Gramedia Logo
Product image
Product image
Ahmad Tohari

Ronggeng Dukuh Paruk

Rp0
free shipping logo

Makin Hemat dengan Bebas Biaya Pengiriman Rp0.

Pilih toko Gramedia terdekat dan opsi pengiriman “Ambil di Toko” ketika checkout.

Format Buku
Deskripsi
Semangat Dukuh Paruk kembali menggeliat sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun yang lalu. Bagi pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu, ronggeng adalah perlambang. Tanpanya, dukuh itu merasa kehilangan jati diri. Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi. Cantik dan menggoda. Semua ingin pernah bersama ronggeng itu. Dari kaula biasa hingga pejabat-pejabat desa maupun kabupaten. Namun malapetaka politik tahun 1965 membuat dukuh tersebut hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena kebodohannya, mereka terbawa arus dan divonis sebagai manusia-manusia yang telah mengguncangkan negara ini. Pedukuhan itu dibakar. Ronggeng beserta para penabuh calungnya ditahan. Hanya karena kecantikannyalah Srintil tidak diperlakukan semena-mena oleh para penguasa di penjara itu. Namun pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Karena itu setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya. Ia tak ingin lagi melayani lelaki mana pun. Ia ingin menjadi wanita somahan. Dan ketika Bajus muncul dalam hidupnya, sepercik harapan timbul, harapan yang makin lama makin membuncah. Tapi, ternyata Srintil kembali terempas, kali ini bahkan membuat jiwanya hancur berantakan, tanpa harkat secuil pun.… Novel ini merupakan penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk: Catatan buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala, dengan memasukkan kembali bagian-bagian yang tersensor selama 22 tahun. Profil penulis: Ahmad Tohari lahir di desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, 13 Juni 1948. Pendidikan formalnya hanya mencapai SMTA di SMAN II Purwokerto. Namun demikian beberapa fakultas seperti ekonomi, sospol, dan kedokteran pernah dijelajahinya. Semuanya tak ada yang ditekuninya. Novelnya yang pertama Di Kaki Bukit Cibalak ditulisnya pada tahun 1977. Kemudian Kubah terbit 1980 dan dinyatakan sebagai karya fiksi terbaik tahun tersebut oleh Yayasan Buku Utama. Gramedia menerbitkan novelnya yang ketiga Ronggeng Dukuh Paruk (1981). Lintang Kemukus Dini Hari adalah buah karya yang keempat, merupakan satu dari trilogi tentang ronggeng Dukuh Paruk. Ahmad Tohari tidak pernah melepaskan diri dari pengalaman hidup kedesaannya. Maka warna hampir semua karyanya adalah lapisan bawah dengan latar alam. Dia memiliki kesadaran dan wawasan alam yang begitu jelas terlihat pada tulisan-tulisannya. Boleh jadi karena rasa ketertarikannya dengan keaslian alam maka Ahmad Tohari tidak betah hidup di kota. Jabatannya dalam staf redaksi kelompok Merdeka, Jakarta, yang dipegangnya selama dua tahun ditinggalkannya. Kini dia kembali berada di tengah sawah di antara lumpur dan katak, di antara lumut dan batu cadas di desanya.
Detail Buku