Resilience : Remi's Rebellion

Remi, 16 tahun, hanya satu dari sedikit populasi siswa aneh dan introver di sekolahnya. Bukan kutu buku, bukan juga genius perfeksionis. Sehari-hari hanya berkhayal, berkeliaran dan menghabiskan waktu sendirian. Karena suatu mimpi dia bertekad melakukan perubahan dengan melibatkan Kino, ketua kelasnya yang supel. Bersama Kino dia memulai pemberontakan-Rebellion-yang mengajarkan hal-hal baru soal persahabatan dan pengembangan diri. Namun, menginjak usia seperempat abad, usai ditinggal sahabat terbaik dan menghadapi kegagalan dalam meraih cita-cita, Remi merasa kembali ke titik awal. Dia pun mencari arti lain dari pemberontakannya, lewat kakak beradik-Emir dan Elang-yang mengantarkannya pada solusi baru: Resilience. Bukan sekedar mengejar cinta, ini adalah perjalanan mencari jati diri ketika konflik terbesar adalah konflik batin yang berasal dari diri sendiri. Sang penulis dari buku Resilence: Remi's Rebellion ini mempunyai teknik penulisan yang unik. Gaya penulisan yang terdapat di dalam buku ini terasa lambat dalam menceritakan setiap kisah namun sangat menyenangkan untuk tetap dibaca oleh para pembaca. Buku ini akan membawa perasaan penasaran di benak pembaca untuk terus mendalami tiap kisah yang terdapat di buku ini. Ide ceritanya simple. Tapi banyak banget makna yang bisa pembaca pelajari. Karena buku ini bukan melulu membahas ‘bagaimana si introver mencoba untuk membuka diri dan bersosialisasi?’. Tetapi juga membahas permasalahan yang erat kaitannya dengan kehidupan remaja menuju dewasa. Kaya kepercayaan, konflik keluarga, penyakit mental, quarter life crisis, sampai bagaimana seseorang memaknai kehidupan.