, penetapan pengadilan adalah keputusan pengadilan berdasarkan suatu permohonan, seperti nikah, izin nikah, perwalian, poligami, wali adhal, itsbat nikah, dan sebagainya.

4. Pernikahan Dilakukan Sesuai Hukum Agama Masing-Masing

Melakukan pernikahan sesuai hukum agama masing-masing. Dalam hal ini, akad pernikahan dan pemberkatan bisa dilakukan di rumah atau di gedung, misalnya pada pasangan yang beragama Islam dan Kristen.

Namun, bagi yang beragama Katolik, pemberkatan harus dilaksanakan di Gereja, kemudian untuk akadnya bisa dilakukan di tempat yang berbeda, seperti rumah atau gedung.

Rekomendasi Buku Pernikahan Beda Agama

tombol beli buku

Pembahasan tentang “pernikahan beda agama” memang tidak akan ada habisnya atau bisa dikatakan bahwa selalu ada yang pro dan kontra terhadap “pernikahan beda agama”. Salah satu buku yang membahas lebih dalam tentang sah atau tidaknya “pernikahan beda agama adalah Kado Cinta Bagi Pasangan Nikah Beda Agama.

Buku yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka dan ditulis oleh Muhammad Monib dan Ahmad Nurcholis ini berisi tentang fenomena Nikah Beda Agama (NBA), sehingga kita jadi tahu bahwa di Indonesia pernikahan beda agama memang ada yang melakukannya. Selain itu, menurut buku ini, terwujudnya pernikahan beda agama sangat tidak mudah harus membutuhkan kesabaran untuk mewujudkannnya.

Meskipun ditulis oleh dua penulis, tetapi bahasa yang ada di dalam buku ini tidak sulit untuk dipahami, sehingga pembaca akan mudah untuk menerima sudut pandang baru terhadap pernikahan beda agama. Terlebih lagi, pembaca akan lebih mudah memahami tentang sah atau tidaknya nikah beda agama, karena setiap bab dari buku ini hanya membahas satu pembahasan saja.

Hal yang menarik lainnya dari buku dengan judul Kado Cinta Bagi Pasangan Nikah Beda Agama adalah kedua penulis ketika membahas tentang sah atau tidaknya pernikahan beda agama bukan hanya membahas dari salah satu sudut pandang agama saja, tetapi dari agama-agama yang ada di Indonesia. Bukan hanya dari sudut pandang dari hukum agama saja, tetapi buku ini juga membahas tentang sah atau tidaknya pernikahan beda agama dari kacamata hukum negara yang berlaku di Indonesia.

Dengan membaca buku ini, kita akan tahu berbagai macam sudut pandang tentang pernikahan beda agama. Hal ini dikarenakan buku yang ditulis oleh dua penulis ini membahas tentang pernikahan beda agama, mulai dari sudut pandang hukum agama, sudut pandang hukum yang berlaku di Indonesia, hingga tanggung jawab dari suami istri yang telah menikah.

Buku ini memberikan informasi yang berasal dari berbagai macam sudut pandang, sehingga pembaca memiliki sudut pandang baru tentang pernikahan beda agama. Namun, dibalik keunggulannya itu ternyata buku ini memiliki kekurangan, seperti adanya pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan hukum agama.

Kesimpulan Pernikahan Beda Agama

Pernikahan atau perkawinan dapat berlangsung dengan baik apabila mereka (kedua mempelai) sudah memenuhi persyaratan perkawinan, baik itu yang sesuai dengan hukum negara atau hukum agama. Tidak hanya itu, hukum negara tentang perkawinan juga membahas bahwa suami istri yang ingin menyudahi perkawinannya harus melakukannya sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

Pada dasarnya hukum merupakan aturan-aturan yang bertujuan untuk mengatur pola perilaku setiap manusia. Dengan kata lain, hukum tidak tumbuh dalam keadaan kosong dan yang mengisi ruang dalam aturan hukum itu adalah kesadaran masyarakat. Maka dari itu, hukum bisa dikatakan dapat tumbuh karena mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah adat, tradisi, dan agama, sehingga hukum selalu memiliki sifat kontekstual.

Oleh sebab itu, tanpa adanya suatu peraturan hukum, kehidupan masyarakat jadi memiliki suatu perilaku yang baik dan jelas terutama ketika ingin melakukan perkawinan. Di Indonesia, suatu perkawinan akan dianggap sah secara negara apabila tercatat di lembaga pemerintahan yang mencatat terjadinya suatu perkawinan.

Written by Nasik K

Perkenalkan saya Nasik seorang freelance writer dan sudah menghasilkan banyak tulisan. Tema yang saya suka pun cukup beragam, salah satunya adalah zodiak. Selain zodiak, saya juga senang menulis seputar trivia.

Kontak media sosial Linkedin saya Restu