Gramedia Logo
Haemin Sunim

Haemin Sunim

8 Buku

Haemin Sunim adalah seorang penulis dan guru agama Buddha berkebangsaan Amerika Serikat berdarah Korea. Terlahir dengan nama asli Ryan Joo, Haemin pernah menempuh studi di beberapa kampus ternama di Universitas California, Berkeley, Universitas Harvard dan Universitas Princetown. Haemin Sunim mendapatkan pendidikan keagamaan di Korea dan mengajar di Kolese Hampshire Massachusetts selama tujuh tahun lamanya. Kemudian ia memutuskan untuk menjadi biksu dan menjadi penulis spiritual yang karyanya laris di pasaran internasional. Haemin Sunim merupakan salah satu biksu yang paling populer dan penulis yang paling berpengaruh di Korea Selatan, ia sudah sering tampil di berbagai acara televisi dan aktif memberikan pengajaran meditasi di media sosial. Tak mengherankan jika biksu yang telah memiliki jutaan pengikut di Twitter dan Facebook ini disebut The Healing Mentor dan Twitter Monk. Pengalamannya menjadi selama 20 tahun membuat ia berpikir bahwa banyak orang menderita karena kesulitan hidup, namun kebanyakan guru Buddha hanya memberikan solusi berupa berdoa dan meditasi, ia merasa belum puas dan tidak nyaman dengan solusi tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 2018, Haemin mendirikan School for Broken Hearts di pusat kota Seoul sebagai upaya untuk membantu masyarakat untuk berjuang untuk melawan penyakit, sembuh dari sakit hati, depresi, dan masalah psikologis lainnya tanpa ada misi untuk menyebarkan agama Buddha. Tak cukup sampai di situ, Haemin juga melakukan inovasi dengan cara membuat aplikasi mobile bernama Kokkiri yang berfungsi untuk membantu pengguna untuk meditasi di mana saja. Aplikasi ini dilengkapi dengan fitur musik suara alam yang menenangkan. Aplikasi ini juga cukup populer dan memiliki 330.000 pengguna. Kesuksesan Haemin Sunim rupanya membawa ia menjadi seseorang yang populer bahkan disebut-sebut sebagai public figure yang memiliki banyak penggemar. Rupanya hal itu tidak serta-merta membuatnya bahagia, ia justru sedih karena merasa gagal untuk menjalankan kewajibannya untuk menjadi seorang biksu. Meskipun ia telah melahirkan sejumlah karya yang diterima oleh masyarakat luas, Haemin memutuskan untuk mundur dan menarik diri dari kehidupannya sebagai public figure yang telah membesarkan namanya untuk kembali menjadi seorang biksu. Meskipun demikian, namanya tetap bersinar dengan sejumlah karyanya yang telah memiliki tempat di hati para penikmat buku. Salah satu karya Haemin Sunim yang terkenal adalah Buku pertamanya yakni The Things You Can See Only When You Slow Down yang terbit pada tahun 2012 yang telah terjual sebanyak lebih dari empat juta eksemplar. Tak tanggung-tanggung, buku ini telah diterjemahkan ke lebih dari 35 bahasa. Isu yang diangkat dalam buku ini adalah isu-isu umum yang relevan terjadi dalam dunia modern. Pembaca akan merasa relate dengan bahasan yang ada dalam buku ini dan mendapatkan jawaban atas masalah mereka. Buku ini dapat membantu menyelesaikan berbagai persoalan dalam hidup dengan menemukan kembali diri kita sendiri. Bukan karena kata-kata yang mengagumkan, tapi dengan kata-kata sederhana yang merupakan kebenaran yang kuat, yang kita sendiri sebetulnya sudah tahu. Hanya saja teralihkan oleh karena kesibukan dunia. Ditambah dengan adanya ilustrasi yang menenangkan di dalamnya, buku ini mudah untuk dibaca sehingga pembaca bisa mendapatkan ketenangan pikiran dan memperlambat diri dengan membaca buku ini. Haemin Sunim menulis buku ini untuk menjadi pengingat bagi kita untuk istirahat. Maka itu, buku ini baik dibaca secara lambat. Sebab, sebagian besar isi dari buku ini adalah nalar wajar dan saran baik yang perlu diresapi. Buku ini terbagi menjadi delapan sub-bab yang dapat membantu pembaca untuk menemukan bagian yang relevan dengan keadaan yang sedang dialami. Jadi, pembaca tidak harus bersusah membaca keseluruhan buku untuk dapat menemukan bagian bacaan yang diinginkan. Pesan moral dan makna yang terkandung dalam buku The Things You Can See Only When You Slow Down akan berbeda-beda bagi setiap pembacanya, karena buku ini ditulis secara relevan dengan masalah yang ada di dunia modern ini, tetapi pengalaman yang dirasakan tiap orang yang membacanya berbeda-beda. Buku ini juga tidak menawarkan solusi secara jelas dan rinci, melainkan melalui bentuk esai yang mengarahkan pada renungan pribadi. Maka itu, penafsiran tiap pembaca akan berbeda-beda. Buku ini juga mengajarkan agar pembaca memiliki Mindfulness atau kesadaran secara penuh di mana merupakan kunci utama untuk mendapatkan kedamaian di dunia yang sibuk ini. Ketika kamu dapat memahami dan mengendalikan pikiranmu, maka kamu dapat mengubah dan mengendalikan dunia. Hadir dalam momen saat ini, rasakan emosi muncul pada saat ini. Amati pikiran dan perasaan layaknya objek di luar diri yang dapat kamu kendalikan. Beristirahatlah, meski untuk sejenak saja. Menjaga kesehatan fisik dan spiritual dirimu sendiri adalah hal yang fundamental untuk dapat bertahan menghadapi kehidupan. Sebab, pusat dari kehidupan adalah dirimu sendiri, dan satu-satunya orang yang dapat mengendalikan dan mengubah hidupmu hanya dirimu sendiri. Buku keduanya yaitu Love for The Imperfect Things yang berisikan tentang cinta pada diri sendiri serta membantu pembaca untuk menerima segala kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam diri. Buku yang terbit pada tahun 2016 ini telah menerima ulasan positif dan mendapat sambutan luas di kalangan pembaca internasional. Buku ini dikenal karena pendekatannya yang bijaksana dan inspiratif terhadap kehidupan sehari-hari, menawarkan wawasan tentang cara menghadapi tekanan sosial untuk menjadi lebih sempurna dan memperkuat rasa penerimaan terhadap diri sendiri. Layaknya buku The Things You Can Only See When You Slow Down, buku Love for Imperfect Things merupakan buku yang dikategorikan sebagai buku penolong diri, yang memuat kebijaksanaan spiritualitas. Namun, berbeda dengan buku sebelumnya yang mengajak pembacanya untuk mencapai mindfulness dan beristirahat di dunia yang sibuk, buku ini berisi pengajaran tentang cara mencintai diri kita sendiri, orang lain, dan keadaan di sekitar, dengan menerima segala kekurangan dan ketidaksempurnaan. Format penulisan buku kedua hasil tulisan Haemin Sunim ini nampak sama dengan buku pertamanya, yakni terbagi menjadi delapan sub-bab yang membahas kategori topik berbeda. Delapan sub bab tersebut, yaitu Self Care, Family, Empathy, Relationships, Courage, Healing, Enlightenment, dan Acceptance. Dapat dilihat dari kedelapan sub bab tersebut, Haemin Sunim membagi secara bertahap dan fokus menjabarkan tiap fase dalam proses mencintai. Dan tentunya, semua dimulai dari diri sendiri. Sebab, dimulai ketika kita merawat diri sendiri, kemudian dunia akan mulai menganggap kita layak untuk diperhatikan. Inspirasi utama dari buku ini adalah sejumlah kisah yang dibagikan kepada dirinya, ketika ia mengadakan kuliah umum. Juga sebagian dari sejumlah pertanyaan yang diajukan di akun media sosial yang dimilikinya. Seperti buku The Things You Can Only See When You Slow Down, buku ini ditulis berdasarkan kisah nyata hasil refleksi pengalaman hidup Haemin Sunim yang selama bertahun-tahun membantu sejumlah orang untuk mulai merawat diri. Perbuatan yang akan kita lakukan pada orang lain, berawal dari perlakuan kita kepada diri sendiri. Jika kita memperlakukan diri kita dengan penuh belas kasih, empati, dan pengampunan, maka kita akan memperlakukan orang lain sedemikian rupa kita lakukan pada diri kita sendiri. Novel Love for Imperfect ditulis dalam bentuk esai pendek yang relevan dengan kehidupan pembaca, karena ditulis berdasarkan pengalaman pribadi, juga memuat kalimat-kalimat tentang cinta yang dapat direnungkan. Dengan format penulisan tersebut, Haemin Sumin mengajak para pembaca untuk dapat memahami diri sendiri secara lebih jauh, menyelam hingga sisi terdalam diri, untuk meresapi dan memahami makna cinta dari berbagai sudut pandang. Termasuk dalam sudut pandang negatif ketika diri merasa emosi dan perasaan negatif lainnya, seperti rasa kecewa. Buku Love for Imperfect Things karya Haemin Sunim ini diharapkan dapat membawa para pembacanya mendapatkan ketenangan batin, terdorong untuk lebih semangat, dan menjadi bijaksana dalam segala hal, supaya para pembaca bisa belajar untuk mencintai diri sendiri, kehidupan yang dijalani, dan semua orang yang ada di dalam kehidupan ini. Ciri khas dari setiap karya Haemin adalah setiap bab nya selalu tersusun rapi dan bertahap. Penjelasannya dimulai untuk diri sendiri lalu kemudian untuk orang lain. Hingga pada akhirnya pembahasan sampai kita dapat menerima keadaan. Untaian kalimat yang digunakan mudah dipahami dan langsung pada intinya. Gaya penulisan tidak bertele-tele namun sangat bermakna. Banyak kalimat self-love yang agar kita selalu diingatkan untuk mencintai diri dan merangkul kenyataan, serta disertai adanya contoh kasus di kehidupan nyata agar kita dapat merefleksi diri dengan mudah. Membaca buku Haemin Sunim, guru Zen Buddhist ini seperti bermeditasi. Sangat disarankan untuk membaca buku ini dalam keadaan tenang, perlahan-lahan, dan resapi setiap kalimat hingga relung sanubari. Niscaya pembaca akan mendapat pencerahan dan semangat untuk bisa merangkul ketidaksempurnaan diri. Haemin berharap semua orang yang membaca buku ini bisa lebih tenang, lebih mengenal diri sendiri, menerima kekurangan, tidak terjebak masa lalu ataupun ketakutan akan masa depan. Kita bisa melepaskan belenggu duniawi dan selaras dengan semesta agar hidup menjadi bahagia dan bermanfaat kepada sesama.