Hamdi
Peradilan Perkara Perdata Lingkungan Hidup
Format Buku
Deskripsi
Peradilan Perkara Perdata Lingkungan Hidup merupakan salah satu buku bacaan Karya Hamdi. Harus diakui, hukum lingkungan merupakan bidang hukum yang relatif masih baru. Para pencari keadilan (masyarakat) dan aparat penegak hukumnya masih sering mengalami kebingungan. Misalnya, kepada siapa korban harus melapor, siapa yang berhak menjadi penyidik dalam kasus lingkungan, dan bagaimana proses beracara sejak kasus tersebut terjadi, sampai diajukan dan diproses di pengadilan. Dalam proses penegakan hukum, unsur-unsur kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan naluri profesi dan kemanusiaan. Munculnya sejumlah pertanyaan kritis yang “menusuk” bagi seorang hakim harus terus-menerus melekat dalam nuraninya. Dukungan keilmuan, termasuk pendapat para pakar, menjadi poin penting dalam mengambil keputusan.
Gelora ini pula yang dialami oleh penulis dalam menangani kasus lingkungan hidup, pada sekitar dua dekade yang lalu, yang terus mengusik hingga penelitian ini dilakukan. Bagi penulis, dorongan yang lebih besar dalam melakukan penelitian hingga menjadi buku ini, tidak hanya sebatas untuk mempertahankan disertasi di ruang sidang. Namun, lebih dari itu, ini panggilan nurani yang bisa disumbangkan kepada publik, kepada bangsa, negara, masyarakat, dan generasi mendatang. Penulis berharap, buku yang berisi analisis dan gagasan serta solusi ini menjadi milik bersama untuk tujuan pembaruan hukum demi lingkungan hidup hari ini dan masa depan. Formula hukum yang dituangkan dalam buku ini sebagai terobosan hukum dengan pendekatan interdisipliner yakni menggabungkan dua ilmu utama, yaitu Ilmu Hukum dan Ilmu Lingkungan. Predikat sebagai “terobosan hukum” ini disebabkan oleh mendesaknya kebutuhan akan langkah baru yang tepat, cepat, adil, dan tegas guna menghindari tertunda-tundanya proses pemulihan lahan gambut yang rusak akibat pembakaran. Urgensi provisionil yang bisa diberdayakan sebagai solusi ini, selaras dengan konteks kajian dan putusan perkara perdata menyangkut lahan gambut yang selama ini stuck.
Penulis buku ini menyebutkan ada tiga penyebab eksekusi pemulihan lahan gambut yang terbakar menjadi tidak terlaksana. Pertama, ketua pengadilan setempat belum memahami mekanisme pemulihan lahan gambut. Kedua, termohon eksekusi keberatan terhadap biaya pemulihan yang begitu besar yang dijatuhkan dalam putusan. Ketiga, objek pemulihan tidak jelas. Dari sinilah terobosan teoretis dan praktis hadir untuk memberikan ‘arah’ pada peran hakim dalam “menciptakan” hukum guna dapat menyegerakan pemulihan lahan gambut yang rusak tersebut. Dalam hal ini, penulis menawarkan terobosan hukum agar majelis hakim dapat mengizinkan pelaksanaan pemulihan lahan yang rusak tanpa menunggu putusan berkekuatan hukum tetap, dengan mengajukan gugatan atau tuntutan provisionil.
Terdapat tiga elemen dasar sebagai jalan keluar yang penulis tawarkan sebagai terobosan. Pertama, pemulihan dilakukan tanpa menunggu putusan dalam pokok perkara tersebut berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Untuk itu, pemulihan diajukan melalui tuntutan provisionil beserta proposal pemulihan agar diputuskan pada sidang pertama secara sumir karena akan diperiksa dan dibuktikan lebih lanjut dalam pemeriksaan pokok perkara. Kedua, tuntutan provisionil disertai dengan permohonan untuk mengeluarkan (enclave) seluasan lahan yang rusak akibat terbakar dari keseluruhan lahan konsesi tergugat. Tujuannya untuk menentukan di samping objek pemulihan sekaligus juga sebagai objek sengketa. Ketiga, pemulihan dilakukan oleh penggugat dengan menggunakan dana penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UU Lingkungan Hidup.
Sebagai rekomendasi praktis, penulis menyarankan dua hal. Pertama, sudah waktunya Mahkamah Agung RI meningkatkan peran Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36 Tahun 2013 menjadi Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang mengatur penyegeraan pelaksanaan pemulihan lahan yang rusak sebagai solusi jangka pendek. Kemudian, sebagai solusi jangka panjang, disarankan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan menambahkan ketentuan hukum acara yang bersifat khusus dalam penyelesaian perkara perdata lingkungan hidup di pengadilan.
Detail
Jumlah Halaman
476
Penerbit
Rayyana Komunikasindo
Tanggal Terbit
10 Apr 2021
Berat
0.41 kg
ISBN
9786025834721
Lebar
14.0 cm
Bahasa
Indonesia
Panjang
21.0cm
Baca Selengkapnya
Detail Buku