Muhammad Ismail Al-Ascholy
Hidup Seutuhnya: Kaidah Berkehidupan, Berpendidikan, dan Berketuhanan
Format Buku
Deskripsi
Hidup Seutuhnya bukan tentang rentetan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang, melainkan tentang kaidah pakem untuk seseorang dapat memandang kehidupan dari sisi yang tepat sesuai takaran Tuhan yang mampu membuatnya merasa lebih terakurasi hingga ia berkata dengan bangganya: “Aku hidup!”.
Buku hidup seutuhnya ini mengupas intisari kitab karya ulama besar dari Lasem tentang kaidah-kaidah dalam berkehidupan, berpendidikan, berketuhanan, dan berkeagamaan yang tentu diambil dari sumber Al-Qur’an, hadits, dan logika gamblang dari para ulama yang masyhur dengan istilah Wakulluman, yang mengisyaratkan: bahwa “Setiap orang yang begini, maka akan begini”. Silakan komparasikan kehidupan Anda dengan kaidah-kaidah dalam buku ini, dan rasakan bagaimana logika fitrah mendoktrin pemikiran Anda, insyaAllah. Selamat membaca.
Selling Point:
Buku ini berisikan kalam-kalam hikmah dari seorang ulama terkemuka di Indonesia, yang membawa cara berkehidupan, berpendidikan, dan berketuhanan yang bijaksana dan arif
Profil Penulis:
Sebagai santri kelana, Muhammad Ismail Al-Ascholy berpindah-pindah pesantren untuk menimba ilmu. Lora Ismail belajar dari banyak kiai, berpindah dari satu pesantren ke pesantren lain, dan dari satu daerah ke daerah lain, mulai dari Madura, Jawa, hingga Yaman. Ia adalah putra dari pasangan KH. Ali Ridlo Hasyim dan Nyai Hj. Muthmainnah Aschal. Ia -dari jalur ayah- adalah cucu dari KH. Hasyim Abdul Ghafur, Gerongan, Pasuruan, dan -dari jalur ibu- adalah cucu KHS Abdullah Schal, Demangan, Bangkalan, dan lahir pada 10 Juni 1995.
Sebagai keturunan keenam Syaikhona Muhammad Kholil, ia memulai pendidikan madrasah di rumahnya di Kelurahan Demangan, Kecamatan Bangkalan, di Pondok Pesantren Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Pada tahun 2005, ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren As-Sadad Ambunten, Sumenep. Pada usia sepuluh tahun, ia belajar kitab Aqidatul Awam dan Safinat An-Najah kepada KH Thoifur Ali Wafa. Petualangan nyantri Lora Ismail berlanjut ke pesantren lain, di mana ia menghabiskan sembilan tahun di enam pesantren berbeda. Setelah mempelajari ilmu tauhid dan fikih, Lora Ismail memperdalam ilmu nahwu sorof, metode cepat membaca kitab kuning, di Pondok Pesantren Darul Falah Amtsilati pada tahun 2007. Di pesantren ini, yang terletak di Jepara, Jawa Tengah, ia nyantri selama sembilan bulan.
Baca Selengkapnya
Detail Buku