Sejarah

Pengertian dan Contoh Historiografi Tradisional Sejarah Indonesia

Written by Fandy

Contoh Historiografi Tradisional—Secara umum, historiografi dapat didefinisikan sebagai penulisan sejarah. Louis Gottschalk (2015) dalam bukunya yang berjudul Mengerti Sejarah menjelaskan jika historiografi adalah hasil dari sintesis terhadap sumber-sumber yang didapatkan. Salah satu jenis historiografi dalam penulisan sejarah Indonesia adalah historiografi tradisional.

Perkembangan dan susunan historiografi Indonesia di sisi lain sebenarnya sudah ada sejak masa tradisional. Saat itu, historiografi yang muncul adalah penulisan hikayat dan babad. Namun, historiografi tradisional sifatnya tidak ilmiah dikarenakan banyaknya unsur-unsur mitos, magis, dan kedaerahan. Penulisan historiografi di Nusantara lantas mengalami perkembangan pada masa Hindia Belanda.

Sugeng Priyadi (2015) dalam buku berjudul Historiografi Indonesia memaparkan jika historiografi tradisional merupakan penulisan sejarah tradisional yang diawali dari zaman Hindu hingga perkembangan Islam di Nusantara. Penulisan sejarah ini berfungsi untuk merekam kehidupan dinasti yang saat itu sedang berkuasa kepada para generasi selanjutnya.

Lantas, apa sajakah ciri-ciri dan contoh dari historiografi tradisional? Simak uraian berikut ini hingga tuntas!

 

Pengertian Historiografi Tradisional

Soedjatmiko dalam bukunya yang berjudul Manusia dan Ruang Lingkup Ilmu Sejarah menyebutkan jika historiografi tradisional Nusantara ditulis dalam wujud prosa atau puisi (syair), misalnya serat, babad, kanda, carita, sajarah, hikayat, salsilah, tutur, dan cerita-cerita manurung.

Penulisan historiografi tradisional di Nusantara diawali sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha hingga perkembangan Islam. Karya awal dari historiografi ini adalah Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapanca.

Selanjutnya, buku berjudul Cristische Beschouwing van Sadjarah van Banten atau buku mengenai sejarah Banten pada 1962–1963 dianggap sebagai titik akhir dari historiografi tradisional di Nusantara.

 

Periode Historiografi Tradisional

(Sumber foto: pexels.com)

Berikut adalah daftar periode historiografi tradisional di Indonesia/Nusantara:

1. Historiografi Tradisional Masa Hindu-Buddha

Pada masa Kerajaan Hindu-Buddha, historiografi berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sekitar 1.000 naskah yang ada di seluruh Nusantara, beberapa di antaranya merupakan penulisan kitab.

Beberapa contoh hasil karya tulisan historiografi tradisional dari kerajaan Hindu-Buddha meliputi:

  • Babad Tanah Pasundan.
  • Babad Parahyangan.
  • Babad Tanah Jawi.
  • Babad Galuh.
  • Babad Sriwijaya.
  • Pararaton.
  • Kakawin Nagarakretagama.

 

2. Historiografi Tradisional Masa Islam

Historiografi yang ditulis pada masa ini merupakan cerita sejarah yang disusun sebagai penyesuaian dari kebudayaan Islam.

Beberapa contoh hasil karya tulisan historiografi tradisional dari masa Islam meliputi:

  • Babad Cirebon.
  • Babad Banten.
  • Babad Diponegoro.
  • Babad Demak.
  • Babad Aceh.

Selain babad, contoh lain hasil karya tulisan historiografi tradisional dari masa Islam adalah hikayat. Hikayat adalah bentuk karya sastra yang berwujud dongeng atau cerita yang sering kali dihubungkan dengan tokoh sejarah. Berbagai hikayat peninggalan dari kerajaan Islam di Nusantara banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia, Arab, dan India.

Beberapa contoh hikayat meliputi:

  • Hikayat Raja-Raja Pasai.
  • Hikayat Melayu.
  • Sajarah Raja-Raja Riau.

 

Ciri-ciri Historiografi Tradisional

Hasnawati dalam buku yang disusunnya berjudul Modul Pembelajaran SMA Sejarah Kelas X memaparkan jika ada enam ciri-ciri dari historiografi tradisional, yaitu:

1. Istanasentris

Di mana karyanya hanya difokuskan kepada kehidupan raja maupun keluarga istana dan tidak ada cerita terkait kehidupan masyarakat biasa.

2. Religius Magis

Sejarah yang ditulis berkaitan dengan kepercayaan hal-hal yang bersifat gaib. Hal itu bertujuan supaya rakyatnya patuh kepada perintah raja yang dianggap sebagai penjelmaan dari dewa dan Tuhan.

3. Bersifat Feodalistis-Aristokratis

Menceritakan mengenai bangsawan feodal, sama halnya dengan istanasentris; cerita yang dikisahkan hanya berpusat kepada kaum bangsawan dan tidak ada keterkaitan dengan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat biasa.

4. Mengandung Khayalan

Tidak ada perbedaan antara peristiwa nyata dengan khayal karena semuanya dianggap sama.

5. Enocentrisme atau Regio-sentris (Kedaerahan)

Di mana cerita historiografi tradisional menekankan kepada suku dan kebudayaan di wilayah kerajaan itu.

6. Banyak Kesalahan Penulisan

Terdapat banyak kesalahan dalam uraiannya. Cerita yang dituliskan tidak semuanya berdasarkan fakta-fakta yang terjadi. Selain itu, pemakaian kosakata dan penulisan waktu di dalam ceritanya dapat berbeda.

 

Secara umum, para pujangga yang menulis kisah dalam historiografi tradisional sering kali menghubungkan raja yang berkuasa dengan dinasti-dinasti pendahulunya atau para nabi dan dewa. Sebagai contoh, raja-raja yang ditulis dalam hikayat Melayu selalu dihubungkan dengan Raja Iskandar Zulkarnain yang turun di bukit Siguntang.

Tujuan utama dari pemberian silsilah itu adalah untuk memperkuat legitimasi kekuasaan raja sebagai keturunan dari raja-raja terdahulu. Namun, isi dari tulisan itu tidak didukung oleh berbagai fakta sejarah.


Itulah artikel terkait “Contoh Historiografi Tradisional” yang bisa kalian gunakan untuk referensi dan bahan bacaan. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

 

Rujukan

  • Kartodirdjo, S. (1975). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Moedjanto, G. (1988). Indonesia Abad ke-20: Dari Kebangkitan Nasional sampai Linggarjati. Yogyakarta: Kanisius.
  • Notosusanto, N. (1964). Hakikat Sejarah dan Metode Sejarah. Bandung: Mega Bookstore dan Pusat Sejarah Angkatan Bersejanta.
  • Puspoenegoro, M.D.; Notosusanto, N. (1990). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Ricklefs, M.C. (2005). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
  • Sedana, K.; Magi, K. (2014). Sejarah Indonesia: Dari Proklamasi sampai Orde Reformasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Tjondonegoro, P. (1982). Merdeka Tanahku, Merdeka Negeriku 1. Jakarta: CV. Nugroho.

 

Rekomendasi Buku dan E-Book Terkait

1. Nusantara Sejarah Indonesia

Nusantara Sejarah Indonesia

Nusantara merupakan salah satu deskripsi sejarah Indonesia yang ditulis secara mendalam dan populer. Kendati buku ini terbit pertama pada 1943, banyak hal-hal yang disampaikan oleh Vlekke aktual sampai abad ke-21. Berbeda dengan buku sejarah selebihnya, Vlekke menampilkan proses sejarah Indonesia tanpa terlalu memusatkan proses perluasan kolonialisasi.

Vlekke dalam buku ini misalnya memaparkan bahwa perang agama sangat langka di Jawa dan boleh jadi penyebabnya adalah sinkretisme terpelihara sejak zaman dulu. Ada kisah kegagalan Sultan Agung menyatukan Nusantara karena tak punya angkatan laut yang memadai. Kisah lain yang langka adalah perubahan tabiat orang Belanda yang rajin di tanah airnya (Homo batavus), tetapi jadi pemalas ketika tinggal di Batavia (Homo bataviensis).

Edisi Indonesia buku ini merupakan terjemahan edisi revisi 1963. Penulis menyajikan sejarah Nusantara secara populer. Oleh karena itu, buku ini seolah-olah berisi dongeng Indonesia pada masa silam. Pembaca muda Indonesia dapat dengan mudah memahami kisah yang ditampilkan dalam buku ini.

 

2. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008

Sejarah Indonesia Modern 1200–2008

“Masa depan negara kepulauan terbesar di dunia ini akan pelik, menarik, dan penting, sebagaimana sejarahnya,” tulis Ricklefs mengakhiri buku ini. Perjalanan panjang Indonesia sejak masuknya Islam hingga kini merupakan sebuah unit historis terpadu, yang dalam buku ini disebut Sejarah Indonesia Modern. M.C. Ricklefs menyuguhkannya secara mendasar sekaligus terperinci.

Terdapat tiga unsur fundamental menjadi perekat bagi periode historis. Satu, unsur kebudayaan dan keberagamaan islamisasi Indonesia yang dimulai sejak tahun 1200 dan berlanjut sampai sekarang. Dua, unsur topik keadaan saling memengaruhi antara orang Indonesia dan orang Barat yang masih berlangsung hingga sekarang sejak tahun 1500. Tiga, unsur historiografi sumber-sumber primer bagi sebagian besar periode ini ditulis dalam bahasa-bahasa Indonesia modern (Jawa dan Melayu, bukan dalam bahasa Jawa Kuno atau Melayu Kuno) dan bahasa-bahasa Eropa.

Roda sejarah terus berputar dan Ricklefs terus memperbarui bukunya. Segala hal dalam periode sejak 1999 telah ditulis ulang secara substansial atau sama sekali baru. Kehadiran versi Indonesia ini terasa semakin lengkap karena pengarangnya khusus menuliskan perkembangan Indonesia sejak pemilu 2004 sampai tragedi Monas pada 1 Juni 2008.

Buku ini ditulis dengan bahasa yang sederhana, tetapi tetap jelas dan mendalam, meskipun membahas sejarah dan perkembangan Indonesia. Selain itu, buku ini juga menyajikan gambar-gambar pendukung materi, sehingga pembaca dapat merasakan cerita yang disampaikan. Buku ini dapat dibaca oleh semua orang yang menyukai sejarah Indonesia.

Dengan mendasarkan penelitiannya pada puluhan jurnal dan lebih dari lima ratus buku, Ricklefs mengisahkan perjalanan bangsa Indonesia dari zaman ke zaman yang penuh warna, lengkap dengan aneka persoalan dan pertikaian, baik internal maupun eksternalnya. Buku ini di balik struktur narasinya berusaha menjawab pertanyaan langkah komunitas-komunitas dari berbagai kepulauan Indonesia, dengan rupa-rupa etnis, bahasa, dan dalam negara-negara kerajaan yang terpisah-pisah, dapat bersatu menjadi sebuah bangsa modern.

Edisi pertama buku ini diterbitkan dalam bahasa Inggris pada 1981 dan telah beberapa kali diperbarui. Buku yang ada di tangan Anda ini adalah edisi terbaru dengan perubahan di hampir setiap bab yang mencerminkan masukan-masukan dari penelitian baru. M.C. Ricklefs adalah Profesor Sejarah di Universitas Nasional Singapore. Dia pernah mengajar di Sekolah Kajian Oriental dan Afrika (Universitas London) dan Universitas Monash, serta menjadi Direktur Sekolah Penelitian tentang Asia dan Pasific (Universitas Nasional Australia).

 

3. Serdadu Belanda di Indonesia 1945–1950: Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah

Serdadu Belanda di Indonesia 1945–1950: Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah

Perang di Indonesia tetap saja membangkitkan emosi yang tinggi generasi berikutnya di Belanda. Situasi tersebut tidak mengherankan. Saat itu, Belanda mengerahkan 220.000 serdadunya untuk suatu perang yang tidak dimenangkan dan yang sesudahnya disebut “salah”. Dalam debat umum tentang operasi militer Belanda yang paling besar, dibahas tentang tindakan kejahatan perang Belanda. Para veteran mendengarkan banyak suara mereka dalam perdebatan ini. Itu masuk akal, mereka ada di sana waktu itu, mereka mengalami realita yang sebenarnya, mereka tahu apa yang dibicarakan.

Buku ini didasarkan atas pelbagai surat, buku harian, buku kenangan, dan memoar mereka. Apa yang terungkap tentang tindak kejahatan perang itu sering kali mengejutkan. Namun, juga menyangkut tema-tema lain: ketegangan antara misi Belanda dan realita di tempat yang sulit dikendalikan; sikap mengerti atau tidak mengerti tentang orang-orang Indonesia dan perjuangan mereka untuk merdeka; frustrasi-frustrasi terhadap pimpinan militer dan politik; ketakutan, rasa dendam dan malu; kebosanan dan seks; merasa asing di tanah Hindia dan juga di rumah sepulang mereka ke negeri Belanda; kemarahan atas tahun-tahun yang hilang dan rasa kurang dihargai.

Dalam buku berjudul Serdadu Belanda di Indonesia 1945–1950, cerita-cerita dari para serdadu ini dikemukakan dalam konteks perang dekolonisasi yang lebih luas dan cara mengatasinya di Belanda.

 

4. Indonesia Tidak Pernah Dijajah

Indonesia Tidak Pernah Dijajah

Setiap tanggal 17 Agustus seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke merayakan hari ulang tahun Indonesia. Namun, tidak semua masyarakat Indonesia mengetahui proses sejarah kemerdekaan Indonesia, yang diketahui hanyalah hasil kemerdekaan yang dinobatkan pada 17 Agustus 1945 saja. Dalam buku Indonesia Tidak Pernah Dijajah yang ditulis oleh Batara R. Hutagalung ini diulas proses di balik kemerdekaan yang diakui oleh bangsa Indonesia selama 72 tahun ini.

Salah satu faktanya Belanda masih tidak mengakui secara de jure kemerdekaan Republik Indonesia (RI) berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Belanda hanya menyetujui sepenuh hati “pemindahan kekuasaan” lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) penghujung 1949. Menurut Konvensi Montevideo 1933, tidak diperlukan pengakuan formal terhadap sebuah proklamasi kemerdekaan, tetapi ada implikasi yang besar dalam masalah ini.

Dengan tidak mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia, dua kali agresi militer yang dilancarkan Kerajaan Belanda tahun 1947 dan 1948 bagi Belanda hanya dianggap sebagai aksi polisionil. Para pejuang kemerdekaan dianggap penjahat dan kelompok kriminal yang penyelesaiannya merupakan masalah dalam negeri Kerajaan Belanda di daerah koloni Hindia Belanda.

Demikian sedikit ulasan buku Indonesia Tidak Pernah Dijajah. Buku ini hadir untuk memperkuat pemahaman bangsa Indonesia mengenai fakta yang sebenarnya terjadi. Batara menyuarakan secara kritis sejarah bangsa Indonesia dan menghidupkan kembali sukma nasionalisme yang mulai pudar di kalangan anak bangsa dewasa ini. Dia juga membeberkan fakta-fakta sejarah kolonial Belanda di Indonesia yang terkesan didiamkan selama ini.

Tulisan fakta-fakta yang disajikan dalam bab tersendiri mempermudah pembaca dalam memahami fakta sejarah yang disampaikan Batara. Kalimatnya yang sedikit baku membuat pembaca merasa sedang membaca buku pembelajaran. Namun, buku ini sangat dianjurkan kepada khalayak yang ingin mendalami proses dan fakta sejarah mengenai kemerdekaan Indonesia.

 

5. Merawat Indonesia: Belajar dari Tokoh dan Peristiwa

Merawat Indonesia: Belajar dari Tokoh dan Peristiwa

Kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia tentunya melibatkan seluruh elemen rakyat. Negeri ini menyimpan banyak pelajaran dari kisah-kisah perjuangan masa lalu para tokoh-tokohnya: tentang prinsip hidup, semangat dalam berjuang, dan kesederhanaan mereka. Semuanya menjadi faktor penguat bagi lahirnya sebuah negeri yang sekarang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Buku Merawat Indonesia ini ditulis oleh Lukman Hakiem dan diterbitkan oleh Pustaka Al Kautsar pada Desember tahun 2017. Buku ini di dalamnya berisi kisah-kisah menarik dan penuh keteladanan dari para tokoh umat, juga para founding fathers atau pendiri bangsa terekam dalam catatan sejarah di buku ini.

Melalui buku berjudul Merawat Indonesia ini, pembaca akan disuguhkan kisah tentang kesederhanaan Sutan Sjahrir, seorang tokoh bangsa yang sederhana, yang karena tak memiliki uang, bahkan pernah menjual mesin jahitnya. Kita juga disuguhkan cerita tentang keteladanan dan perjuangan para tokoh Partai Masyumi seperti Natsir, Kasman Singodimedjo, Sjafruddin Prawiranegara, Buya Hamka, Yunan Nasution, dan lain-lain. Mereka dengan kesederhanaannya mampu memegang prinsip perjuangan, meskipun harus berhadapan dengan penguasa dan berujung dalam dinginnya penjara.

Dengan bahasa yang mengalir, penulis menceritakan tentang kisah-kisah mereka dengan baik dan cermat, terutama kisah-kisah yang jarang diketahui oleh banyak orang, yang tidak pernah didapatkan dalam buku-buku sejarah pada umumnya. Buku ini mampu menceritakan hal-hal yang sangat personal dan kenangan-kenangan yang mungkin tidak ada dalam buku-buku sejarah lainnya. Ini dikarenakan kisah-kisah yang ada di dalamnya ditulis berdasarkan kedekatan penulisnya secara personal dengan sebagian besar tokoh yang ada di dalam buku ini.

About the author

Fandy

Perkenalkan nama saya Fandy dan saya sangat suka dengan sejarah. Selain itu, saya juga senang menulis dengan berbagai tema, terutama sejarah. Menghasilkan tulisan tema sejarah membuat saya sangat senang karena bisa menambah wawasan sekaligus bisa memberikan informasi sejarah kepada pembaca.