SUTARDJI CALZOUM
Hujan Menulis Ayam
Format Buku
Deskripsi
Jauh hari sebelum Sutardji Calzoum Bachri kukuh dengan kredo puitiknya, ia terlebih dulu sudah menulis cerpen dan mempublikasikannya. Cerpen-cerpen Sutardji telah muncul secara produktif sejak 1960-an. Beberapa cerpen itu terpublikasikan di Aktuil dan Mahasiswa Indonesia Edisi Djabar, selain kemudian juga di Horison, Pelita, dan Kompas. Sayang sekali, Tardji bukan seorang dokumentator. Ia tidak memiliki arsip cerpen-cerpennya sendiri. Bahkan, ia sering lupa kapan dan di mana karyanya pernah terbit.
“Bagi saya, menulis cerpen adalah upaya menenteramkan imajinasi, menulis puisi membiarkan imajinasi merambah liar. Kalian, irama, denyut, pengulangan kata-kata selalu diarahkan agar mengalirkan dan menentramkan imajinasi. Usia sekitar 25 sampai 30 tahun adalah masa yang paling produktif dalam menulis cerpen. Jika kemudian menyusut, itu bukan karena kekurangan gairah, tetapi terutama karena alasan teknis saja. Mengetik bagi saya adalah suatu aktivitas yang tidak menarik karena sering banyak salah ketik. Belum ada komputer, sering menggunakan tip-ex adalah pekerjaan yang menyebalkan.” –Sutardji Calzoum Bachri.
“Di antara para penyair-penulis cerpen, Sutardji Calzoum Bachri merupakan nama yang paling sedikit dikenal, bukan saja karena sedikitnya cerpen yang ditulis, tetapi karena melambungnya namanya sebagai penyair. Untuk mengatakannya dalam paradoks, nama besarnya sebagai penyair telah terlanjur menindas potensi pribadinya sebagai seorang penulis cerpen. Judul Hujan Menulis Ayam mengingatkan kita akan pemberontakan Sutardji terhadap semantik dalam bahasa, yaitu terhadap penyederhanaan fungsi dan tugas kata-kata hanya sebagai pemanggul makna-makna yang telah dibakukan menjadi konsep.” –Ignas Kleden, Horison, 2001.
Baca Selengkapnya
Detail Buku

SUTARDJI CALZOUM
Hujan Menulis Ayam