Gramedia Logo
Iksaka Banu

Iksaka Banu

6 Buku

Iksaka Banu adalah seniman berkebangsaan Indonesia yang lahir di Yogyakarta tanggal 7 Oktober 1964. Iksaka menyelesaikan pendidikan di Jurusan Desain Grafis, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Ia bekerja di bidang periklanan di Jakarta hingga tahun 2006, kemudian memutuskan menjadi praktisi periklanan pekerja lepas. Tak disangka bahwa masa kecil Iksaka memang sudah menyukai dunia penulisan. Ia beberapa kali mengirim tulisan ke rubrik Anak, Harian Angkatan Bersenjata. Karyanya juga pernah dimuat di rubrik Anak Harian Kompas dan Majalah Kawanku. Namun, kegiatan menulisnya terhenti karena tertarik mencoba melukis komik. Lewat kegiatan menulis komik ini, ia memeroleh kesempatan membuat cerita bergambar berjudul Samba si Kecil Perkasa di Majalah Ananda selama tahun 1978. Setelah lulus kuliah, pada tahun 1989 ia mengawali karirnya sebagai seorang pengarah seni di sebuah biro iklan di Jakarta. Enam belas tahun kemudian setelah lima kali berpindah tempat kerja, akhirnya ia memutuskan berkarir sendiri sebagai praktisi iklan dan pekerja lepas di bidang komunikasi visual. Dari dunia iklan, ia memperoleh beberapa penghargaan di ajang Citra Pariwara, di antaranya, medali emas untuk sebuah iklan (TV) mobil pada tahun 1996, medali emas untuk iklan (majalah) sebuah produk susu pada tahun 2001, dan finalis desain kalender pilihan panitia The New York Festival 1993. Kesibukan di bidang periklanan ternyata benar-benar menyita sebagian besar waktu, sehingga membuatnya nyaris melupakan dunia tulis-menulis. Tetapi pada akhir tahun 2000, dalam sebuah jeda cuti panjang, ia mencoba menulis sebuah cerita pendek dan dimuat di Majalah Matra. Sejak itu ia kembali giat menulis. Sejumlah karyanya hadir di majalah Femina, Horison, Media Indonesia, Jurnal Perempuan, serta Koran Tempo. Pada awalnya ia menulis dalam berbagai tema, tetapi akhirnya lebih memilih menulis cerita berlatar sejarah kolonial. Dua buah cerita pendeknya, Mawar di Kanal Macan dan Semua untuk Hindia, berturut-turut terpilih menjadi salah satu dari 20 cerpen terbaik Indonesia versi Pena Kencana tahun 2008 dan 2009. Kumpulan cerita pendek bertema sejarah kolonialnya dibukukan dengan judul Semua untuk Hindia, dan pada tahun 2014 meraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori prosa. Karyanya, Teh dan Pengkhianat, juga meraih penghargaan yang sama, pada tahun 2019. Buku-buku karya Iksaka Banu patut diacungi jempol dan telah menempati hati para penikmat karya sastra. Berikut adalah deretan karya yang menjadi best seller di Indonesia. Becoming Kirana (2011), novel debut Iksaka Banu ini mengisahkan perjalanan seorang remaja perempuan bernama Kirana yang sedang mencari jati diri dan menghadapi berbagai konflik dalam hidupnya. Winter in Tokyo (2014), novel ini mengisahkan kisah cinta antara seorang mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Tokyo dengan seorang gadis Jepang. Cerita ini membawa pembaca pada petualangan cinta dan penemuan diri di tengah salju Tokyo. Novel 5 cm (2013), Iksaka Banu turut berkontribusi dalam penulisan novel 5 cm yang juga diadaptasi menjadi film. Novel ini mengisahkan tentang persahabatan lima orang sahabat yang saling mendukung dalam menjalani impian dan menghadapi tantangan kehidupan. Di mana Karya-karya Hamba (2014), kumpulan cerpen ini menampilkan kisah-kisah pendek yang mengangkat tema-tema kehidupan sehari-hari dengan sentuhan emosi dan pemikiran yang mendalam. Sudah Cukup Sudah (2019), novel ini mengisahkan tentang dua sahabat yang berusaha melupakan kenangan buruk di masa lalu dan mencari kebahagiaan baru dalam kehidupan mereka. Rasina (2023), novel baru dengan nuansa sejarah yang kental yang berlatarbelakang jaman penjajahan Belanda. Karya-karya Iksaka Banu seringkali mengangkat tema-tema kehidupan, cinta, persahabatan, serta perjuangan dalam mencari jati diri. Gaya penulisannya diketahui memiliki daya tarik yang kuat dan mampu menggambarkan emosi dan konflik dengan detail yang mendalam. Karya-karyanya telah mendapatkan apresiasi dari pembaca dan penggemar sastra di Indonesia. Dalam novel Rasina dikisahkan bahwa sebagai pelayan rumah tangga sekaligus budak nafsu tuannya, Rasina menjadi saksi hidup banyak hal tak terduga yang membuat jiwanya terancam. Perjumpaannya dengan Stahlhart serta Joost Borstveld membuat keadaan menjadi semakin rumit, berbahaya, sekaligus membawa harapan baru. Di pertengahan abad ke-18, Kompeni Hindia Timur sudah melewati masa kejayaan mereka sebagai penyumbang terbesar Zaman Keemasan Negeri Belanda. Pudar karena ulah para pejabat Kompeni yang tidak memiliki cita-cita lain di tanah koloni, kecuali menumpuk harta secepat mungkin lewat korupsi atau perdagangan gelap bersama para saudagar pertikelir. Jan Aldemaar Staalhart dan Joost Boorsveld, petugas hukum Batavia dan Ommelanden, menemukan diri mereka terseret pusaran besar arus penyelundupan budak dan opium yang melibatkan orang penting dengan kekuasaan sangat besar. Di antara para budak selundupan itu ada Rasina, yang leluhurnya menjadi korban pembantaian massal warga Banda tahun 1621 oleh Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal Kompeni. Sebagai pelayan rumah tangga sekaligus budak nafsu tuannya, Rasina mengetahui banyak hal yang membuat jiwanya terancam. Bagi pecinta novel yang berlatarbelakang jaman kolonial, novel berikut bisa menjadi opsi untuk menjadi bacaan pelepas penat. Semua untuk Hindia berisi tiga belas cerita pendek merentang dari masa pra kedatangan Cornelis de Houtman hingga awal Indonesia merdeka. Masing-masing menggoda kita untuk berimajinasi tentang sejarah Indonesia dari sudut pandang yang khas seperti mantan tentara yang dibujuk membunuh suami kekasih gelapnya, perwira yang dipaksa menembak Von Imhoff, wartawan yang menyaksikan Perang Puputan, inspeksi Indonesia yang berusaha menangkap hantu pencuri beras, administrator perkebunan tembakau Deli yang harus mengusir gundik menjelang kedatangan istri Eropanya, dan nyai yang begitu disayang sang suami tetapi berselingkuh. Semua untuk Hindia merupakan sebuah buku kumpulan cerita yang ditulis oleh Iksaka Banu. Buku ini menghadirkan tiga belas cerita berbeda dengan sudut pandang dari tokoh utama yang berbeda-beda. Bahasa yang memikat dan cerita yang solid dimiliki oleh seluruh cerita Iksaka Banu di buku ini. Seluruh cerita yang disajikan dalam buku ini terasa solid dengan gaya bahasa yang dihadirkan. Menulis buku dalam konteks sejarah, tidak seharusnya banyak mengumbar kata-kata indah. Semua cerita di buku ini masuk ke dalam inti pesan yang ingin disampaikan. Pembaca dapat merasakan rasa keseriusan dari penulis dalam melakukan riset sejarah yang ingin ditulis sebelum dituangkan dalam cerita fiksi. Sementara dalam buku Teh dan Pengkhianat kita diajak bertamasya lagi ke masa silam, ketika awal mula sepeda dipakai kaum bumiputra di Hindia Belanda, sewaktu wabah cacar mengancam sementara sarana dan prasarana transportasi masih terbatas, saat globe masih merupakan produk pencerahan budi yang mewah, tatkala rekayasa foto tidak bisa lain kecuali dilakukan dengan cara manual yang merepotkan, dan seterusnya. Iksaka Banu menampilkan sejarah sebagai pergulatan manusia berikut susah-senang maupun kekecewaan dan harapan yang meliputi. Kebebalan ataupun nalar tiap generasi. Teh dan Pengkhianat memuat 13 cerita pendek dengan latar belakang sejarah yang menarik untuk dibaca. Kisah yang dimuat dalam buku ini terasa lebih menarik karena tak melulu berbicara terkait perang. Mulai dari halaman awal hingga akhir dapat menyentuh perkara kemanusiaan, perkara fanatisme buta, harapan, pengorbanan, hingga perjuangan, yang dalam hal ini perjuangan melawan ketidakadilan. Sementara itu, buku berjudul Sang Raja menceritakan di zaman ketika warga bumiputera masih dianggap sebagai warga negara kelas tiga, Wiro Soeseno, Jawa tulen, dan Filipus Rechterhand, Belanda totok, pergi berkelana dan mendamparkan diri ke kota Kudus. Nasib mempertemukan mereka di sebuah pabrik rokok kretek besar yang mempekerjakan ribuan buruh. Di sana mereka menempa diri dan jatuh bangun bersama di tengah intrik politik, gebalau zaman, serta gelegar perang kemerdekaan. Mereka juga menjadi saksi kejayaan seorang priyayi rendah, yang dikenal dan dihormati sebagai De Koning, Sang Raja Rokok Kretek, Nitisemito. Berbekal kerja keras, semangat pantang menyerah, dan kecerdasan pemasaran yang melampaui zaman, Nitisemito berhasil mengubah hidupnya dari seorang mantan kusir dokar menjadi orang terkemuka di zamannya. Pengalaman hidupnya yang layak jadi ilham dan panutan bagi berlapis generasi sesudahnya. Deretan karya Iksaka berhasil memikat penikmat karya sastra, hal ini karena Ikasaka mampu memberikan ciri khas yang menjadi kelebihan di tiap karyanya. Iksaka memiliki gaya penulisan yang menarik dan mampu menarik perhatian pembaca. Penggunaan bahasa yang sederhana namun efektif membuat ceritanya mudah dipahami dan dapat menghanyutkan pembaca ke dalam alur cerita. Salah satu kelebihan Iksaka adalah kemampuannya dalam menggambarkan emosi karakter dan situasi dengan sangat kuat. Hal ini membuat pembaca dapat merasakan dan terhubung secara emosional dengan kisah yang sedang dibacanya. Karya-karyanya seringkali mengangkat tema-tema yang universal dan relevan dalam kehidupan sehari-hari, seperti persahabatan, cinta, perjuangan, dan pencarian jati diri. Hal ini membuat pembaca dapat merasa terhubung dengan cerita-ceritanya. Karakter-karakter dalam karya-karya Iksaka Banu seringkali digambarkan dengan kedalaman yang kompleks. Mereka memiliki sisi-sisi yang beragam, kelebihan dan kelemahan, yang membuat mereka terasa nyata dan menarik untuk diikuti. Karya-karya Iksaka Banu juga sering mengandung pesan-pesan moral yang dapat menginspirasi pembaca. Melalui ceritanya, ia seringkali menyampaikan nilai-nilai tentang pentingnya persahabatan, keberanian, ketabahan, dan kebaikan hati. Kelebihan-kelebihan ini menjadikan karya-karya Iksaka Banu diminati oleh banyak pembaca dan telah membuatnya menjadi salah satu penulis yang dihormati dalam dunia sastra Indonesia. Karya-karya Iksaka Banu menawarkan pengalaman membaca yang menarik dan memikat bagi para pembaca. Dengan gaya penulisan yang menarik dan penggambaran emosi yang kuat, ia berhasil menghubungkan pembaca dengan cerita dan karakter-karakternya. Tema-tema universal yang diangkat dalam karyanya, seperti persahabatan, cinta, perjuangan, dan pencarian jati diri, membuat karya-karya Iksaka Banu relevan dan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan. Iksaka Banu juga terampil dalam menggambarkan karakter-karakter yang kompleks dan memperlihatkan kelebihan serta kelemahan mereka. Ini memberikan dimensi yang lebih dalam pada ceritanya dan membuat pembaca terlibat secara emosional dengan perjalanan karakter-karakter tersebut. Di samping itu, pesan-pesan moral yang terkandung dalam karya-karyanya memberikan inspirasi dan refleksi bagi pembaca tentang nilai-nilai kehidupan yang penting. Kesimpulannya, karya-karya Iksaka Banu merupakan kontribusi yang berarti dalam sastra Indonesia. Dengan gaya penulisan yang menarik, penggambaran emosi yang kuat, dan tema-tema yang universal, ia berhasil menciptakan cerita-cerita yang dapat menghibur, menginspirasi, dan merangsang pemikiran pembaca. Iksaka Banu telah memperoleh penghargaan dan pengakuan dalam dunia sastra, dan karya-karyanya tetap dihargai dan dinikmati oleh pembaca hingga saat ini.