Stephanus G. Setitit
Dari Kei untuk Konferensi Meja Bundar
Format Buku
Deskripsi
Buku ini adalah kisah perjalanan hidup Bon Setitit, seorang putra Kei yang cukup besar perannya di masa pergerakan nasional. Memegang ijazah OSVIA Makasar, Bon Setitit bekerja di departemen dalam negeri Hindia Belanda. Saat menjabat sebagai Controleur yang membawahi wilayah Saumlaki Tanimbar, ia bersama rekan-rekannya menyatakan sikap terhadap pemerintah Hindia Belanda (Mosi Rakyat Kei), dengan mengatasnamakan Maluku Terselatan. Mosi itu mengenai pembagian wilayah yang berpotensi menciptakan kemiskinan dan perlakuan yang tidak adil terhadap rakyat di wilayah tersebut. Ia mengibarkan bendera Sang Merah Putih di halaman kantornya, sehingga membuat pemerintahan Hindia Belanda marah terhadapnya. Bon dipecat dari jabatannya, dipanggil pulang ke Ambon bahkan jabatan sebagai Hakim Negara urusan Pidana dicabut. Sementara pangkat Letnan Dua tidak ada kejelasan, pangkat Controleur-nya tetap dipertahankan. Bon merupakan satu-satunya Controleur pribumi.
Hukuman dijatuhkan dengan memberinya tugas belajar, padahal sebelumnya kesempatan tugas belajar itu sudah dinyatakan tertutup. Hal ini sangat diluar dugaan Bon. Ia menerima beasiswa tersebut walaupun merasa sedih karena harus meninggalkan teman seperjuangan. Namun, pendaftarannya ke Universitas Leiden, Jurusan Indologie-Ekonomi, sempat tertunda karena ijazah Hoogere Burgerschool-nya belum ditandatangani Menteri Pendidikan Belanda. Akibatnya, ia harus menunggu tahun ajaran baru 1949/1950, yang baru dibuka pada November 1949. Ketika menempuh Pendidikan di Belanda itulah ia mendapat tugas untuk duduk di Sekretariat Jenderal Konferensi Meja Bundar (KMB).
Surat penugasannya diberikan oleh Ministerie Van Overzeese Gebeidsdelen—Kementerian Departemen Seberang Laut Belanda, departemen yang bertanggung jawab bagi para penerima beasiswa—melalui Sekretaris Jenderalnya. Kesempatan duduk di KMB ia pergunakan semaksimum mungkin karena ia memahami bahwa perundingan ini sangat penting bagi kepentingan bangsa Indonesia.
Dalam kesempatan itu, ia berkenalan dengan para delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Mohammad Hatta. Konferensi ini berlangsung hampir tiga bulan, waktu yang panjang dan melelahkan bagi para delegasi. Sidang KMB dipantauan oleh PBB dan beberapa negara peninjau untuk memastikan perundingan berjalan dengan kesepakatan tanpa paksaan atau tekanan.
Satu peristiwa besar dan mendunia setelah PD II dan Bon menjadi saksi sejarah dalam peristiwa tersebut. Banyak permasalahan yang dibicarakan harus disepakati tanpa merugikan kedua belah pihak. Tugas kesekretariatan adalah mengerjakan notulensi dan risalah selama persidangan, termasuk menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau sebaliknya. Bon melakukannya dengan sangat hati-hati dan memilih kata yang menguntungkan bangsanya.
Pada 1 November 1949, sidang KMB berakhir dengan mencapai kesepakatan: kedaulatan bagi Indonesia. Pada 2 November 1949, dilakukan penandatanganan kesepakatan antara delegasi Belanda dan delegasi Indonesia. Peristiwa itu merupakan sejarah penting bagi Indonesia sebagai negara berdaulat dengan pengakuan dari dunia. Penyerahan kedaulatan dilaksanakan pada Desember 1949, oleh pimpinan tertinggi kedua negara dan dilaksanakan dalam waktu bersamaan di masing-masing negara.
Hal yang menakjubkan dilakukan Bon pada masa studinya. Materi kuliah Indologi-Ekonomi diselesaikannya hanya dalam waktu dua setengah tahun dengan predikat summa cum laude, padahal waktu kuliah rata-rata lima tahun dan dibatasi hanya tiga tahun untuk para penerima beasiswa. Komisariat Agung Republik Indonesia di Den Haag, lembaga yang dibentuk pasca-KMB untuk menangani proses penyerahan kedaulatan, memberikan surat agar Bon segera pulang ke Indonesia, selambat-lambatnya Mei 1952.
Ia kemudian ditempatkan di Kementerian Dalam Negeri RI dengan pangkat Referendaris golongan VI/b, menjabat sebagai Kepala Otonomi dan Desentralisasi. Referendaris adalah pegawai tinggi yang menduduki jabatan di departemen. Selama di Kemendagri ia menyusun rancangan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah. Namun, karena terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan saat itu yang lebih ke arah sentralistik, departemen otonomi dan desentralisasi yang baru didirikan terpaksa dibubarkan. Bon memutuskan mengundurkan diri pada akhir 1954.
Baca Selengkapnya
Detail Buku

Stephanus G. Setitit
Dari Kei untuk Konferensi Meja Bundar