Agama Islam

Taawuds Adalah: Arab Latin, Terjemahan dan Hukumnya

Written by Yufi Cantika

Menurut ajaran agama Islam, membaca ta’awudz adalah suatu amalan yang dianjurkan untuk dilakukan sebagai bentuk perlindungan diri dari kejahatan atau keburukan yang mungkin akan menimpa seseorang. Ta’awudz biasanya terdiri dari kalimat atau doa yang dibaca sebelum melakukan suatu kegiatan atau setelah selesai dari suatu kegiatan.

Membaca ta’awudz bukanlah suatu kewajiban dalam agama Islam, akan tetapi merupakan suatu amalan sunnah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Membaca ta’awudz dianggap mampu memberikan keberkahan dan keberanian bagi seseorang yang membacanya. Selain itu, membaca ta’awudz juga dianggap dapat menjadi bentuk dan wujud penghormatan terhadap Allah SWT dan sebagai tanda keimanan seseorang kepada-Nya.

Taawuds Adalah

Sumber: Pexels

Taawuds atau sering disebut pula dengan isti’adzah adalah doa yang dilantunkan oleh umat muslim untuk memohon perlindungan serta penjagaan. Perlindungan serta penjagaan yang dimaksud ialah perlindungan serta penjagaan pada Allah SWT yang Maha Pelindung dari segala bisikan maupun godaan setan atau makhluk terkutuk lainnya.

Bacaan taawuds yang biasa dilafalkan adalah berikut:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Audzubillahiminasyaitonirojim

Artinya: Aku berlindung pada Allah dari setan yang terkutuk.

Dikutip dari laman islam.nu.or.id, umat muslim dianjurkan untuk membaca taawuds terutama sebelum membaca kitab suci umat Islam yaitu Al-Quran. Para ulama mengemukakan sejumlah dalil dari Alquran maupun dari hadits tentang perintah untuk membaca taawudz atau isti’adzah.

Contohnya seperti dalam surat Al-A’raf ayat 199 hingga 200 yang berbunyi berikut ini:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ * وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya, “Jadilah pemaaf dan mintalah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. Jika kamu ditimpa godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Surat Al-Araf ayat 199-200).

Ada pula dalil lainnya seperti pada surat Al-Mukminun pada ayat 96-98:

ادفع بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ * وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ * وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

Artinya, “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Katakan, ‘Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan. Aku berlindung (pula) kepada-Mu ya Tuhanku, dari kehadiran mereka padaku,’” (Surat Al-Mukminun ayat 96-98).

Kemudian pada surat Fushilat ayat 36:

وقال تعالى وَإِمَّا يَنزغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نزغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Artinya, “Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Surat Fushshilat ayat 36).

Dalil lainnya adalah dari sebuah hadits yang diangkat oleh Imam At-Thabari (838 M/ 224 H- 923 M/ 310 H) berikut tafsir hadits tersebut:

وقد رُوي عن ابن عباس، أن أول ما نزل جبريلُ على النبي صلى الله عليه وسلم عَلَّمه الاستعاذة.حدثنا أبو كريب، قال: حدثنا عثمان بن سَعيد، قال: حدثنا بشر بن عُمَارة، قال: حدثنا أبو رَوْق، عن الضحّاك، عن عبد الله بن عباس، قال: أول ما نزل جبريلُ على محمد قال: “يا محمد استعذ، قل: أستعيذ بالسميع العليم من الشيطان الرجيم”، ثم قال: قل: “بسم الله الرحمن الرحيم”، ثم قال: { اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ } [العلق: 1]. قال عبد الله: وهي أول سورة أنزلها الله على محمد بلسان جبريل (1) . فأمره أن يتعوذ بالله دون خلقه

Artinya, “Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Pertama kali Jibril saat turun membawa wahyu kepada Rasulullah mengajarkannya lafal isti’adzah atau ta‘awudz. Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata, Bisyr bin Umarah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Rauq menceritakan kepada kami, dari Dhahhak, dari Ibnu Abbas, ia berkata, pertama kali Jibril turun kepada Nabi Muhammad, ia berkata, ‘Wahai Muhammad, ta’awudzlah. Katakan, ‘Asta’idzu bis sami’il ‘alim minas syaythanir rajim,’ lalu ia berkata, ‘Bacalah ‘bismillahir rahmanir rahim,’ lalu ia membaca ‘Iqra bismi rabbikalladzi khalaq,’ Abdullah bin Abbas mengatakan, Ini surat pertama yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad melalui lisan Jibril.’’ Lalu ia memerintahkannya untuk berlindung kepada Allah, bukan makhluk-Nya,” (Imam At-Thabari, Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qaur’an, [tanpa kota, Daru Hijr: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 111).

Akan tetapi, riwayat yang disampaikan oleh At-Thabari tersebut menurut Ibnu Katsir dinilai lebih gharib. Riwayat tersebut hanya disbeutkan untuk diketahui, akan tetapi sanadnya dinilai lemah serta terputus.

Namun, secara umum, Imam At Thabari menjelaskan lafal serta maksud dari bacaan taawuds yang disebutkan dalam ketiga surat di atas. Menurutnya, bacaan taawuds merupakan permohonan untuk mendapatkan perlindungan pada Allah saja dan bukan pada yang lainnya, dari segala tipu daya setan dalam menghalangi kewajiban seorang manusia pada Allah.

Sedangkan, sebelum agama Islam datang, bangsa Arab sering kali memohon dan meminta perlindungan pada penghuni dari sebuah lembah agar dapat terhindar dari kejahatan.

Dalam buku Jami’ul Bayan’an Ta’wili Ayil Qaur’an dijelaskan mengenai tafsir dari bacaan taawuds menurut Imam At-Thabari, berikut bunyi tafsirnya:

تأويل قوله: أَعُوذُ .قال أبو جعفر: والاستعاذة: الاستجارة. وتأويل قول القائل أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ أستجيرُ بالله – دون غيره من سائر خلقه – من الشيطان أن يضرَّني في ديني، أو يصدَّني عن حق يلزَمُني لرَبي.

Artinya, “Ta’wil kata ‘A‘udzu.’ Abu Ja’far  berkata, al-isti’adzah adalah meminta perlindungan. Kalimat ‘A‘udzu billahi minas syaythanir rajim,’ berarti ‘Aku berlindung kepada Allah–bukan kepada makhluk-Nya–dari setan agar tidak mencelakaiku dalam urusan agama dan tidak menghalangiku dari kewajiban terhadap-Nya,” (Imam At-Thabari, Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qaur’an, [tanpa kota, Daru Hijr: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 109).

Dalam tafsir tersebut, At-Thabari berpendapat bahwa kata syaitan yang ada dalam kalimat Arab mengacu pada setiap person yang berperilaku durhaka, baik itu dari kalangan manusia, jin, hewan melata atau apapun.

Oleh sebab itu, Allah berfirman, “Demikianlah kami jadikan musuh berupa setan dari kalangan jin-jin serta manusia untuk setiap nabi-nabi.” dalam tafsir tersebut pula, dijelaskan kisah Umar bin Khattab yang sempat menyebut kudanya sebagai setan karena susah dikendalikan.

Sebab, segala suatu hal yang durhaka disebut sebagai setan karena akhlak maupun perilakunya berbeda dari akhlak serta perilaku dari jenisnya secara umum dan dikarenakan jauhnya makhluk tersebut dari kebaikan.

Sementara itu, kata ar-rajim dalam kalimat taawuds memiliki pola fail, akan tetapi memiliki makna maf’ul. Kata tersebut artinya adalah yang terlempar atau tercampakan. Maksudnya adalah terlaknat serta tercela.

Segala hal yang tercela dengan ucapan buruk serta cacian merupakan marjum. Asalnya adalah ar-rajmu yaitu lemparan dengan ucapan serta perbuatan. Salah satu rajam dengan ucapan adalah ucapan ayah Ibrahim atau pamannya pada Ibrahim dalam surat Maryam ayat 46 sebagai berikut, ”Jika kamu tidak berhenti, maka akan kurajam (caci dan kutuk) kamu.”

Hukum Membaca Taawuds

Sumber: Pexels

Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa membaca taawuds atau isti’adzah adalah suatu kewajiban (fardhu) berdasarkan ayat di Surat al-Nahl yang sebelumnya telah dijelaskan.

Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa membaca isti’adzah atau taawuds merupakan suatu amalan sunnah (dianjurkan) berdasarkan kalimat perintah (amr) yang terdapat pada ayat tersebut. Menurut para ahli qira’at (ahli baca Al-Quran), kalimat amr tersebut dianggap sebagai tanda anjuran, bukan kewajiban.

Jadi, tidak berdosa bagi orang yang tidak membaca isti’adzah. Namun, meskipun tidak merupakan kewajiban, membaca isti’adzah tetap dianjurkan untuk dilakukan sebagai bentuk perlindungan diri dari kejahatan atau keburukan yang mungkin akan menimpa seseorang. Membaca isti’adzah juga dianggap dapat memberikan keberkahan dan keberanian bagi seseorang yang membacanya, serta sebagai tanda keimanan seseorang kepada Allah SWT

Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca isti’adzah merupakan suatu kewajiban (fardhu) berdasarkan kalimat perintah (amr) yang terdapat pada ayat di Surat al-Nahl. Menurut pendapat ini, kalimat perintah tersebut menunjukkan arti yang hakiki, yaitu harus dilakukan dan tidak ada petunjuk yang dapat merubah perintah tersebut.

Menurut Ibnu Sirin, kewajiban membaca isti’adzah atau taawuds hanya cukup sekali seumur hidup, sehingga apabila seseorang telah membaca isti’adzah sekali saja dalam hidupnya, maka gugurlah kewajiban tersebut. Namun, Imam Fakhruddin al-Razi berpendapat bahwa secara tekstual, ayat tersebut menunjukkan perintah yang harus dilakukan.

Menurutnya, hal ini diperkuat oleh fakta bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah meninggalkan membaca isti’adzah. Oleh karena itu, menurut pendapat ini, berdosalah bagi orang yang tidak membaca isti’adzah. Namun, ada juga sebagian riwayat yang menyatakan bahwa kewajiban membaca isti’adzah hanya berlaku untuk Nabi Muhammad saw, bukan untuk umatnya.

Kapan Sebaiknya Waktu Untuk Membaca Taawuds? 

Apabila dilihat dari ayat 98 Surat al-Nahl, terdapat kalimat perintah (amr) yang menyatakan bahwa membaca isti’adzah harus dilakukan setelah membaca Al-Qur’an, karena menggunakan bentuk masa lampau (madhi).

Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa membaca isti’adzah sebenarnya dilakukan sebelum membaca Al-Qur’an. Hal ini dianalogikan dengan ayat 6 Surat al-Maidah tentang wudhu’, meskipun dalam ayat tersebut juga berbentuk masa lampau (madhi), namun artinya bermakna akan datang (mustaqbal).

Jadi, meskipun dalam ayat yang menyatakan tentang membaca isti’adzah menggunakan bentuk masa lampau, namun menurut mayoritas ulama, membaca isti’adzah sebenarnya harus dilakukan sebelum membaca Al-Qur’an. Seperti ayat berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ

“Jika engkau hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu.”

Meskipun demikian, ada juga ulama yang berpendapat bahwa membaca isti’adzah sebenarnya dilakukan setelah membaca Al-Qur’an, karena melihat pada dhahir teks ayat.

Untuk mengakomodir pendapat yang saling bertentangan tersebut, ada juga ulama yang berpendapat bahwa sebaiknya isti’adzah atau taawuds dibaca sebelum dan sesudah membaca Al-Qur’an, karena untuk memohon perlindungan dari hal-hal yang buruk sebelum membaca dan menghilangkan rasa ujub (sombong) ketika selesai membaca.

Oleh karena itu, membaca isti’adzah sebelum membaca Al-Qur’an merupakan pendapat yang sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad saw ketika menerima wahyu dari Jibril dan kemudian mengajarkannya kepada Ibnu Mas’ud.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa para ulama sepakat bahwa bacaan taawuds bukanlah bagian dari ayat Al-Quran. Lalu apakah boleh mengeraskan suara ketika sedang membaca taawuds, sedangkan bacaan isti’adzah bukanlah bagian dari ayat Al-Quran?

Para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang cara membaca isti’adzah. Ada ulama yang memilih untuk mengeraskan suara ketika membaca isti’adzah, sementara ada pula ulama yang memilih untuk merendahkan suara ketika membaca taawuds.

Mayoritas ulama qira’at (ahli membaca Al-Quran) memilih untuk mengeraskan suara ketika membaca isti’adzah, kecuali Imam Nafi’ dan Imam Hamzah yang memilih untuk merendahkan suara ketika membacanya. Menurut Imam Khalaf al-Husainiy, cara mengeraskan atau merendahkan suara saat membaca isti’adzah dapat dilakukan sesuai dengan kondisi tertentu, seperti berikut ini:

  1. Saat membaca di depan orang yang akan menyimak bacaannya, agar orang tersebut dapat memperhatikan secara seksama dan mengikuti bacaannya sejak awal.
  2. Saat akan memulai membacakan Al-Quran di depan seorang guru, agar guru tersebut dapat memperhatikan dan membenarkan jika terdapat kesalahan.
  3. Saat tidak bermaksud untuk membaca Al-Quran dengan merendahkan suara.

Sedangkan, ada beberapa kondisi di mana seseorang dianjurkan untuk merendahkan suara saat membaca isti’adzah, yaitu:

  1. Saat sedang sholat, karena membaca bacaan dalam sholat dianjurkan untuk merendahkan suara.
  2. Ketika seorang qori’ bermaksud membaca Al-Quran dengan suara rendah, baik dalam suatu majlis atau sendirian.
  3. Saat tidak berada dalam keramaian, baik hendak membaca dengan suara rendah atau tinggi.
  4. Saat sedang shalat, baik shalat jahriyah maupun sirriyah.
  5. Saat membaca di tengah-tengah jama’ah yang sedang belajar Al-Quran, misalnya membaca bergiliran dalam maqra’ah (majlis penghafal Al-Quran).

Ada pula bacaan taawuds menurut Abu Hanifah serta Imam As-Syafi’i yaitu lafal

“A’udzu billahi minas syaythanir rajim” dianggap sudah cukup. Akan tetapi sebagian ulama lainnya menambahkan bacaan taawuds menjadi “A’udzu billahis sami’il ‘alim.” Sementara itu, para ulama yang lainnya seperti Al-Awza’i dan At-Tsauri menambahkan bacaan taawuds menjadi “A’udzu billahi minas syaythanir rajim, innallaha huwas sami’ul ‘alim.” Sebagian ulama yang lainnya mengatakan bacaan taawuds, “Asta‘idzu billahi minas syaythanir rajim.”

Keutamaan Membaca Taawuds

Sumber: Pexels

Ada pula beberapa keutamaan ketika seorang muslim membaca taawauds atau isti’adzah, di antara adalah berikut ini:

  • Melindungi dari Kejahatan

وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“wa immā yanzagannaka minasy-syaiṭāni nazgun fasta’iż billāh, innahụ samī’un ‘alīm“

Artinya, “Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah.

Godan setan yang dimaksud ialah upaya setan untuk memalingkan manusia dari ketaatan pada Tuhan Yang Maha Esa yaitu Allah atau mendorong manusia untuk berbuat buruk.

  • Menghilangkan nafsu rasa amarah

Rasa amarah atau marah asalnya adalah dari setan dan salah satu cara untuk dapat menghilangkan marah adalah dengan membaca taawuds hal ini sesuai dengan hadist riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi berikut:

Dari Sulaiman bin Shurd radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah duduk di samping Nabi saat dua orang lelaki tengah saling caci. Salah seorang dari mereka telah memerah wajahnya dan urat lehernya tegang.” Beliau bersabda, “Aku benar-benar mengetahui perkataan yang bila diucapkannya, niscaya akan lenyap apa (emosi) yang ia alami. Andai ia mengatakan, “A’uudzubillaahi minasy-syaithaanir-rajim” pastilah akan lenyap emosi yang ada padanya.”

  • Timbul Ketenangan Hati

Dzikir dengan membaca kalimat taawuds ketika berada dalam rasa takut dapat memberikan ketenangan hati serta jiwa.

Itulah penjelasan tentang pengertian taawuds, tafsir dan bacaannya. Ketahui bacaan dzikir lainnya dengan membaca buku dzikir yang tersedia di gramedia.com. Semoga semua pembahasan di atas bermanfaat untuk kamu.

Sebagai #SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu menyediakan berbagai macam buku berkualitas dan original! Membaca banyak buku dan artikel tidak akan pernah merugikan kalian, karena Grameds akan mendapatkan informasi dan pengetahuan #LebihDenganMembaca.

Penulis: Khansa

Rujukan:

  • https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-isti-adzah-atau-ta-awudz-1y1d2
  • https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/hukum-waktu-dan-cara-membaca-taawudz-atau-istiadzah-mJ3Ah
  • https://umma.id/post/3-keutamaan-membaca-taawudz-yang-harus-dipahami-16017457676354?lang=id#:~:text=Keutamaan%20membaca%20kalimat%20ta’awudz%20atau%20kalimat%20isti’adzah%20adalah,Araaf%20ayat%20200%20sebagai%20berikut.&text=Artinya%2C%20%E2%80%9CDan%20jika%20setan%20datang,menggodamu%2C%20maka%20berlindunglah%20kepada%20Allah.

About the author

Yufi Cantika

Saya Yufi Cantika Sukma Ilahiah dan biasa dipanggil dengan nama Yufi. Saya senang menulis karena dengan menulis wawasan saya bertambah. Saya suka dengan tema agama Islam dan juga quotes.

Kontak media sosial Linkedin Yufi Cantika