"Bila kelak kita menjadi dua manusia yang tak lagi bertegur sapa dan berusaha saling melupa, ingatlah aku sebagai seseorang yang pernah mengusahakan cintanya padamu, ke jenjang asmara dalam penyatuan dua keluarga, tapi dipatahkan adat istiadat dan keyakinan yang berbeda" "Semakin aku berusaha untuk melupakannya, hal itu malah membuatku semakin mengingatnya. Barangkali berusaha melupakan adalah pekerjaan paling sia-sia." Halaman Pembuka Kita merasa kehilangan karena kita merasa memiliki. Pertemuan paling menyenangkan pun akan menemui kepergian juga. Tidak ada insan yang merdeka dari perasaan kehilangan. Semakin menua, semakin harus rutin melapangkan dada karena hilang selalu datang" di tiap jengkal hidup kita. Memiliki selalu menghadapkan kita pada kehilangan.Namun, tak pernah mengajarkan kita untuk merelakan. Setelah merasa kehilangan, beberapa dari kita sering mengalihkan perhatian dengan kesenangan sesaat, seperti pesta, liburan, nongkrong, dan yang paling parah mencari hati baru untuk ditinggali. Bukan salah, melainkan tidak tepat untuk dilakukan. Ini dikarenakan kita harus menjalani semua fase kesedihan dan latihan merelakan, supaya benar-benar selesai urusannya dengan kisah di masa silam. Apa pun yang terjadi setelah kehilangan seseorang yang dicintai, meski terseok-seok tetap harus dihadapi, bukannya lari. Setelah halaman ini, kamu akan kuajak menyusuri carut-marut perasaanku akibat kehilangan. Selamat menikmati dan merenungi ungkapan-ungkapan dari seseorang yang ditinggal pergi. Tentang Penulis Pitriyanto lahir di Lampung, 13 Januari, setelah reformasi. la adalah seorang lelaki yang sejak kecil menggemari puisi. Buku dan kopi adalah perpaduan paling pas menikmati sepi. Baginya, menulis adalah cara paling sederhana untuk menunda penuaan pikiran. Tahun Terbit: Cetakan Pertama, 2023