Gramedia Logo
Product image
Eiko Kadono

Titipan Kilat Penyihir

Format Buku
Deskripsi
Sesuai tradisi penyihir, pada usia tiga belas tahun Kiki harus pindah ke kota lain. Dia harus meninggalkan Ibu, Ayah, serta kota kelahirannya. Kiki hanya akan ditemani Jiji si kucing hitam. Ibu sudah melarangnya tinggal di kota besar, tapi Kiki kepalang suka pada kota Koriko, karena menara jamnya sangat tinggi dan letaknya dekat laut. Tapi astaga... warga kota Koriko tidak menyambut Kiki dengan hangat. Apakah Kiki bakal bisa bertahan di kota ini, padahal dia cuma bisa satu sihir: terbang dengan sapu? Prolog: Di suatu masa, tersebutlah sebuah kota kecil yang diapit hutan lebat dan bukit rumput landai. Kota ini agak menurun ke arah selatan, dengan jajaran atap mungil yang warnanya seperti roti hangus. Stasiun kereta terletak nyaris di tengah kota, sedangkan kantor wali kota, kantor polisi, dinas pemadam kebakaran, dan sekolah mengelompok agak jauh dari sana. Sepintas, kota ini tampak seperti kota-kota lain yang ada di mana-mana. Tapi kalau diperhatikan baik-baik, ada sesuatu yang mungkin jarang bisa dilihat di kota lain. Salah satunya adalah lonceng-lonceng perak yang tergantung di pucuk pohon-pohon tinggi. Meskipun tak ada angin kencang, terkadang lonceng-lonceng itu bergemerincing keras. Bila hal ini terjadi, para penduduk kota akan berpandangan dan tertawa bersama, ”Alamak! Kaki Kiki kecil tersangkut lagi!” Benar, Kiki yang disebut-sebut para penduduk juga tidak biasa, tidak seperti anak kebanyakan. Karena walau badannya kecil, dia bisa membunyikan lonceng yang tergantung di pohon-pohon tinggi.
Detail Buku