Pkn

Dua Wajah Pemerintahan: Memahami Demokrasi dan Otoriter

Written by Adila V M

Dalam perjalanan sejarah manusia, sistem pemerintahan telah bertransformasi seiring dengan perkembangan masyarakat. Dua bentuk pemerintahan yang paling mencolok adalah demokrasi dan otoritarianisme, masing-masing membawa karakteristik, nilai, dan dampak yang unik terhadap kehidupan masyarakat. Demokrasi, yang menekankan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan, sering dipuji sebagai pilar kebebasan dan hak asasi manusia.

Di sisi lain, sistem otoriter, yang cenderung memusatkan kekuasaan pada segelintir individu atau kelompok, menghadirkan tantangan tersendiri dengan pembatasan kebebasan dan kontrol yang ketat. Artikel ini akan membahas secara mendalam kedua wajah pemerintahan tersebut, menjelaskan perbedaan mendasar, kelebihan dan kekurangan, serta dampaknya terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat di seluruh dunia.

Definisi Demokrasi

Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, yang berhak untuk memilih wakil-wakil mereka melalui pemilihan umum. Dalam konsep demokrasi, partisipasi masyarakat menjadi kunci utama, memungkinkan individu untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Ada berbagai bentuk demokrasi, termasuk demokrasi langsung, dimana rakyat secara langsung mengambil keputusan, dan demokrasi perwakilan, di mana mereka memilih perwakilan untuk mewakili kepentingan mereka.

Penumpang Gelap Demokrasi: Melihat Dinamika dan Tantangan Demokrasi di Dunia dan di Indonesia

Di Indonesia sistem demokrasi mulai semarak kembali sejak era Orde Baru (1966) karena di masa pemerintahan Soeharto masyarakat Indonesia dilibatkan secara langsung dalam menentukan pemimpin negara melalui Pemilihan Umum yang bersifat Luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Selain itu, lembaga-lembaga perwakilan rakyat seperti DPR baik di pusat maupun daerah, MPR, dan lain-lainnya juga mulai menjalankan fungsinya untuk menampung suara rakyat. Meskipun demikian, praktik demokrasi juga tidak bisa dikatakan maksimal di era ini karena sistem pemerintahan Soeharto yang opresif dan militeristik, khususnya terhadap kelompok minoritas dan kelompok agama. Namun, sejauh ini prinsip atau sistem demokrasi merupakan pilihan tepat untuk negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengingat masyarakatnya yang sangat pluralis. Oleh karena itu, sejauh ini Demokrasi Pancasila yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sistem pemerintahan yang paling mungkin diterapkan di Indonesia dibandingkan dengan konsep Demokrasi Liberal, Demokrasi Kapitalis, dan Demokrasi Terpimpin yang dalam catatan sejarah perjalanan bangsa pernah gagal diterapkan di Indonesia.

Definisi Otoriter

sumber: TUIC Akademi

Otoriter adalah suatu bentuk pemerintahan di mana kekuasaan terpusat pada satu individu atau sekelompok kecil orang, yang memiliki kontrol penuh atas keputusan politik dan administratif tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. Dalam sistem otoriter, kebebasan sipil dan hak asasi manusia sering kali dibatasi, di mana pemerintah mengendalikan media, membatasi kebebasan berpendapat, serta mengawasi aktivitas masyarakat.

Pemerintahan otoriter dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk kediktatoran militer, monarki absolut, atau rezim partai tunggal. Biasanya, pemerintah otoriter mengklaim bahwa mereka bertindak demi stabilitas, keamanan, atau kemakmuran masyarakat, meskipun seringkali langkah-langkah tersebut mengorbankan kebebasan individu. Penggunaan kekerasan, intimidasi, dan propaganda menjadi alat utama untuk mempertahankan kekuasaan, yang pada gilirannya menciptakan suasana ketakutan di kalangan masyarakat. Dalam banyak kasus, sistem otoriter dapat berujung pada penindasan, pelanggaran hak asasi manusia, dan korupsi. Definisi otoriter ini memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana kekuasaan dapat disalahgunakan untuk mengekang kebebasan dan hak masyarakat.

Islam, Otoritarianisme, Dan Ketertinggalan

Mengapa negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim menunjukkan tingkat otoritarianisme yang tinggi dan tingkat pembangunan sosioekonomi yang rendah dibandingkan dengan rata-rata dunia? Ahmet T. Kuru mengkritik penjelasan-penjelasan yang menunjuk agama Islam sebagai penyebab perbedaan itu, karena dalam bidang filsafat dan sosioekonomi, dunia Muslim sempat lebih maju daripada Eropa Barat antara abad ke-9 dan ke-12 Masehi.

Kolonialisme Barat juga bukan penyebabnya: dunia Muslim sudah menderita masalah politik dan sosioekonomi ketika kolonisasi bermula. Kuru menunjukkan bahwa dunia Muslim sudah memiliki pemikir-pemikir dan pedagang-pedagang berpengaruh pada awal sejarahnya, ketika ortodoksi agama dan kekuasaan militer masih marak di Eropa. Namun, pada abad ke-11, persekutuan antara ulama ortodoks Islam dan negara-negara militer mulai bermunculan.

Perbedaan Negara Demokrasi Dengan Otoriter

sumber: Parliament NZ

Negara demokrasi dan negara otoriter memiliki karakteristik yang sangat berbeda dalam hal sistem pemerintahan, partisipasi masyarakat, dan perlindungan hak asasi manusia. Memahami perbedaan ini penting untuk mengenali bagaimana kedua sistem tersebut mempengaruhi kehidupan masyarakat. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara negara demokrasi dan otoriter:

  1. Sistem Pemerintahan

Di negara demokrasi, sistem pemerintahan berbasis pada partisipasi rakyat, di mana pemilihan umum dilakukan secara bebas dan adil, memberi kesempatan kepada warga negara untuk memilih perwakilan mereka. Kekuasaan dibagi di antara lembaga-lembaga pemerintahan, dan ada sistem checks and balances yang mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Sebaliknya, dalam negara otoriter, kekuasaan terpusat pada satu individu atau sekelompok kecil orang, di mana keputusan diambil tanpa melibatkan suara rakyat. Sistem ini cenderung mengekang kebebasan sipil dan politik, dengan kontrol ketat terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk media dan organisasi politik.

  1. Hak Asasi Manusia

Perbedaan mendasar antara negara demokrasi dan negara otoriter dalam hal Hak Asasi Manusia (HAM) terletak pada penghormatan dan perlindungan hak-hak individu. Di negara demokrasi, HAM dijunjung tinggi, dengan sistem hukum yang mendukung kebebasan berpendapat, berkumpul, dan beragama. Warga negara memiliki akses terhadap keadilan dan mekanisme untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka, serta dilindungi dari penindasan. Sebaliknya, di negara otoriter, pelanggaran HAM sering terjadi, di mana pemerintah mengekang kebebasan sipil dan politik. Dalam sistem ini, kritik terhadap pemerintah dapat berujung pada penangkapan, penyiksaan, atau bahkan pembunuhan. Kebebasan individu dipandang sebagai ancaman terhadap kekuasaan yang ada, sehingga hak-hak dasar sering diabaikan dan dihapus.

  1. Partisipasi Publik

Di negara demokrasi, partisipasi publik merupakan salah satu pilar utama yang dihargai dan didorong. Warga negara diberikan hak untuk terlibat dalam proses politik, baik melalui pemilihan umum yang bebas dan adil, maupun melalui kegiatan advokasi dan demonstrasi. Suara masyarakat didengar dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, menciptakan keterlibatan aktif dalam proses pemerintahan. Sebaliknya, di negara otoriter, partisipasi publik sering kali dibatasi atau bahkan dihilangkan. Pemilihan umum, jika diadakan, cenderung tidak adil, dan kritik terhadap pemerintah bisa berujung pada penindasan. Di sini, keputusan sering kali dibuat tanpa melibatkan rakyat, menciptakan ketidakpuasan dan apatisme di kalangan masyarakat.

  1. Kepatuhan terhadap Hukum

Negara demokrasi menegakkan supremasi hukum, di mana semua individu, termasuk pemimpin, wajib mematuhi hukum yang berlaku, dengan sistem peradilan yang independen dan transparan. Di negara otoriter, hukum sering dijadikan alat untuk mempertahankan kekuasaan, dan penegakan hukum bersifat selektif sesuai kepentingan politik.

  1. Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi

Negara demokrasi lebih fokus pada kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat, dengan kebijakan publik yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup rakyat. Sebaliknya, di negara otoriter, kebijakan sering kali lebih ditujukan untuk pengendalian sosial dan mempertahankan kekuasaan daripada meningkatkan kesejahteraan warganya.

  1. Periode Jabatan Pemimpin

Dalam sistem demokrasi, masa jabatan kepala negara dibatasi oleh undang-undang—umumnya sekitar 4 hingga 5 tahun—dan biasanya tidak lebih dari dua periode. Hal ini memastikan adanya rotasi kekuasaan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Sebaliknya, di negara otoriter, pemimpin dapat menjabat tanpa batas waktu, sering kali dengan cara yang sewenang-wenang.

  1. Fungsi Hukum

Di negara demokrasi, hukum berfungsi sebagai alat untuk melindungi hak asasi manusia, memastikan keadilan, dan menciptakan transparansi dalam pemerintahan. Hukum diterapkan secara adil, dan semua individu, termasuk pejabat publik, harus tunduk pada hukum yang sama. Proses peradilan bersifat independen, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menuntut keadilan dan melawan ketidakadilan. Sebaliknya, di negara otoriter, hukum sering kali digunakan sebagai alat kekuasaan untuk menekan oposisi dan mengendalikan masyarakat. Fungsi hukum di negara otoriter cenderung melayani kepentingan penguasa, dengan pengadilan yang tidak independen dan sering kali dipengaruhi oleh pemerintah. Dalam konteks ini, hukum dapat disalahgunakan untuk membungkam kritik, membatasi kebebasan, dan mengabaikan hak-hak individu, sehingga menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan dalam masyarakat.

  1. Kekuasaan Tertinggi

Kekuasaan tertinggi di negara demokrasi berada di tangan rakyat. Rakyat memiliki suara dalam pengambilan keputusan melalui wakil-wakil mereka di lembaga legislatif. Sebaliknya, di negara otoriter, kekuasaan terpusat pada penguasa tunggal atau kelompok kecil yang tidak mempertimbangkan aspirasi rakyat.

  1. Kebebasan Pers dan Media

Di negara demokrasi, kebebasan pers dijunjung tinggi, dengan media berfungsi sebagai pengawas pemerintah dan saluran informasi bagi masyarakat. Jurnalis memiliki kebebasan untuk melaporkan berita dan memberikan kritik tanpa takut akan reperkusi, sehingga menciptakan ruang bagi transparansi dan akuntabilitas. Sebaliknya, di negara otoriter, kebebasan pers sangat dibatasi, dengan kontrol ketat terhadap media. Pemerintah sering kali membungkam kritik, mengendalikan informasi yang disampaikan kepada publik, dan mengekang suara-suara yang berlawanan.

  1. Respons Terhadap Kritik

Di negara demokrasi, kritik terhadap pemerintah dianggap sebagai bagian penting dari proses demokratis, di mana masukan dari masyarakat dipandang sebagai kesempatan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja pemerintah. Masyarakat bebas mengekspresikan pendapat mereka tanpa takut akan reperkusi. Sebaliknya, di negara otoriter, kritik dianggap sebagai ancaman serius terhadap stabilitas pemerintah. Pengkritik sering kali menghadapi penindasan, intimidasi, atau bahkan hukuman berat, sehingga menciptakan atmosfer ketakutan yang menghambat kebebasan berekspresi dan partisipasi politik. Dalam konteks ini, perbedaan respons terhadap kritik mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar yang mendasari masing-masing sistem pemerintahan.

Dengan memahami perbedaan-perbedaan ini, kita dapat menghargai nilai-nilai demokrasi dan pentingnya menjaga hak-hak individu dalam masyarakat.

Demokrasi Di Era Digital

Makin dalam dan pentingnya teknologi digital satu dekade terakhir dan bagaimana teknologi itu telah membantu pemerintah menjalankan roda pemerintahan selama pandemi Corona yang dimulai sejak awal 2020 membuat saya tertarik untuk menyunting sebuah buku berikutnya tentang demokrasi pada era digital dan masa pandemi. Teknologi digital telah membantu hampir semua pemerintahan di dunia untuk terus menjalankan pemerintahan tanpa perlu bertatap muka. Manusia sanggup terus menjalankan tugas-tugas mereka dengan bekerja dari rumah menggunakan teknologi digital. Namun pada era pandemi banyak kebijakan di Barat yang secara prinsip bertentangan dengan asas demokrasi, paling sedikit untuk waktu yang pendek.

Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat umum membutuhkan informasi dalam bekerja. Pada era digital banjir informasi menerjang semua orang sehingga dibutuhkan kepandaian dan sikap kritis serta sumber informasi yang benar dan terpercaya untuk menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Pemahaman tentang perbedaan antara pemerintahan demokrasi dan otoriter sangat penting dalam konteks perkembangan masyarakat global saat ini. Demokrasi menawarkan kebebasan, partisipasi publik, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, sementara otoritarianisme cenderung membatasi kebebasan tersebut demi stabilitas dan kontrol.

Masing-masing sistem pemerintahan memiliki kelebihan dan tantangan tersendiri, yang berdampak langsung pada kehidupan warganya. Dalam menghadapi perubahan zaman, penting bagi masyarakat untuk terus mendorong nilai-nilai demokrasi dan mewaspadai potensi penyimpangan menuju otoritarianisme. Dengan demikian, kita dapat membangun pemerintahan yang lebih baik, inklusif, dan responsif terhadap kebutuhan serta aspirasi rakyat.

Penulis: Yasmin

About the author

Adila V M