Burhanuddin Muhtadi
Kuasa Uang: Politik Uang dalam Pemilu Pasca-Orde Baru
Format Buku
Deskripsi
Pemilihan umum di Indonesia ibarat dagang sapi saja; situ jual berapa, gua beli, kalau kurang ya bisa tukar tambah saja lewat jabatan. Kita sudah sering dikibuli oleh politisi yang berbusa-busa dengan kata-kata keadilan, kesejahteraan, dan omong kosong lain. Kita juga sudah jengah dengan palagan politik yang begitu-begitu saja; kalau tidak politisi karatan, keluarga politisi, kolega oligarki, dan tentunya pengusaha yang mencoba peruntungan dalam politik. Dan, kesemuanya masuk lingkaran setan politik uang, dari suap surat rekomendasi partai, sampai vote buying.
Celakanya, cost politik yang semakin tinggi tidak membuat politisi berhenti membakar uang untuk kursi politik. Selama pemilu yang digelar secara langsung dari tahun 2009-2019, kita ditunjukkan sebuah fenomena yang terjadi secara masif, yaitu jual-beli suara. Beberapa anekdot tentang pemilu, terutama pileg, di antaranya yang sering terdengar adalah NPWP (nomor piro wani piro). Kelakar semacam itu adalah bukti dari maraknya praktik jual beli suara. Meskipun secara hukum praktik ini terlarang, para politisi dari tingkatan nasional sampai kepala desa tidak segan-segan membelanjakan anggaran pemenangan untuk membeli suara pemilih.
Burhanuddin Muhtadi hadir menggenapi literatur tentang politik patronase dan klientelisme di Indonesia, terkhusus politik uang. Sebagai seorang ilmuwan politik, Burhanuddin telah kondang sebagai nama besar dalam jagat konsultan politik Indonesia dengan sederet survei dan pemenangan kandidat. Menyusul karir profesionalnya, Burhanuddin juga aktif dalam dunia akademis dengan menghasilkan beberapa karya, salah satunya buku Kuasa Uang: Politik Uang dalam Pemilu pasca Orde Baru. Buku yang diadopsi dari disertasinya di Australia National University (ANU) ini seakan meneguhkan senyatanya politik Indonesia yang dibangun atas praktik politik uang dan praktik patronase.
Baca Selengkapnya
Detail Buku