Dalam buku The Art of Listening, Mutia mengajak para pembaca untuk memahami arti sebenarnya dari mendengarkan. Dalam bahasa Inggris, kami memiliki tiga kata untuk dipilih untuk mendefinisikan mendengarkan. Ketiga kata ini berada pada level yang berbeda. Tingkat yang paling rendah adalah pendengaran ketika mendengar suara dalam radius tertentu pada jarak terdekat. Misalnya, ketika kita berada di dalam ruangan, kita mendengar mobil lewat, tetapi kita tidak fokus pada suara itu. Yang kedua adalah menguping sesuatu yang ternyata merupakan konten penting. Misalnya, saat Anda berada di perpustakaan, Anda mendengar pengumuman bahwa perpustakaan ditutup sementara untuk perbaikan. Tiba-tiba, otak dan telinga kita merespons pengumuman tersebut, tetapi kita tidak melihat ke penyiarnya. Level tertinggi adalah mendengarkan. Jika Anda mencoba mendengarkan apa yang orang lain katakan dari awal, Anda akan menyesuaikan diri sehingga Anda dapat memahami apa yang dikatakan orang lain. Sinopsis Yang saya ingin ajak kepada para pembaca adalah proses refleksi diri. Dari pengalaman orang lain, mungkin kita bisa bercermin untuk lebih mampu menguliti diri sendiri: sejauh mana telinga kita bisa bersikap kooperatif dengan pikiran dan hati kita untuk mendengarkan orang lain. Kira-kira sejauh apa diri kita menyangkal bahwa ego kita lebih ingin dimenangkan untuk menjadi manusia yang enggan memahami apa yang dikatakan orang lain. Oh, atau justru kita terlalu memenangkan ego orang lain, karena menghindari konflik, dan akhirnya malah berkonflik dengan diri sendiri lalu memendam dendam. Tidak ada yang tahu, kan?