Wisnu Nugroho
1 Buku
Wisnu Nugroho adalah seorang pembawa acara siniar BEGINU dan pemimpin redaksi Kompas.com. Pria yang akrab disapa Inu merupakan lulusan dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Baginya, belajar filsafat itu mempertanyakan segala sesuatu termasuk keimanan. Dilansir dari perbincangannya dengan Soleh Solihun, banyak orang yang belajar filsafat kalau tidak sanggup menginternalisasi pengalaman dan mengonfrontasi apa yang terjadi, orang bisa mempertanyakan segala hal. Tak disangka, dari hal tersebut ia berniat untuk menjadi seorang pastor karena ingin bermanfaat bagi banyak orang dengan mengabdikan diri pada umat. Sehingga ia memutuskan berkuliah di STFD setelah lulus dari sebuah seminari. Namun ternyata saat ia mempelajari filsafat, banyak hal yang ia bedah sehingga ia merasa termurnikan. Ada beberapa hal yang ia jalani namun tidak diyakini sungguh-sungguh. Hal inilah yang akhirnya mengurungkan niatnya menjadi seorang pastor. Momen itu berlangsung saat Inu ikut membantu sebuah acara di gereja. Meskipun sempat ingin membantu banyak orang untuk berbuat baik, kemudian ia tersadar menjadi seorang pastor bukanlah tujuannya. Setelah menempuh kuliah di filsafat, Inu berkeinginan untuk menjadi dosen dan melanjutkan S2 di Eropa. Baginya, Eropa menjadi tempatnya para filsuf ternama. Tapi seiring berjalannya waktu, ia akhirnya ditawari menjadi jurnalis Rileks.com. Inu memang suka membaca dan menulis, sangat menyenangkan jika tulisannya bisa dibaca dan bermanfaat untuk orang lain. Ia senang menulis tulisan yang ringan seperti tafsir mimpi, olahraga, dan entertainment. Meskipun ia mengakui bahwa topik seputar entertainment itu melelahkan karena harus diliput hingga larut malam, namun jiwa penulisannya masih tetap membara. Setahun berlalu, Inu memutuskan untuk hengkang dari Rileks.com dan memilih Kompas untuk melebarkan sayapnya. Ketika hendak menjadi wartawan Kompas, Inu perlu mengikuti serangkaian tes di antaranya wawancara, seleksi berkas, tes bahasa, psikotes, Tes Focus Group Discussion (FGD). Namun sayangnya saat tes kesehatan, hasilnya menunjukan bahwa ia memiliki hipertensi. Hal itu tidak membuatnya patah arang, segala cara ia coba untuk dapat melewati tes. Inu mengakali dengan meminum air rebusan seledri dengan harapan tekanan darah tinggi nya turun. Tak disangka, saat ia kembali menjalani tes di klinik Kompas, Inu dapat lolos dan diterima menjadi jurnalis dan akhirnya menjabat sebagai pemimpin redaksi Kompas.com hingga saat ini. Inu juga aktif di Podcast dan media sosial seperti Youtube yang ada di chanel Kompas.com sejak tahun 2020 tepatnya di tanggal 28 Oktober. Tahun ini podcastnya telah memasuki season 6, di mana masing-masing sesi podcastnya terdiri dari 15 episode. Wah sudah banyak sekali ya episodenya. Selain itu, banyak konten lain yang dipandu oleh Inu yang mendatangkan banyak orang-orang yang memberi inspirasi. Seperti pada salah satu videonya di tanggal 6 Januari 2022, Ia mengundang Retno Marsudi yang mana beliau adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang berperan besar bagi Kabinet Indonesia Maju. Dalam konten tersebut, Inu dan Retno Marsudi mengangkat topik terkait upaya yang perlu dilakukan agar Indonesia dapat menjadi sarana bagi negara-negara G20 agar tidak terlihat kesenjangan yang spesifik antara negara berkembang dan negara maju, dalam rangka memulihkan kondisi negara dan kesehatan masyarakat di era pandemi ini untuk dengan tema Recover Together, Recover Stronger pada KTT 2022. Salah satu karya yang telah diterbitkan Inu adalah buku Kitab Pink yang rilis pada tanggal 7 Juli 2022 di Bentara Budaya Jakarta (BBJ). Isi buku ini menceritakan tentang karir seseorang yang telah berkarya di industri musik selama 12 tahun antara 2011 hingga 2023. Dia adalah seorang musisi, pelukis, serta penulis lagu dengan gaya musik rakyat (folk pop). Pria ini dikenal sebagai Jason Ranti atau kerap disapa Jeje. Kitab Pink Jason Ranti, Antara Kegelisahan dan Gugatan menjadikan cerita perjalanan Jeje dalam industri musik dan juga pemikirannya terkait kehidupan terabadikan dengan baik. Sejak Usia muda, Jeje sering mendengarkan musik yang biasanya didengarkan oleh orang-orang dengan usia yang lebih tua darinya seperti The Beatles, Simply Red, Led Zeppelin dan masih banyak lagi. Jeje sering kali membagikan selera musiknya itu kepada orang tuanya yang dia setel dari CD atau pita kasetnya. Dari ketertarikannya terhadap musik-musik tersebut, ada salah satu alat musik pertama yang menarik perhatiannya, yaitu gitar. Banyak hal yang menjadi inspirasi baginya, seperti dari khotbah agama, liga sepakbola, guru dari universitasnya Profesor Bambang Sugiharto, dan lain lain. Dari situlah Jeje mulai mempelajari lebih dalam tentang dunia musik dan meluncurkan album perdananya pada tahun 2017. Buku Kitab Pink ini menjabarkan tentang isi perbincangan antara Wisnu Nugroho dengan Jason Ranti mengenai pemikiran dan pandangan Jeje, seorang musisi musik folk terhadap kehidupan, kepercayaan, hukum sampai ke otoritas negara. Kehidupan Jason Ranti atau biasa dipanggil Jeje ini dikupas secara mendalam pada buku ini. Tidak hanya dunianya dalam industri musik, tapi juga pandangannya terhadap kehidupan spiritualitasnya, sisi dirinya yang mendalami di bidang kreativitas yang kompleks. Dirinya menyatakan bahwa seni yang ia ciptakan memang bukan ditujukan untuk dipahami oleh penikmatnya, melainkan untuk memainkan perasaan orang yang melihat atau mendengarnya agar bisa menikmati nilai seninya tanpa berusaha mengerti apa maksud dari hasil ciptaannya tersebut. Esensi seni yang Jason Ranti tuangkan memiliki arti yang meluas dan universal, sehingga penikmatnya pun diajak mengeksplor pikirannya sembari menikmati seninya. Jason Ranti dengan lugas dan tegas menyinggung banyak hal dalam karyanya mengenai lika-liku kehidupan bermasyarakat seperti pada aspek agama, dosa, kesucian, berbagai seluk-beluk kehidupan, bahkan sampai otoritas negara. Sepanjang pandemi, Jason Ranti berhasil menciptakan dan melengkapi banyak karyanya dari beragam tempat yang tidak biasa. Jason Ranti sendiri paling banyak menghabiskan waktu untuk menghasilkan karyanya itu di pintu toiletnya, coretan diatas kertas, diatas kanvas, dapur keluarga, dan tanda jasa. Buku ini mengajak kita berdialog dan diwawancara dalam hati untuk melihat, berfikir, menggugat dan bisa mengambil pelajaran hidup yang pas untuk kita yakini. Buku Kitab Pink Jason Ranti merupakan jilid pertama seri Beginu, Bukan Begini, Bukan Begitu, yang mengulik sisi manusia secara mendalam baik mimpinya, keraguan, harapan, dan kecemasan yang ada pada anak muda di zamannya. Buku kitab Jason Ranti ini memiliki nilai seni yang tinggi, dimulai dari sampulnya dengan warna pInk fuschia yang menyala dan cantik, membuat banyak orang tertarik dan penasaran dengan isi buku Kitab Pink Jason Ranti ini. Sosok Jason Ranti yang terpampang pada sampul buku ini juga memberikan banyak makna yang membuat orang menerka-nerka apa makna dibalik gambar Jason Ranti beserta coretan putih yang tidak beraturan tersebut. Gambar yang memberi pesan berisik ini menggambarkan isi dari buku itu sendiri. Buku ini menyampaikan berbagai gugatan Jason Ranti atas pandangannya terhadap berbagai aspek kehidupan. Gambar tersebut juga menggambarkan suara di kepalanya yang berisik namun bernilai seni yang mendalam. Karya yang dia ciptakan juga memang mengikuti nilai yang dia pegang, yaitu menjadi dirinya yang menciptakan apa yang dia suka, dia tidak menciptakan karya yang untuk dimengerti tetapi hanya untuk dinikmati saja esensi karyanya. Selain itu bahasanya yang blak-blakan, lugas, dan komunikatif juga membuat pembacanya merasa seperti sedang diwawancara. Pembaca bisa merasakan seperti sedang diinterogasi dan diajak berpikir. Dengan itu, pembaca bisa merasa tidak jenuh ketika membaca buku ini. Pembahasan yang cukup tidak umum dan cukup unik ini meningkatkan rasa penasaran pembaca untuk menyimak lebih dalam lagi sisi lain seorang musisi ini. Perspektif akan kehidupan yang tidak umum juga memberi energi baru bagi pembaca karena menemukan suatu hal baru yang menyegarkan dan unik dalam menanggapi isu-isu kehidupan bermasyarakat. Obrolan Jason Ranti dengan Inu juga sangat berisi, tebal, dan padat. Perbincangan yang terlihat asal-asalan, namun jika di simak dengan baik, kita bisa banyak menemukan sisi unik dari Jason Ranti yang membicarakan perspektifnya dengan gaya bahasa filsafatnya. Coretan ilustrasi yang disertakan dalam setiap halaman buku ini juga selain untuk nilai estetika, namun juga bisa dipajang dan dijadikan koleksi karna ilustrasinya yang abstrak dan indah memanjakan mata pembacanya. Selain itu ilustrasi ini juga menambah visual dari buku ini jadi lebih menarik dan tidak membosankan, layaknya anak-anak, terkadang buku dengan banyak gambar terlihat lebih seru untuk dibaca. Terlebih lagi, untuk orang yang juga menyukai seni terutama dalam bentuk visual, ilustrasi yang disertakan dalam buku ini akan menambah inspirasi baginya karena karya lukisan Jason Ranti ini kompleks, menarik, dan juga mengandung makna tersirat sehingga cocok untuk menemani tulisan percakapan abstrak yang ada dalam buku ini. Selain itu, buku ini juga isinya tidak terlalu tebal sehingga bagi kalian yang suka buku yang isinya ringan, buku ini cocok untuk kalian baca. Selain itu harganya pun masih tergolong terjangkau. Wisnu Nugroho juga memiliki beberapa karya lain, misalnya buku berjudul Pak Beye dan Istananya. Presiden Republik Indonesia selama ini dipandang memegang posisi yang tak tertandingi dan menduduki puncak hierarki di negara ini. Tanda pengenal mobil resmi kepresidenan, RI 1, menjadi simbol kepentingan dan keunggulan jabatan tersebut. Namun, dalam buku ini Wisnu Nugroho, seorang wartawan Kompas di blog kompasiana, menyajikan ulasan mengenai sisi yang tidak terlalu dianggap penting dari RI 1 yang saat itu dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono diungkap dengan cara yang menarik, mengalir, dan tanpa embel-embel. Selama ini, kebanyakan orang menulis berita yang hanya menyoroti sisi penting dari RI 1 dan menyebarkannya secara serentak yang hanya akan menghasilkan berita yang seragam dan tanpa gairah. Karakteristik penting dari berita-berita Istana tersebut telah mereduksi keunikan dan daya tariknya karena tidak diberitakan dengan sepenuh hati. Pak Beye, panggilan akrab untuk Susilo Bambang Yudhoyono dan kompleks Istana Negara menjadi fokus utama dalam buku pertama dari seri Tetralogi Sisi Lain SBY. Melalui sudut pandang seorang manusia biasa, pengalaman Pak Beye yang penuh keunikan dicatat dengan rinci, dijelaskan dengan penuh canda, dan terkadang diselingi dengan sikap nakal. Keterperincian yang disajikan dalam kisah-kisah mengenai kehidupan Istana memberikan alur yang runtut, jelas, dan memiliki nilai sejarah yang tak terhingga. Pembaca akan tersenyum-senyum mengikuti ceritanya yang menghibur dari kumpulan karya Wisnu Nugroho ini.
Baca Selengkapnya