Gramedia Logo
Product image
Sri Puji Hartini

Aku Tak Membenci Hujan

Format Buku
Deskripsi
kosong Karang menjelajah, melihat jendela kelasnya yang mulai basah tertampar oleh derasnya hujan. Sesuatu yang gelap mulai merayap, menyelimutinya. Samar telinganya dapat mendengar suara cat air yang tidak tertutup rapat di mejanya, jatuh tersenggol oleh teman sekelasnya. Namun, suara itu terdengar begitu jauh. Jauh. "Sorry, Rang. Gue nggak sengaja!” ucap siswa itu dengan segera. Karang ingin merespons permintaan maaf itu, tetapi dia tidak bisa. Tubuhnya membeku. Matanya hanya terfokus dengan aliran cat air yang mengotori kertas putih dan mulai mengalir menetes ke lantai. Selama beberapa waktu dia terdiam, lalu mulai mengetuk-ngetuk meja dengan kuas yang sedang dia pegang. Awalnya ketukan itu terdengar kecil dan samar. Namun, lama-kelamaan, ketukan itu semakin cepat dan terdengar semakin keras. "Its not my fault. I didn't drop it. He drops it." Karang bergumam dalam bahasa Inggris sembari terus mengetuk meja. Terlahir dari sebuah kesalahan, dibenci tanpa alasan, dan dianggap tidak berharga oleh sang ibu membuat Karang Samudra Daneswara hidup dirundung duka. Ia tidak pernah menginginkan apa pun di hidupnya kecuali kasih sayang dari Andira Deepa-ibu kandungnya. Berbagai penolakan dan perlakuan kasar sering Karang dapatkan, tetapi Karang masih tetap menjadi sosok yang menghangatkan jiwa. Tanpa disadari apa yang Karang alami ternyata menumbuhkan sosok lain dalam dirinya. "Ma... Lihat Karang sekali saja. Karang ada disini. Karang juga ingin dipeluk Mama. Karang juga anak Mama, kan? Karang juga lahir dari rahim Mama, kan? Apa bedanya Karang dengan Biru? Kenapa kasih sayang Mama harus terbelah seperti ini?" Lantas, setelah semua rasa sakit yang Karang alami, akankah Andira membuka hati untuk menerima Karang atau selamanya akan tetap jadi pembenci?
Detail Buku