Gramedia Logo
Product image
Format Buku
Deskripsi
Deskripsi Produk Tak ada manusia yang benar-benar bisa merelakan sebuah kehilangan. Terlebih karena adanya pertalian emosi yang telah terjalin. Di satu sudut waktu Liswindio Apendicaesar, ingin meneriakkan rasa sepinya lewat puisi. Dari situlah ANICCA terlahir. Serupa bentuk pemaknaan kembali tentang arti sebuah arti melepaskan dan memaknai ketidakkekalan. "Di pesisir, kau akan menemukan perahu mengantarmu ke pantai seberang, jauh dari kami yang tak mampu merelakan. Ayahmu telah mengajariku dengan baik; di kehidupan berikutnya, aku akan melupakan air mata ini, dan semua kembali menemukan satu sama lain. Tapi manusia tetap manusia dan semua doa adalah kenangan yang bergemuruh. Melepas nama dan rupamu". Penggalan puisi ANICCA itu menjadi perlambang nyata tentang pergulatan batin seorang Dio saat ditinggalkan oleh Edo Widyananda, sahabatnya. Buku Anicca ini dan semua puisi-puisi di dalamnya tak lain merupakan perenungan dan juga pengingat bagi diri sendiri bahwa melepas adalah hukum alam. Kemudian penulis mulai berlatih untuk melepaskan. Mau tak mau, suka tak suka, suatu saat ia harus bisa melepas semua hal dan orang yang dikasihinya. Melalui kumpulan sajaknya ini, Liswindio Apendicaesar telah memperkaya khazanah perpuisian kita. Ia menghadirkan Buddha dan melakukan refleksi spiritual di tengah dunia yang makin tidak mudah memelihara daya kontemplasi. Sajak-sajaknya juga merupakan ajakan untuk merawat kembali kesederhanaan dan kedalaman bahasa di tengah pasar kata-kata yang gelap makna. Jenis Cover : Soft Cover
Detail Buku