Gramedia Logo
Product image
Cyntha Hariadi

Manifesto Flora (2024)

Format Buku
Deskripsi
"la pencerita yang dingin, mengajak kita mengintip dalam sunyi. Keheningan yang mencekam, yang disampaikan oleh cerita yang nyaris tanpa dialog, tapi kemudian sejenis dentum bisa datang menghantam kapan saja. Bahkan di cerita seperti Dua Perempuan di Satu Rumah, dentum itu menjadi teror dan horor." - Eka Kurniawan "Jika bahasa bermula dari kata, maka susastra bermula dari bahasa. Tetapi bahasa tidak akan menjadi susastra jika tak mampu menyeruak dari keberbahasaan mapan nan mati, tetapi masih dipakai juga membuat sebagai mayat hidup yang disebut zombie - itulah yang bahasa susastra menghidupkan kembali kata demi kata dengan pembermaknaan baru. Itulah yang dilakukan Cyntha Hariadi dengan Manifesto Flora." - Sena Gumira Ajidarma Ada sumur di gereja, satu-satunya di seluruh tanah merah sejauh mana kakinya kuat melangkah. Ia menimba seember dan menuangnya ke ember miliknya, hijau dan pinggirnya bergerigi digigiti Sapi, anjing milik semua orang. Kakinya yang beralaskan sandal jepit terasa sejuk menerima ceceran air yang tumpah dari ember. Di sekeliling pinggiran sumur, bahkan di antara celah bebatuan dindingnya, mendesak keluar tumbuh bunga-bunga kecil putih dan kuning. Hatinya selalu bernyanyi melihat ini, sungguh, terngiang lagu bunga bakung yang dikasihi Tuhan. Dan juga pasal di Injil tentang burung pipit —ia Grata— yang akan selalu dihidupiNya. Grata mengangkat ember hijau itu ke depan dadanya, menjepit tali sandal erat-erat dengan jari kakinya dan mengambil satu langkah. Selangkah demi selangkah, pelan-pelan, air tak mau diam, ia keluar dari gereja, menyongsong terik matahari yang membakar tanah di bawah sandalnya namun tak menghanguskan keinginannya untuk membawa seember air ini tepat sampai ke depan rumahnya yang bahkan setitik pun belum nampak di depan mata. Ia gegas melewati tanah retak seakan tanah ini akan meregang dan menelannya bila ia lamban sedikit. Ia mempercepat langkah seolah matahari akan menguapkan airnya. Ia menapaki berpuluh gundukan bebatuan yang padanya tumbuh ilalang dan menuruni ragam lembah yang padanya pasir berbisik supaya berburu. *** CYNTHA HARIADI adalah penulis puisi dan prosa kelahiran Tangerang, Banten. Karyanya yang telah terbit yaitu Ibu Mendulang Anak Berlari (buku puisi), Kokokan Mencari Arumbawangi (novel), Mimi Lemon (kumpulan cerpen), CICA (buku puisi) serta tulisan di beberapa antologi cerpen dan puisi. Bisa disapa melalui cyntha.hariadi@gmail.com dan IG@cynthafnu
Detail Buku