Reni Nuryanti
Di Kala Pagi
Format Buku
Deskripsi
Kematian Sutiyem dianggap paling langka di Desa Kembaran. Sebelum meninggal, ia menyuruh anak nya, Darmo, untuk mengasah golok. Sutiyem juga minta dibelikan kain kafan. Saat itu, Darmo hanya tertawa. la menduga ibunya sudah gila. Sutiyem justru tersenyum. Ia kemudian menepuk pundak Darmo sambil berkata, "Anak lanang, melarat itu bukan laknat." Beberapa hari kemudian, Darmo menemukan ibunya mati dengan leher hampir putus.
"Asu buntung!" Darmo berteriak, wajahnya garang. "Biyung! Kenapa hanya kemelaratan yang kau tinggalkan? Kenapa bukan puluhan sapi dan kambing? Kenapa bukan rumah megah dan berhektar tanah? Kenapa Biyung?" Darmo pun menangis.
Ingin tahu kisah selanjutnya? Yuk, kita simak bersama-sama dalam buku ini…!
SINOPSIS
Apa kau tak kangen merebahkan badan di hamparan rumput Jepang? Lalu matamu melumat birunya langit dan kemuning senja. Saat itu, kau bilang cita-cita hidupmu setinggi mereka.
Tiga belas cerpen berlatar pedusunan di Jawa, Sumatera, dan Aceh ini mengajak pembaca untuk memahami bahwa dunia batin orang-orang pinggiran, selalu punya letupan—kadang ironis, tragis, tetapi juga inspiratif. Orang-orang pinggiran mengambil pilihan hidup atas nuraninya, meski kerap dianggap gila. Di kisah-kisah ini, kehidupan terbaca.
“Sedih dan bahagia itu tak sederhana dan kekuatan narasi membuat kita lebih mudah menerimanya tanpa mengiba atau gegap gempita.”
—Prof. Dr. Sri Margana, M.Phil.
DETAIL
Jumlah Halaman : 204
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tanggal Terbit : 23 Sep 2019
Berat : 0.0 kg
ISBN : 9786024811747
Panjang : 17.5 cm
Lebar : 11.5 cm
Bahasa : Indonesia
Baca Selengkapnya
Detail Buku