Wulan Kenanga
Arunika
Format Buku
Deskripsi
Ada sebuah kafe yang memilih buka usai subuh. Waktu ketika udara Bandung masih begitu dingin. Ketika orang-orang masih bergelung dalam selimut mereka. Namun, Galang - pendiri kafe itu beranggapan bahwa usai subuh adalah waktu terbaik untuk membuka usaha. Kini, setelah Galang meninggal kafe itu dikelola oleh Mentari Pagi dan suaminya.
Arunika.
Begitu nama kafe itu disebut. Arunika berdiri pada tahun 1985, sebelum Tari lahir tiga tahun kemudian. Dia meneruskan usaha ayahnya dan bertahan sampai sekarang. Kafe itu terdiri dari kayu-kayu tua yang masih kukuh. Warna dinding Arunika biru muda dengan beberapa sisi mengelupas. Awalnya, dinding cafe itu berwarna putih. Tari berinisiatif untuk mengubahnya agar lebih cerah, tetapi alih-alih terlihat cerah, cafe nya malah tetap terlihat tua. Maka, dia membiarkannya begitu saja sampai catnya mengelupas di sana sini.
"Kamu merusak Arunika," begitu komentar Tama, suaminya. Keduanya bersedekap menatap nanar dinding cafe.
Dengan acuh tak acuh, Tari mengedikkan bahu. "Sepertinya, kafe ini memang nggak bisa diajak menjadi modern," begitu katanya.
Tama terkekeh. Lalu, disusul Tari. "Sepertinya, ayah nggak terima cafenya kusentuh," tambah Tari.Maka, Tari membiarkan kafe itu apa adanya. Dia hanya mengganti engsel pintu yang berkarat, membetulkan langit-langit cafe yang bocor dan hal lain tanpa mengubah karakter Arunika.
Ayah Tari membuka Arunika dengan menu utama roti tangkup berbeda. Amerika. Setiap harinya Arunika menyediakan menu yang Dia terinspirasi dari kebiasaan ayahnya yang sarapan roti tangkup setiap harinya.
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Agustus 2023
Baca Selengkapnya
Detail Buku